"Mas, kamu jangan berlebihan. Aku tidak mau mendapat julukan pemerasan dari Bu Citra!" titah Liana.
"Citra tidak akan tahu. Kamu tenang saja, Li!" jawab Davien, "Viola mau sekolah, kan?" tanya Davien lagi.
"Boleh, ya, Kak Li. Aku mau sekolah, aku mau jadi orang pinter. Biar Kakak bangga padaku!" gumam Viola lirih.
"Tuh lihat, adikmu. Dia senang sekali sekolah. Kamu tidak bisa memutuskan cita-citanya, Li!" titah Davien.
"Tapi, aku takut merepotkanmu, Mas! Sarjana itu tidak murah, loh! Apalagi, kita bukan siapa-siapa. Aku tidak mau di tuduh memerasmu!" jawab Liana.
"Siapa yang memerasku? Aku ikhlas membantumu!" ujar Davien.
"Kak, please! Aku jadi semangat untuk sembuh! Dan aku janji, aku akan berjuang demi sekolah!" pinta Viola memohon.
Melihat adiknya yang sangat antusias. Akhirnya Liana menganggukkan kepalanya, "Iya. Kakak mengizinkanmu!" jawab Liana.
"Hore! Akhirnya aku bisa sekolah lagi. Aku bisa bertemu teman-teman baru lagi. Aku tidak sabar bersekolah, Kak! Dokter di mana, Kak? Biar aku bicara dengan dokter. Aku mau cepat sembuh!" ucap Viola antusias.
"Viola, kamu tidak bisa sekolah dalam waktu dekat. Ingat kata dokter, kamu tidak bisa melakukan aktivitas sampai kamu mendapatkan donor jantung! Sekarang, kamu istirahat. Kakak mau mengantarkan Mas Davien ke kamarnya!" titah Liana.
"Siap, Kak! Terimakasih Kak Davien. Aku senang Kak Liana mempunyai teman seperti Kak Davien yang sangat baik!" ucap Viola.
"Sama-sama. Bukankah berbagi itu Indah?" jawab Davien.
"Benar, Kak! Berbagi itu Indah!" jawab Viola.
"Kamu istirahat dulu, Vi. Kakak antar Mas Davien dulu ke kamar. Kasihan Mas Davien, dia juga butuh istirahat." titah Liana membawa Davien keluar ruangan.
Setelah sampai di luar ruangan. Liana segera menatap wajah Davien. "Mas, ini terlalu berlebihan. Aku tidak bisa mendapatkan semua itu dengan cumah-cumah. Aku harus membalasnya!" ucap Liana.
"Li, sudah aku bilang berulang kali. Aku akan meminta balasan, tapi nanti. Setelah aku keluar dari rumah sakit ini. Aku janji, aku akan meminta balasan!" jawab Davien dengan senyum manisnya.
"Iya sudah, Mas. Aku tidak mau, semua itu di anggap gratis. Aku tidak mau, suatu saat nanti kamu menyesal memberikan semua ini padaku. Atau begini saja, aku cicil semua uang yang mas Davien keluarkan untuk biaya adikku. Aku akan berkerja sekeras mungkin!" tawar Liana, "Tapi dengan cara di cicil, Mas! Aku tidak punya uang lagi untuk--"
"Li, sekarang kamu antarkan aku ke kamar. Untuk balasan atas semua yang aku berikan untuk adikmu, kamu tidak perlu memikirkannya." ucap Davien.
"Tapi, Mas--"
"Tidak ada tapi-tapian, Li. Aku tidak mau di bantah. Aku bisa hidup sampai seperti ini karena siapa? Karena darahmu. Jadi, apa susahnya aku membalasnya dengan apa yang aku bisa." jawab Davien menatap lurus ke depan.
"Tapi tidak seperti ini juga, Mas! Aku takut, Bu Citra marah karena kamu menolongku!" ucap Liana setelah sampai di ruang IGD. "Biar aku bantu Mas Davien naik ke ranjang!" titahnya lagi.
Davien mengangguk. Dia meletakkan tangannya di pundak Liana.
"Hati-hati, Mas!" ucap Liana setelah berhasil merebahkan tubuh Davien, Liana segera menepikan kursi roda di pojok ruangan. "Mas tunggu saja di sini. Aku mau duduk di luar ruangan saja." lirih Liana.
