Davien menghembuskan napasnya lega saat mendengar suara teriakan istrinya. Dan semua itu tidak lepas dari pandangan Viola.
'Aku lihat keanehan lagi dari Kak Davien!' batin Viola.
Liana keluar kamar mandi dengan wajah segar. Dia menatap pada semua orang yang sedang menatapnya di dalam ruangan.
'Kenapa semua orang menatapku? Apa ada yang aneh dari diriku ini?' batin Liana merapikan penampilannya.
Setelah merapikan penampilannya, Liana menetralkan napasnya lalu berjalan menuju adiknya yang sedang berbaring di ranjang.
"Vi, ada apa?" tanya Liana setelah berada di samping ranjang adiknya.
Davien beranjak berdiri, lalu mempersilahkan istrinya untuk duduk di tempatnya dia duduk, tadi.
"Duduklah," titah Davien.
Tak ingin adiknya semakin curiga dengan sikap yang di berikan Davien. Liana tersenyum, dia berusaha menolak sembari mengkode melalui tatapan matanya.
Alih-alih melihat kode dari istrinya, Davien malah mengulang ucapannya yang meminta istrinya untuk duduk di tempatnya semula.
"Kenapa diam saja, aku mau kamu duduk!" titah Davien lagi.
Tak mau berdebat, akhirnya Liana melakukan apa yang di perintahkan suaminya pada dirinya. Dia menjatuhkan pantatnya di kursi yang baru saja di duduki suaminya.
"Kak, kenapa kakak lama sekali di dalam kamar mandi? Apa yang Kakak rasakan? Coba bilang ke aku? Apa ada bagian tubuh Kakak yang terasa sakit? Jika ada, beritahu aku, Kak!" ucap Viola panik.
'Bagian tubuh? Memang benar, ikatan batin antar Kakak dan adiknya tidak bisa di bohongi. Viola seakan tahu, apa yang aku rasakan saat ini. Tapi aku tidak bisa mengiyakan semua ucapan Viola. Di sini ada Mas Davien dan sekertarisnya.' batin Liana.
"Hai, Kakak melamun? Aku butuh jawaban Kak Liana bukan lamunan Kakak. Sekarang, bagian mana yang sakit? Kepala, atau tangan, atau kaki atau apa Kak?" tanya Viola lagi
"Kakak baik-baik saja. Kakak cuma capek, sepertinya Kakak butuh waktu untuk istirahat. Kamu mau kan, di jaga Mas Davien dan sekertarisnya? Kakak jamin, mereka bukan orang jahat yang ingin memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan." jawab Liana.
"Ya, sudah. Kakak istirahat saja. Kakak pulangnya hati-hati, ya! Aku tidak perlu di jaga. Aku sudah baik-baik saja. Aku tidak mau, karena aku ... semua orang yang ada di sini jatuh sakit. Sebaiknya, Kak Davien dan Kak Boy pulang juga. Di sini sudah ada Suster atau dokter yang menjagaku!' titah Viola.
Davien menatap punggung istrinya yang membungkuk lelah. Karena tak tega dan tak ingin menimbulkan gerak gerik mencurigakan di depan adik iparnya. Akhirnya, Davien berpamitan terlebih dahulu.
"Ya, sudah. Kakak pulang! Kamu sebaiknya istirahat yang benar. Dan suruh Kakakmu pulang juga. Kakak akan bicara semua ini pada dokter. Kakak akan minta satu perawat untuk menjagamu 24 jam di sini." pamit Davien.
"Oh, iya. Hati-hati, Kak, dan terimakasih!" jawabnya.
Liana mendongakkan wajahnya lalu tak sengaja reflek memutar tubuhnya untuk menatap wajah sang suami.
'Mas Davien pulang. Apa karena aku mau pulang, jadi dia berpamitan juga?' batin Liana, "Aku tidak mau pulang. Bisa-bisa terjadi sesuatu yang tidak aku inginkan untuk saat ini. Cukup sore tadi saja. Malam ini aku benar-benar lelah. Rasa sakit ini juga masih terasa.' batin Liana.
"Kak, ucapkan hati-hati dong kepada Kak Davien!" titah Viola saat melihat kakaknya melamun. "Apa Kakak mau di antar lagi oleh Kak Davien?" tanyanya lagi.
Mendengar pertanyaan dari adiknya, seketika Liana menggelengkan kepalanya lirih.
"Kakak tidak mau merepotkan Mas Davien lagi. Lebih baik, Kakak di sini menjagamu. Biarkan Kakak istirahat di sofa saja!" jawab Liana.
"Ya, sudah. Kalau begitu, aku dan Boy izin pamit. Kalian bisa istirahat di ruangan ini. Jika ada sesuatu hubungi aku atau Boy saja!" titah Davien kemudian berjalan keluar ruangan di ikuti oleh Boy di belakangnya.
Lagi dan lagi, Liana terpaku saat mendapatkan jawaban dari suaminya karena tidak ada nada dingin atau kesal yang dia dengar.
'Mas Davien tidak marah? Itu artinya, dia mengizinkanku menginap di sini bersama Viola? Syukurlah, itu artinya aku aman.' batin Liana menghembuskan napasnya lega.
Setelah melihat kepergian ke dua pria yang membantu menjaganya. Viola seketika meraih dan menggenggam tangan Kakaknya membuat sang pemilik tangan sedikit terkejut dengan sikap adiknya.
"Kak, Kakak tidak ada hubungan apapun dengan Kak Davien, kan? Aku bukan mau menuduh Kakak, mungkin ini hanya sekedar firasatku saja. Aku melihat sikap Kakak dengan Kak Davien berubah. Kalian semakin dekat dan menurutku kedekatan kalian sangat tidak wajar." ucap Viola panjang lebar.
"Tidak wajar?" jawab Liana menautkan ke dua alisnya, "Tidak wajar seperti apa? Bukankah, Kakak harus bersikap baik di depan orang-orang yang sudah membantu kita, Vi? Apalagi Mas Davien sudah mengeluarkan uang untuk biaya pengobatanmu. Kakak tidak mungkin bersikap ketus atau seperti tidak menyukai Mas Davien." sambungnya lagi.
"Okeh, aku tahu kalau kita harus bersikap baik dengan orang yang menolong kita, bukan hanya dengan orang-orang yang menolong kita saja, tapi kita harus bersikap baik kepada semua orang. Aku tahu semua itu, Kak! Tapi aku melihat kalian aneh. Jadi seperti ini, bagaimana caraku menjelaskan ke Kakak, aku saja bingung."
"Kakak tahu apa yang kam--"
"Stop kak, menurutku sikap kalian sudah kelewat batas. Ingat, Kak Davien sudah menikah. Dan apa aku tidak salah lihat, tadi? Kak Davien memegang wajah Kakak? Dia suami orang, seharusnya Kakak menepisnya dengan halus. Bagaimana kalau istrinya lihat? Apa tidak akan menimbulkan masalah baru? Dia sudah berbaik hati membantu kita. Jadi, kita tidak boleh menghancurkan rumah tangganya, Kak! Kita tidak boleh memberikan masalah baru di dalam rumah tangga Kak Davien. Sekarang, aku mau ... Kakak jauhi Kak Davien. Aku tidak ingin, istri Kak Davien melihat sikap kalian berdua. Aku tahu, aku masih kecil, dan aku tidak pantas menasehati kalian. Tapi, aku melakukan semua ini demi kenyamanan hidup kita juga, Kak! Apa kakak mau di tuduh sebagai pelakor? Apa Kakak mau di tuduh sebagai duri dalam rumah tangga orang? Ingat, kita bukan berasal dari keluarga berada. Kita berasal dari keluarga yang ekonominya hanya sebatas kata cukup. Aku mohon ya, Kak! Aku tidak mau melihat Kakak di hina orang lain." pinta Viola panjang lebar.
Tertampar! Ya, Liana seperti mendapatkan tamparan keras atas apa yang di ucapkan adiknya. Sampai tak terasa, air matanya mengalir di depan sang adik.
Viola yang melihat Kakaknya menangis pun merasa bersalah. Dia mencoba menghapus air mata yang membasahi wajah cantik Kakaknya.
"Kak, maafkan aku. Aku tidak ada niat untuk menyinggung perasaan kakak!" lirih Viola.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments