"Sudahlah, Liana. Aku beritahu padamu. Jika Citra sudah bersama teman-temannya, dia seakan melupakan hal sekitarnya termasuk aku. Tapi kamu tenang saja, Citra sebentar lagi kembali. Atau kamu sudah capek menjagaku? Kalau kamu sudah capek, kamu bisa pergi!" titah Davien.
"Aku tidak capek, Mas!" jawab Liana sesekali melirik pintu ruangan. 'Viola sudah makan belum, ya? Biasanya aku yang menyuapi Viola. Tapi aku juga tidak enak kalau izin keluar. Mas Davien sudah seperti malaikat baik yang mau membantuku!' batin Liana mengusap wajahnya dengan kasar. "Mas, aku boleh ke kamar mandi, sebentar saja!" izin Liana.
"Pakai saja kamar mandi yang ada di dalam ruangan ini!" jawab Davien.
"Iya, Mas!" ucap Liana bangkit dan berjalan menuju kamar mandi.
Setelah sampai di kamar mandi, Liana berjalan mondar-mandir. "Bu Citra lama sekali. Aku benar-benar tidak enak hati berduaan terlalu lama dengan Mas Davien. Aku takut menimbulkan fitnah!" lirih Liana.
Di atas ranjang, Davien menelfon sekertarisnya.
"Boy!" panggil Davien setelah telfonnya tersambung.
"Tuan, ada apa Tuan menelfon saya?" tanya Boy yang berada di kantor milik Davien.
"Aku butuh bantuanmu. Kau urus semua tagihan rumah sakit atas nama Viola. Rumah sakit yang sedang aku tempati. Dan satu lagi, Carikan donor jantung untuk Viola, tapi jangan sampai Citra tahu. Aku tidak mau membuat Citra marah padamu!" titah Davien.
"Baik, Tuan. Setelah saya selesai mengerjakan pekerjaan di kantor, saya akan datang ke rumah sakit. Tuan bisa kirim nama rumah sakitnya melalui pesan saja?" tanya Boy.
"Hem, aku akan kirim. Tapi ada satu lagi, belikan dua ponsel baru." titah Davien.
"Dua ponsel baru? Untuk Nyonya Citra?" tanya Boy keceplosan.
"Bukan. Aku sedang tertarik dengan seseorang. Dan aku ingin mendapatkan seseorang itu. Jadi, aku mau ... dia merasa berhutang budi padaku. Rahasiakan ini pada Citra. Aku hanya butuh seorang anak untuk meneruskan generasiku!" titah Davien..
"Ba-baik, Tuan!" jawab Boy.
Davien mengakhiri panggilannya dan melihat Liana keluar dari kamar mandi.
Liana tersenyum saat melihat pria yang sedang menatapnya.
"Mas," panggil Liana, "Aku boleh--" ucapan Liana terhenti saat melihat pintu terbuka.
"Hai, sayang! Lihat, aku belanja banyak hari ini!" ujar Citra yang baru saja datang sambil membawa beberapa paper bag berisi belanjaannya.
"Bagaimana harimu? Menyenangkan?" tanya Davien.
"Sangat menyenangkan." jawab Citra memeluk suaminya, lalu pandangannya menatap ke arah wanita yang sedang berdiri tak jauh darinya. "Kau boleh pergi. Aku sudah datang! Ingat, ini belum seberapa. Tas mahalku sudah kotor karena ulahmu!" ketus Citra.
"Ba-baik, Bu. Kalau begitu, saya permisi!" pamit Liana lalu berjalan keluar ruangan.
Davien menatap kepergian Liana. "Citra, aku tidak suka dengan sikapmu yang seperti tadi. Hanya karena tas, kamu--"
"Mas, kalau kita biarkan saja. Wanita sepertinya akan terus berulah. Aku tidak mau, wanita miskin seperti berulah terus. Dan ada apa denganmu, Mas? Kenapa sikapmu tiba-tiba berubah? Kamu tidak pernah bersikap hangat dengan orang lain, apalagi orang yang tidak pernah kamu kenal. Kamu suka dengan dia, Mas? Kamu suka wanita kusam dan dekil? Ingat, Mas! Kamu sudah mempunyai istri. Aku ini istrimu, Mas! Tidak pantas kamu menyukai wanita lain. Apalagi wanita itu, wanita bau. Mau di taruh mana mukamu? Apa kata rekan kerjamu, Mas!" ketus Citra.
"Jaga ucapanmu, Cit. Mana mungkin aku menyukai wanita muda sepertinya."
