"Paper bag?" gumam Liana, 'Aduh, aku lupa menyembunyikan paper bag yang berisi gaun pengantin itu. Bagaimana kalau Viola bertanya macam-macam!' batin Liana kebingungan.
"Kak, kenapa kakak diam saja? Itu paper bag Kakak? Apa isinya makanan? Kalau makanan, aku mau, Kak! Kebetulan aku lapar!" lirih Viola.
"Em, ini bukan makan, Vi!" jawab Liana lirih.
Viola mengerucutkan bibirnya, "Lalu apa kalau bukan makanan, Kak? Apa isinya baju untukku? Kakak sempat membawakan pakaian ganti untukku? Wah, Kakak memang Kakak terbaik. Aku sangat senang mempunyai Kakak seperti Kak Li. Sekarang, aku boleh ganti pakaianku, kan? Aku malas menggunakan pakaian rumah sakit. Bau obat, kak!" ujar Viola berusaha mengubah posisi tidurnya menjadi duduk.
"Est, kamu mau apa, Vi? Kamu baru selesai operasi. Jangan banyak bertingkah. Sebaiknya, kamu istirahat saja!" cegah Liana lalu meminta adiknya untuk merebahkan tubuhnya lagi.
"Tapi, Kak. Hanya sedikit nyeri saja. Dan aku tidak apa-apa. Lagi pula, aku ingin mengganti pakaian. Aku gerah Kak, Li! lihat, keringatku sudah menetes ke sembarang arah!" gerutu Viola.
"Tapi ini bukan pakaianmu, Vi. Kamu tidak perlu tahu, apa isi dari paper bag ini. Yang perlu kamu tahu hanya satu, kamu sudah sembuh dan kamu di larang banyak gerak. Kamu masih membutuhkan istirahat. Apa kamu mau, terjadi sesuatu dengan jahitanmu, Hem? Apa kamu melihat Kakak nangis di depanmu? Sekarang, turuti saja perintah Kakak." ujar Liana mengambil dan membawa paper bag itu pada Davien.
"Mas, aku titip paper bag ini, aku tidak mau Viola mengetahui gaun ini." pinta Liana.
Davien mengambil paper bag yang berisi gaun pengantin. "Sebaiknya, kita pulang. Aku akan meminta Boy untuk menjaga adikmu. Kau tidak perlu takut, akan terjadi sesuatu buruk pada adikmu. Semua ini demi pernikahan yang kau sembunyikan. Tapi jika kamu menginginkan pernikahan ini sampai terdengar ke telinga Viola, aku dengan sangat suka rela, mengeluarkan isi gaun pengantin ini." ancam Davien.
"Aku tidak bisa pulang, Mas. Walaupun akan ada sekertarismu, tapi aku rasa ... aku tidak percaya dengan siapapun. Aku ingin menjaga adikku sendiri. Kamu pulanglah. Aku tidak akan kabur. Kita sudah di ikat dalam sebuah janji suci. Kamu bilang mempercayai aku, Mas!" pinta Liana.
"Memangnya aku pria bodoh yang mudah di tipu olehmu. Aku tidak akan mudah di tipu oleh wanita sepertimu. Aku tahu, kau sedang menghindar dariku, kan? Kita pulang sekarang juga. Dan kemasi barangmu. Aku sudah membelikan rumah untuk kalian tempati. Jadi, aku tidak perlu mencari alasan jika datang ke rumah." titah Davien yang membuat Liana sedikit terkejut atas ucapan suaminya.
"Kamu beli rumah, Mas? Bukankah kamu tahu, aku sudah mempunyai rumah. Dan aku tidak akan pergi dari rumah itu. Aku tidak akan pergi dari rumah peninggalan orang tuaku. Maafkan aku, Mas. Aku tidak bisa menerima rumah itu." tolak Liana memutar tubuhnya.
Davien menggenggam tangan Liana, dia membawa istrinya berjalan keluar ruangan dan semua itu di lihat oleh Viola.
Viola menautkan ke dua alisnya saat melihat interaksi Kakaknya dan pria yang sudah berbaik hati membantu semua biaya pengobatannya sampai sembuh.
"Kak Li, semakin akrab dengan Kak Davien. Tapi kata Kak Li, Kak Davien sudah mempunyai istri. Ya, Tuhan. Jangan sampai mereka mempunyai perasaan, kasihan istrinya Kak Davien. Dan aku harus bicarakan semua ini pada Kak Li." gumam Viola melihat Liana dan Davien keluar ruangan.
