Bab 18

"M-maaf, Pak. Tapi ini tidak seperti yang warga lihat. Aku bisa jelaskan. Aku hanya--" ucapan Liana terpotong saat mendengar salah satu ibu-ibu yang sedang bergosip berteriak keras menyindirnya.

"Pak, mereka baru saja berbuat me*um. Kita semua di sini sudah memantaunya dari pria itu masuk sampai pria itu keluar. Lihat saja, pakaian si pria sudah acak-acakan tak jelas!" teriak salah satu ibu-ibu yang di setujui oleh ibu-ibu lain.

"Liana, Pak RT tidak menuduhmu. Pak RT hanya ingin penjelasan dari kamu agar ibu-ibu itu tidak menggosipkan kamu. Pak RT juga tahu, kalau kamu gadis yang sangat baik dan mengerti batasan. Kamu tidak mungkin berbuat apa yang diucapkan ibu-ibu itu. Jadi, kamu jelaskan pada kita semua ya, siapa laki-laki yang berada di sampingmu. Apa dia saudaramu atau kekasihmu?" ujar Pak RT dengan lembut.

Liana menatap wajah Davien lalu menundukkan kepalanya.

"Maaf, pak. Tapi aku sama sekali tidak berbuat me*um dengan pria ini. Perkenalkan, dia Mas Davien, dia orang yang sudah membiayai semua pengobatan Viola. Dan dia bilang, dia kecapean. Jadi, aku bawa dia ke rumah. Maaf kalau aku sudah lancang membawa Mas Davien ke rumah tanpa izin dari Pak RT." lirih Liana.

Mendengar jawaban dari istrinya, seketika menganggukkan kepalanya. "Benar apa yang dikatakan Liana. Aku kecapean. Dan karena Liana mencemaskanku, jadi Liana memintaku untuk beristirahat sejenak. Aku dan Liana tidak mungkin melakukan hal yang di pikirkan ibu-ibu di sana. Mereka tidak melihat apa yang sebenarnya terjadi." jawab Davien dengan tenang.

Liana menatap wajah suaminya sejenak. 'Terimakasih sudah membantuku, Mas. Akhirnya kamu mengerti, jika aku belum sanggup mengatakan yang sejujurnya kalau kita pasangan suami istri. Aku tidak mau ada gosip tentang kita di rumahku ini.' batin Liana.

"Oh, jadi pria ini yang membiayai pengobatan Viola. Syukurlah, kalau semua ucapan ibu-ibu itu tidak benar. Tapi kamu mau kemana, Li? Kenapa bawa koper?" tanya Pak RT kebingungan.

"Aku akan membawa Liana ke rumah sakit. Dia sudah di tunggu adiknya. Mohon maaf, kita tidak punya banyak waktu, karena setelah operasi selesai, kita belum sempat melihat keadaan Viola. Sekali lagi, aku harus membawa Liana pergi!" jawab Davien, "Ayo, Liana masuk ke dalam mobil!" titah Davien.

Liana tersenyum hangat, "Maaf, Pak RT. Aku harus ke rumah sakit, kasihan Viola jika harus menunggu terlalu lama."

"Pergilah dan hati-hati. Bila kamu membutuhkan sesuatu, bisa hubungi tetangga terdekat atau saya," titah Pak RT.

"Iya, Pak. Terimakasih atas bantuan yang Bapak berikan. Aku harus pergi!" jawab Liana kemudian masuk ke dalam mobil suaminya.

Davien berlari memutari mobilnya dan masuk ke dalam mobil.

Pak Rt melambaikan tangannya saat melihat mobil yang di tumpangi Liana berjalan menjauhinya.

"Kenapa kamu merahasiakan pernikahan ini, Li?" tanya Davien setelah mobil berjalan membelah jalanan di ibukota Jakarta.

"Memangnya kenapa, Mas? Kamu juga mendukungku kan? Aku tidak mau membuat masalah baru. Cukup kita bertiga yang tahu tentang pernikahan kita, Mas." jawab Liana menatap lurus ke depan.

"Terserahmu. Aku juga tidak perduli dengan pernikahan ini. Yang aku inginkan hanya seorang anak yang tumbuh di dalam rahimmu." jawab Davien.

"Iya, semoga saja hal itu cepat terjadi dan kita bisa berpisah tanpa ada yang tahu kita pernah menikah." lirih Liana.

"Tapi, setelah adikmu keluar dari rumah sakit, aku akan mendaftarkan dia sekolah di luar negeri. Dan aku tidak butuh penolakan darimu." ucap Davien membuat Liana seketika syok.

"Apa?" pekik Liana tak percaya, dia langsung menatap wajah suaminya yang sedang fokus menyetir. "Kamu bicara apa, Mas? Kamu mau mengirim adikku keluar negeri? Aku tidak setuju, Mas. Viola adikku, jadi kamu tidak berhak mengatur hidupnya. Yang berhak atas Viola hanya aku, Mas! Bukan kamu!" ketus Liana.

"Tapi aku tidak butuh bantahan darimu. Aku akan bicara semua ini kepada Boy. Bukankah yang aku lakukan merupakan kesempatan yang sangat langka? Banyak orang yang menginginkan kesempatan ini. Sekolah di luar negeri, mempunyai teman luar negeri dan kau bisa bangga dengan adikmu sendiri."

"Aku tidak setuju, Mas. Batalkan saja niatmu. Aku tidak akan setuju. Viola adikku, hanya dia yang aku punya di dunia ini. Aku tidak terima dengan keputusanmu yang ingin menjauhkanku dari adikku. Kamu boleh siksa aku, tapi kamu tidak boleh jauhkan aku dari adikku!" kesal Liana mere mas jemarinya yang berada dalam pangkuannya.

Mendengar jawaban dari istrinya, Davien segera menepikan mobilnya di pinggir jalan.

Melihat mobil yang ditumpangi menepi di pinggir jalan, Liana seketika memalingkan wajahnya dari sang suami.

"Aku tetap dengan keputusanku, Mas. Kamu mau marah padaku, aku persilahkan!" ketusnya.

"Coba kau pikir, jika kita tidak membawa adikmu ke luar negeri. Adikmu akan tahu semuanya, adikmu akan tahu tentang pernikahan kita. Kau sendiri yang memintaku untuk merahasiakan pernikahan ini pada adikmu. Aku hanya membantumu," kesal Davien.

"Tapi tidak seperti ini, Mas. Kita punya cara lain, tidak perlu membawa Viola keluar negeri. Aku tidak mau hidup sendiri. Kalau istrimu pulang, aku yakin ... kamu jarang menemuiku. Apalagi, kalau aku hamil? Siapa yang akan menjagaku kalau bukan Viola, Mas. Biarkan Viola di sini. Aku tidak mau berjauhan dengannya." tolak Liana yang keras kepala.

"Sebagai kepala rumah tangga yang baik, aku memperbolehkan adikmu tinggal bersamamu. Tapi dia harus tahu semuanya. Aku tidak mau, dia syok saat melihatmu hamil." ujar Davien menancapkan gas mobilnya lagi.

"Aku pikirkan dulu dengan matang, Mas. Lagi pula, Viola baru selesai operasi, aku tidak mungkin bicara sekarang." jawab Liana menyenderkan kepalanya di kaca pintu mobil. 'Aku tidak tahu, apa yang akan terjadi setelah aku memberitahukan semuanya pada adikku, nanti.' batin Liana.

Tak terasa, setelah perdebatan yang cukup hebat di dalam mobil. Akhirnya, kini mobil yang ditumpangi Liana sudah sampai di depan rumah sakit. Mereka turun dan masuk ke dalam rumah sakit tanpa membawa satu pakaian ganti untuk Viola. Karena semua pakaian ada di dalam koper.

Sebelum Liana masuk ke dalam ruang inap adiknya, dia menyempatkan mengetuk pintu ruangan tersebut.

Tok ...

Tok ....

"Kakak masuk!" titah Liana sembari membuka pintu kamar adiknya.

Viola tersenyum bahagia saat melihat Kakaknya datang, tapi senyumnya memudar saat melihat pria di belakang kakaknya.

"Kak Liana semakin akrab saja dengan Kak Davien. Aku pikir, Kak Davien hanya ingin mengantar Kak Liana pulang ke rumah. Tapi dugaanku salah, Kak Davien mengantarkan Kak Liana ke rumah sakit lagi,' batin Viola.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!