"Ya, sudah. Kenapa sikapmu aneh dengan wanita itu? Apa jangan-jangan wanita itu sudah menggodamu, iya? Aku tidak bisa biarkan ini. Aku harus temui wanita itu. Aku tahu, kamu tampan Mas! Tapi kamu milikku bukan milik orang lain!" kesal Citra emosi.
"Cit, Cukup! Aku mau kamu duduk di sini!" titah Davien.
"Aku tidak mau duduk, Mas! Aku harus memberi wanita itu pelajaran. Memangnya secantik apa dia! Sampai-sampai dia berani menggodamu! Atau mungkin, dia ingin membalas perlakuanku di luar ruangan! Benar-benar wanita tidak tahu diri. Wajahnya saja yang polos, tapi hatinya busuk!" ketus Citra.
"Dia tidak pernah menggodaku. Kau saja yang terlalu berlebihan. Duduklah!" titah Davien.
"Aku tidak yakin kalau wanita itu tidak menggodamu, Mas!"
"Duduk Citra! Jangan terlalu cemburu buta. Aku ini suamimu, tidak mungkin aku tergoda dengan wanita lain!" pekik Davien membuat Citra menjatuhkan pantatnya di kursi samping ranjang Davien.
"Untuk kali ini, aku diam, Mas! Tapi jika hal ini terjadi lagi, aku akan mencakar-cakar wanita itu!" ketus Citra.
"Diam, dan aku akan kirimkan uang belanja untukmu." titah Davien.
Mendengar kata uang, Citra tersenyum bahagia, "Kamu benar, Mas? Kamu mau mengirimkan uang belanja lagi untukku?" tanya Citra tak percaya.
"Iya. Aku akan melakukan apapun untukmu. Tapi, aku mau pulang hari ini juga!" titah Davien.
"Ah, sayang!" ujar Citra memeluk tubuh suaminya, "Aku sangat beruntung mempunyai suami sepertimu, Mas! Maka dari itu, aku takut kalau kamu tergoda wanita lain!"
"Aku mau kamu hamil, Cit! Hamil anak kita!" titah Davien.
"Aku tidak mau hamil, Mas. Kalau aku hamil, itu artinya tubuhku sudah tidak cantik lagi? Kamu mau melihat tubuh gemuk? Kamu mau melihat aku menggunakan daster. Tidak mau, Mas! Kalau aku hamil, aku tidak bisa pergi bersama teman-temanku! Kamu harus terima aku apa adanya, Mas!" jawab Citra melepaskan pelukannya.
"Aku tidak akan mempermasalahkan tubuhmu, Cit. Kamu mau gemuk atau kusam, aku tidak perduli. Kamu tetap cantik di mataku."
"Kamu sekarang bisa bilang seperti itu! Tapi kita tidak tahu kedepannya. Aku tidak bisa memastikan ucapanmu, Mas! Intinya, aku tidak mau hamil. Kita bisa rawat bayi dari panti asuhan, Mas!"
"Cit, aku mau anak dari rahimmu. Aku mau bayi darah dagingku!" kesal Davien.
"Kita bisa menggunakan cara lain, Mas. Kita bisa punya anak tanpa aku mengandung. Mas Davien tahu sendiri, tubuh teman-temanku sangat indah."
"Aku tidak butuh tubuh teman-temanmu. Kamu ini istriku!" emosi Davien.
"Ish, kalau aku hamil, aku takut jelek, Mas!" kesal Citra.
"Kamu cantik, sayang! Setelah aku pulang, kita coba, kita buat--"
"Iya, iya. Ya, sudah. Jangan banyak bicara. Kamu istirahat saja!" kesal Citra, 'Aku di suruh hamil anak Mas Davien? Itu tidak mungkin. Aku tidak mau, tubuhku menjadi kendur dan banyak lemak. Tapi kalau aku tidak menyetujui ucapan Mas Davien, aku takut ucapan Rina benar terjadi. Sebaiknya, aku setujui saja. Setelah aku berhubungan, aku harus meminum pil KB tanpa sepengetahuan Mas davien.' batin Citra.
'Aku tidak yakin Citra patuh dengan ucapanku. Pasti dia akan menghalalkan segala cara agar tidak hamil anakku!' batin Davien.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments
Veronica Maria
perempuan egois. takut hamil ya jgn nikahlah
2023-09-23
0
kia
citra ,citra ,, keegoisan mu akan menghancurkanmu
2023-07-06
0