Setelah keluar dari ruang inap adiknya. Liana berusaha menepis tangan suaminya yang menggenggam erat.
"Mas, lepasin. Aku sudah bilang, jangan terlalu dekat. Ini tempat umum, aku tidak mau rahasia kita terbongkar." lirih Liana memohon.
"Turuti semua perintah suamimu ini. Ikut pulang denganku, biar Boy yang menjaga adikmu. Atau, aku bongkar pernikahan ini di depan adikmu. Aku yakin, adikmu akan marah dan membencimu. Aku yakin, adikmu berpikir buruk tentangmu." ancam Davien.
"Iya, aku pulang. Tapi lepasin aku dulu! Aku tidak mau orang-orang di sini melihat sikapmu yang seperti ini. Bagaimana, kalau di antara banyaknya orang di rumah sakit, ternyata ada yang mengenalimu? Itu sangat tidak lucu, Mas!"
Davien melepas cengkraman tangannya. Dia menatap beberapa orang yang melintasi dirinya. "Cepat masuk, dan berpamitan dengan adikmu. Aku akan menghubungi Boy." titah Davien.
"Hem. Aku masuk!" kesal Liana berjalan masuk menuju ruang inap adiknya.
Viola tersenyum bahagia, saat melihat kakaknya muncul dari balik pintu.
"Kak, sinih duduk!" titah Viola membuat Liana menjatuhkan pantatnya di kursi samping ranjang adiknya. "Di mana Kak Davien?" tanya Viola lagi.
"Ada apa mencari Mas Davien?" tanya Liana yang mendapat gelengan kecil dari adiknya.
"Tidak apa-apa, memangnya aku tidak boleh mencari Kak Davien."
"Dia ada di luar. Oh, iya. Kakak harus pulang, kamu bilang ... kamu butuh pakaian kan? Jadi, Kakak mau pulang mengambil pakaian untukmu. Tapi, Kakak takut meninggalkanmu sendiri." ujar Liana.
"Tidak perlu takut atau cemas, Kak. Aku tidak apa-apa. Kakak pulang diantar Kak Davien atau pulang sendiri?" tanya Viola.
"Biar aku yang mengantar Kakakmu. Kau tenang saja, Viola. Kakakmu aman di tanganku!" timpal Davien yang baru saja masuk ke dalam ruangan.
"Kak Davien!" lirih Viola, "Ya, sudah. Aku titip Kak Liana. Terimakasih sudah mau mengantar pulang Kakakku. Hati-hati kak!" sambungnya lagi. 'Aky tidak mungkin bicara di depan Kak Davien kalau aku meminta Kak Liana untuk menjaga jarak. Aku takut, Kak Davien tersinggung dengan ucapanku. Mau bagaimana pun, Kak Davien sudah baik sekali padaku. Dia sudah membayar semua pengobatanku sampai aku sembuh!' batin Liana.
"Hem. Kakak akan meminta sekertaris Kakak untuk menjagamu. Dia bernama Boy. Jadi, jika ada pria datang bernama Boy, kamu tidak perlu takut." titah Davien.
"Iya, Kak. Sekali lagi, aku ucapkan terimakasih." jawab Viola melempar senyum manisnya.
"Kak Li, tinggal sebentar saja ya! Kakak janji, akan cepat kembali ke rumah sakit sambil membawa pakaian gantimu." ucap Liana lalu menci um kening adiknya.
"Iya, Kak!" jawab Viola melihat kepergian Kakaknya.
Liana berjalan keluar ruangan di ikuti oleh Davien di belakangnya.
"Mas, kamu tidak perlu bicara kalau kamu yang mengantarkan aku. Lihat ekspresi Viola, dia seperti orang yang bertanya-tanya, Mas!" ujar Liana sambil berjalan keluar rumah sakit.
Tak ingin menjawab ucapan istrinya, Davien lebih memilih mempercepat langkahnya.
Liana menghembuskan napasnya kasar saat melihat pria yang berada di sampingnya, kini sudah berjalan di depannya.
'Aku tidak bahagia dengan semua ini. Aku benci keputusanku untuk menikah dengan Mas Davien!' jerit Liana.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments