Bab 17

"Keluar, Mas. Aku tidak bisa istirahat dengan nyaman jika ada seseorang di kamarku." pintanya lagi membuat Davien berjalan keluar kamar sang istri.

Setelah keluar kamar. Davien menjatuhkan pantatnya di sofa, dia berusaha melihat notifikasi pesan masuk dari istri pertamanya.

'Dua hari lagi Citra akan pulang. Itu artinya, aku bisa bebas bersama Liana dalam dua hari ini. Aku harus memanfaatkan waktuku.' batin Davien setelah membaca pesan yang masuk dari sang istri.

Di dalam kamar, Liana sedang menangis sembari meringkuk. Bahkan selimutnya yang menutupi leher, kini sudah berubah menutupi seluruh tubuhnya, termasuk kepalanya.

Air mata yang mulai mengalir deras menandakan bahwa dirinya sedang tidak baik-baik saja.

'Hiks ... hiks ... semuanya sudah berubah. Tapi kenapa aku tidak bisa menerima semua ini. Bukankah aku sudah berjanji untuk menerima nasibku ini? Ingat, jangan sampai adikmu terseret dalam masalah ini. Viola tidak boleh menggantikan posisimu. Dia masih kecil, jangan libatkan semuanya dengan Viola. Biarkan Viola menikmati masa-masa mudanya dengan bahagia.' jerit Liana sambil menghapus air mata yang sedari tadi menetes.

Sedangkan di dalam ruangan Viola, terlihat pria yang bernama Boy sedang duduk dengan tatapan yang sangat fokus pada ponselnya.

Tak ada ucapan sepatah kata dari Boy setelah memperkenalkan diri sebagai sekertaris dari Davien yang di utus untuk menjaga wanita yang sedang terbaring di rumah sakit.

'Aku pikir pria ini seperti Kak Davien yang mudah akrab, ternyata pria ini sangat kaku. Suasana di ruanganku menjadi terasa dingin. Nanti aku akan bicara dengan Kak Davien, tapi bicara tentang Kak Davien, aku menjadi penasaran kenapa sikap Kak Davien berubah ke kak Liana? Apa aku tanyakan saja pada sekertarisnya, tapi apa pertanyaanku akan di jawab atau malah sebaliknya pertanyaanku diabaikan, dia pura-pura tidak dengar ucapanku?' batin Viola sambil berpikir. "Aku coba saja, kalau belum di coba, aku akan terus penasaran." gumamnya lirih.

Boy menatap layar ponselnya dengan teliti. Dia sedang merekap beberapa jadwal meeting Tuan nya yang sempat tertunda hari ini. Karena terlalu fokus dengan pikirannya, Boy sampai melupakan keberadaan Viola.

"Ekhem!" deheman Viola yang lirih membuat Boy mengira jika itu suara angin yang lewat.

Viola menggeram kesal. Dia mere mas selimutnya erat. "Ekhem!" Viola mencoba kembali membuyarkan konsentrasi Boy.

Mendengar suara wanita, Boy langsung menutup ponselnya dan melihat ke arah sumber suara.

"Ada yang bisa saya bantu, Nona?" tanya Boy beranjak berdiri dan berjalan menghampiri Viola.

"Kakak sedang apa?" tanya Viola basa basi, "Duduk di kursi ini saja, kak!" sambungnya lagi sambil menunjuk kursi samping ranjangnya.

Boy mengangguk, dia menjatuhkan pantatnya di kursi samping ranjang Viola. "Katakan, Nona membutuhkan apa? Biar saja ambilkan. Atau tubuh Nona terasa sakit?" ucap Boy dengan tatapan dingin dan menusuk.

'Ish, tatapannya terlalu menusuk walaupun ucapannya selembut sutra. Jika seperti aku juga takut! Dan kenapa Kak Liana lama sekali, dia bilang ... dia mau mengambil pakaian gantiku saja!' batin Viola.

"Nona saya sedang bicara, tolong jangan melamun. Apa yang anda rasakan? Atau saya panggilkan dokter saja?" ujar Boy berusaha memencet tombol yang berada di samping ranjang.

Viola menggenggam tangan Boy sambil menggelengkan kepalanya. "Aku tidak apa-apa. Aku baik-baik saja. Tidak perlu memanggil dokter!" jawab Viola sambil memaksakan senyumnya yang manis.

"Nona yakin? Tidak perlu malu untuk berkata. Jika ada keluhan, Nona bisa bicara dan saya akan menyampaikannya pada dokter!" ujar Boy sekali lagi.

Viola melepaskan cengkraman tangannya dari tangan Boy.

"A-aku hanya ingin menanyakan tentang Kak Li. Kenapa Kak Li lama sekali? Padahal, Kak Li hanya mengambil pakaianku saja. Tapi ini sudah malam dan Kak Li belum datang. Aku takut terjadi sesuatu dengan Kakakku. Hanya dia yang aku punya dalam hidupku, Kak!"

"Tenang saja, Kakakmu aman. Sekarang, beristirahatlah!" titah Boy membenarkan selimut milik Viola. "Anak kecil sepertimu tidak perlu memikirkan Kakakmu yang sudah besar. Dia bisa menjaga dirinya sendiri." sambungnya lagi.

"Maaf, aku hanya takut terjadi sesuatu dengan Kakakku saja. Kalau Kakak sibuk, Kakak bisa pulang. Sedari tadi, aku melihat kakak fokus bermain ponsel. Aku tidak mau karena menjagaku di sini, urusan Kakak jadi terbengkalai." titah Viola.

Setelah beberapa menit berisitirahat. Kini Liana tengah berada di depan meja rias yang berada di kamarnya.

Tak henti-hentinya dia menatap dirinya dalam pantulan cermin. Terlihat jelas raut wajahnya penuh dengan kesedihan.

"Li, cepatlah sedikit. Bisa-bisa kita sampai rumah sudah larut malam." titah Davien yang baru saja masuk ke dalam kamar istrinya.

Liana menghapus air matanya, dia memutar tubuhnya agar menghadap suaminya.

"Aku sudah siap, tapi aku mau ke rumah sakit, Mas. Aku mau melihat keadaan Viola. Pasti dia menungguku." ujar Liana.

"Aku antar, tapi kita antarkan barang-barangmu ke rumah barumu. Setelah itu, baru kita ke rumah sakit." jawab Davien.

Lagi dan lagi Liana hanya bisa menganggukkan kepalanya. Sekuat tenaga dia beranjak dari tempat duduknya. Rasa sakit di bagian bawah tidak membuat wanita itu mengeluh di depan sang suami.

"Mas Davien keluar dulu," ujar Liana.

"Cepat! Aku tunggu di depan." titah Davien kemudian berjalan keluar rumah istrinya.

Liana mengambil koper yang berisi pakaiannya dan pakaian adiknya.

"Ayah, ibu. Aku janji, aku akan sering datang ke rumah ini. Aku tidak akan membiarkan rumah ini kotor, karena rumah ini mempunyai banyak kenangan yang pernah kita lewati bersama. Suka duka, kita jalani bersama. Aku harus pergi, besok aku akan kembali," lirih Liana lalu mendorong kopernya keluar rumah.

Beberapa tetangga yang tak sengaja melihat pria asing keluar dari rumah Liana pun mulai menggosipkan hal buruk tentang Liana.

Davien acuh saat melihat tetangga yang sedang menatap rumah istrinya dengan tatapan yang tidak suka.

Liana keluar rumah sambil mendorong kopernya.

"Maaf sudah menunggu terlalu lama." ucap Liana mengunci pintu rumahnya.

"Masukkan kopermu ke dalam mobil." titah Davien membuka bagasi mobilnya.

Pak Rt yang mendapatkan kabar dari beberapa warga jika di rumah Liana terparkir sebuah mobil dan melihat seorang pria masuk ke dalam rumah anak yatim piatu itu pun memarkirkan motornya di dekat mobil milik Davien.

Liana tersenyum kecut saat melihat Pak RT datang ke rumahnya. Lalu tak sengaja ekor matanya melihat ibu-ibu yang sedang menggosipkannya di warung depan rumah Liana.

"Maaf Liana. Pak Rt mendapat kabar dari beberapa warga kalau kamu membawa masuk pria ke dalam rumahmu. Dan kamu menutup pintu rumahmu. Apa yang dikatakan warga itu benar? Dan siapa pria di sampingmu?" tanya Pak RT membuat Liana kebingungan untuk menjelaskan semuanya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!