Bab 3

"Tidak apa-apa. Pekerjaanmu sehari-hari apa?" tanya Davien.

"Aku tidak mempunyai pekerjaan tetap. Terakhir, aku di keluarkan dari toko, karena aku sering sekali meminta cuti untuk mengantarkan adikku berobat!" jawab Liana.

"Jangan khawatir, adikmu akan sembuh. Aku janji, aku sendiri yang akan memantau keadaan adikmu. Hitung-hitung ini balasan atas kebaikanmu yang sudah mau menolongku!" ujar Davien.

"Terimakasih, Mas. Tapi semua ini terlalu berlebihan. Aku hanya mendonorkan darah untuk Mas Davien, aku sama sekali tidak keberatan jika aku tidak mendapat balasan apa-apa. Aku ikhlas dan aku tulus membantu Mas Davien."

"Karena ketulusanmu, aku mau ... menebus semuanya. Sekarang, antarkan aku ke ruangan adikmu!" titah Davien.

"Tidak perlu, Mas! Bagaimana, kalau Bu Citra tahu, Mas tidak ada di ruangan? Bisa-bisa ibu Citra marah denganku!" lirih Liana.

"Kau tidak perlu takut dengan Citra. Sudah aku pastikan dia lama. Sekarang, bantu aku!" titah Davien.

"Tunggu, Mas. Aku ambil kursi roda dulu, aku tidak mungkin membiarkan Mas Davien berjalan sampai ruangan adikku." ujar Liana kemudian berlari keluar ruangan IGD. Dia mencari kursi roda yang tergeletak tak terpakai.

Setelah mendapatkan kursi roda, Liana segera membawanya ke dalam ruangan Davien.

'Wanita ini mempunyai hati yang sangat baik. Aku jadi tertarik dengannya. Aku yakin, dia bisa memenuhi semua kebutuhanku, tidak seperti Citra yang hobinya setiap hari berbelanja.' batin Davien.

"Mas boleh aku bantu? Tapi kalau Mas davien tidak keberatan!" ujar Liana.

"Tentu tidak, aku tidak mungkin keberatan. Sekarang, kamu bantu aku, ya!" titah Davien membuat Liana membantu Davien duduk di kursi roda.

"Mas Davien benar tidak apa-apa, kalau kita pergi? Aku takut, kondisi Mas Davien drop lagi." tanya Liana sebelum dirinya mendorong kursi roda Davien.

"Dorong saja. Jika terjadi sesuatu denganku, akan ada dokter yang bersedia menanganiku!" titah Davien.

Dengan penuh keraguan, Liana mendorong kursi roda Davien berjalan keluar ruangan.

"Adikmu umur berapa?" tanya Davien setelah keluar dari ruangannya.

"17 tahun, Mas!" jawab Liana.

"Lalu, bagaimana dengan sekolahnya?"

"Kebetulan, adikku lulus SMP saja, dia tidak meneruskan SMK karena penyakit dan kekurangan uang." jawab Liana lirih.

"Oh, sekolahkan saja adikmu setelah sembuh, nanti. Biar aku yang menanggung semua biayanya." titah Davien menghentikan langkah Liana.

"Mas Davien sedang bercanda, kan?" tanya Liana berjalan dan menekuk ke dua lututnya agar sejajar dengan Davien. "Mas, sekolah itu mahal. Kita juga tidak saling mengenal. Mas Davien tidak perlu menolong kita sejauh ini. Aku sudah sangat bersyukur, saat Mas Davien mau membayar semua biaya rumah sakit adikku. Tapi untuk menyekolahkan adikku, aku rasa Mas Davien sangat berlebihan." ujar Liana.

"Darahmu sangat berarti untukku. Jika kamu tidak mendonorkan darahmu secepatnya, apa yang akan terjadi padaku? Aku bisa mati, Liana. Dan aku tidak akan bisa melihat dunia ini lagi. Jadi, jangan tolak semua apa yang aku berikan padamu!" titah Davien. "Sekarang, antar aku ke kamar adikmu." sambungnya lagi.

Liana tersenyum, dia meneteskan air matanya sambil menggenggam tangan Davien. "Mas, terimakasih sekali, kamu sudah mau membantuku. Aku janji, aku akan melakukan apapun yang aku bisa. Aku berjanji, Mas! Terimakasih, Mas Davien. Aku berhutang budi padamu!" ucap Liana.

"Sudahlah. Aku akan meminta sesuatu jika aku membutuhkan sesuatu!" jawab Davien. 'Iya, aku akan meminta wanita ini untuk menjadi istri simpanan ku. Tapi, aku harus memastikan sikap dan sifat Liana. Aku takut, semua sikap dan sifatnya yang sedari tadi, dia keluarkan adalah drama!' batin Davien.

Liana menghapus air matanya. Dia bangkit dari jongkoknya. "Aku berjanji, Mas. Aku akan patuh dengan perintah Mas Davien. Aku bisa membalas semua kebaikan Mas Davien dengan cara bekerja di rumah Mas Davien menjadi asisten rumah tangga, Mas!" ucap Liana menatap bahagia wajah Davien.

"Sudahlah. Jangan di pikirkan lagi. Sekarang, kita pergi ke ruang adikmu, saja!" titah Davien membuat Liana mengangguk patuh. Dia mulai berjalan sambil mendorong kursi roda Davien.

'Aku tidak menyangka, akan bertemu dengan pria yang berhati malaikat. Terimakasih, Tuhan. Aku sangat bersyukur dan bahagia!' batin Liana.

Setelah beberapa menit Liana mendorong kursi roda. Kini mereka sudah sampai di depan ruangan yang terlihat kumuh.

"Kenapa kita berhenti?" tanya Davien.

"Kita sudah sampai, Mas. Di dalam ruangan ini, ada kamar adikku!" jawab Liana.

"Adikmu di rawat di sini? Kenapa tidak di ruang VIP saja? Di sini terlalu ramai. Pasti adikmu sangat terganggu dengan keramaian ini!" jawab Davien.

"Sudah biasa, Mas. Mas tidak perlu khawatir. Ayo, kita masuk, Mas!" titah Liana membuka pintu ruangan.

Davien menatap beberapa bangsal yang terisi penuh. "Aku akan pindahkan adikmu ke kamar VIP, agar aku bisa leluasa menjenguknya!" titah Davien.

"Tidak perlu, Mas. Di sana mahal. Adikku sudah biasa di sini." tolak Liana.

"Kak!" panggil Viola saat melihat Liana datang.

"Bagaimana keadaanmu? Kamu baik-baik saja, kan? Apa masih sakit?" tanya Liana mencium kening Viola sekilas.

"Lumayan, Kak! Dokter sudah memberikan pertolongan pertama padaku. Kakak sama siapa? Dia pacar kakak?" tanya Viola sambil menatap Davien.

"Viola, kamu tidak boleh bicara seperti itu. Mas Davien sudah mempunyai--"

"Biarkan saja. Dia masih kecil. Kamu tidak perlu memarahinya!" potong Davien. "Perkenalkan namaku Davien." titah Davien sambil mengulurkan tangannya.

"Viola, Kak! Tapi maaf, tanganku tidak bisa membalas jabat tangan kakak. Aku sedang sakit, dan aku membawa virus!" ucap Viola.

"Tak apa!" jawab Davien menurunkan tangannya. "Kamu tenang saja, aku akan membiayai semua pengobatanmu sampai sembuh." titah Davien.

"Kak, kakak tidak berbohong? Kakak mau menanggung semua biaya pengobatanku? Itu sangat mahal, Kak! Kakak tidak perlu mengeluarkan banyak uang. Cukup melihat kakakku bahagia, aku sudah bahagia! Selama ini, kakakku banyak mengorbankan waktunya untuk merawatku. Aku yakin, Kak Davien dan Kak Liana tidak punya waktu untuk berduaan?" lirih Viola.

"Vi, apa yang kamu bicarakan, Hem? Kakak dan Mas Davien tidak mempunyai hubungan apapun. Kita baru kenal. Kamu jangan lancang, Kakak tidak suka!" bisik Liana yang dapat di dengar oleh Davien.

"Sudahlah, Li. Namanya juga anak kecil, kamu tidak boleh memarahinya." ucap Davien.

"Tapi, Mas. Aku takut mendapatkan masalah baru. Apalagi Mas Davien sudah--"

"Li, jangan di teruskan." potong Davien membuat Liana terdiam.

"Oh, iya, Viola. Kamu mau melanjutkan sekolah?" tanya Davien.

"Mau, Kak! Aku mau sekolah! Tapi, tidak perlu, kak! Aku tidak mau membebani Kak Liana!"

"Siapa yang membebani Kakakmu, Vi. Aku sendiri yang akan membiayai semua pendidikanmu. Bila perlu, aku akan biayai sampai sarjana!" ucap Davien membuat Liana terkejut.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!