"Kenapa? Duduklah di sampingku saja. Aku tidak akan berbuat buruk padamu."
"Tapi aku tidak enak denganmu, Mas. Kita baru saja kenal, tapi kamu sudah mau membantu semua kesulitanku. Aku sampai tidak tahu harus bicara apa padamu!"
"Kita berteman. Kamu tahu, gunanya pertemanan untuk saling menolong. Jadi, kamu tidak perlu merasa tidak enak dan lainnya. Hitung-hitung ini rezeki untuk adikmu!" jawab Davien.
Liana menggembungkan pipinya, lalu menjatuhkan pantatnya di kursi samping ranjang Davien.
"Huh, ya, sudah. Aku duduk di sini, Mas! Tapi kamu harus istirahat." titah Liana.
"Okeh. Bicara tentang pertemanan. Apakah kamu punya pacar atau calon suami?"
"Tidak punya, bukan tidak punya tapi aku tidak tertarik memikirkan semua itu, Mas. Kalau aku menikah, siapa yang akan menjaga adikku? Justru aku akan merepotkan suamiku, nanti. Lagi pula, umurku masih 20 tahun. Aku tidak mau menikah muda dengan kondisi adikku yang sakit." jawab Liana dengan menampilkan senyum manisnya.
"Jika adikmu sudah sembuh, apa kau akan berpikir untuk menikah?" tanya Davien lagi yang mendapatkan gelengan kecil dari Liana.
"Aku harus memastikan adikku bahagia. Bahkan, bila perlu ... aku mau merawat adikku sampai menikah nanti."
"Oh, aku suka dengan prinsipmu. Jangan dekat dengan pria lain. Cukup aku saja yang menjadi temanmu." titah Davien.
Sedangkan di satu sisi, Citra mencari tas branded kesukaannya yang sedang di diskon.
"Hei, ini bagus!" titah Citra pada salah satu temannya yang bernama Rina.
"Iya bagus. Ambil saja, tapi aku dengar-dengar suamimu baru saja masuk rumah sakit, apa benar kabar itu, Cit?" tanya Rina yang mendapat anggukkan dari Citra.
"Iya, dia habis kecelakaan. Aku baru saja menjenguknya!" jawab Citra cuek.
"Wah, seharusnya kamu temani suamimu bukan belanja bersama kita-kita, Cit! Pasti suamimu kesal sekali!"
"Tidak mungkin, Mas Davien kesal atau marah padaku. Dia sangat mencintai aku, bahkan dia menyetujui semua permintaanku termasuk masalah anak. Aku tidak mau punya anak, kalian tahu sendirikan ... kalau wanita yang sudah mempunyai anak, pasti berubah. Dari segi penampilan dan wajah, serta tubuh juga. Sedangkan aku mau, aku selalu tampil perfect di depan suamiku." ujar Citra dengan bangganya.
"Wah, suamimu begitu pengertian tidak seperti suamiku. Jika aku tidak bisa mempunyai anak, dia akan mencari kesenangan dengan wanita di luar sana. Dan kamu tahu, Cit, awalnya aku tidak percaya, aku berpikir kalau suamiku hanya sekedar menggertakku. Tapi saat aku dengar dari teman-temannya, kalau suamiku berkencan dengan wanita lain, aku langsung memarahinya dan menuruti semua permintaannya. Semoga saja, suamimu tidak seperti suamiku, ya! Mau bagaimana pun, buah hati itu penting di dalam rumah tangga. Mereka yang akan melengkapi keutuhan rumah tangga kita." jawab Rina.
"Tidak. Aku yakin, Mas Davien tidak seperti itu. Dia sangat tergila-gila denganku. Mana mungkin dia mencari kesenangan di luar sana. Hobinya saja bekerja dan bekerja. Semua kartu ATM nya di pegang olehku. Jadi, aku tidak perlu khawatir. Sekarang, kita belanja lagi. Aku mau melihat tas yang terpajang di sana." titah Citra berjalan menuju tas pilihannya.
Di dalam ruangan IGD.
"Mas, ini sudah sore, tapi kenapa Bu Citra belum kembali?" keluh Liana.
"Kamu keberatan menjagaku?" tanya Davien.
"Bukan seperti itu, Mas. Tidak enak berlama-lama di ruangan pria yang sudah beristri." jawab Liana.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments