Bab 15

Liana mempercepat langkahnya, dia mengikuti setiap langkah suaminya yang menurutnya tergesa-gesa. Sampai di mana, mereka berada di sebuah parkiran mobil.

"Masuklah dan jangan banyak bicara. Aku tidak suka dengan wanita yang banyak bicara!" titah Davien.

Liana membuka pintu mobil dan masuk ke dalam di ikuti oleh Davien.

Akhirnya, mobil yang dikendarai Davien membelah jalanan di ibu kota.

"Tunjukan alamat rumahmu." titah Davien setelah beberapa menit keadaan hening.

"Kenapa baru sekarang, Mas? Kita sudah jalan dari rumah sakit, loh! Aku pikir, kamu tahu alamat rumahku!" jawab Liana lalu menjelaskan detail rumahnya.

Davien mengangguk paham. Dia menancapkan gas mobilnya lagi lebih cepat.

Setelah menjelaskan, Liana kembali menatap pepohonan di pinggir jalan. Tiba-tiba dia teringat akan keberadaan istri Sah dari suaminya. Dengan perasaan ragu dan lirih Liana mencoba bertanya. "Mas, di mana Bu Citra?" tanya Liana lirih.

Davien menatap sekilas wanita di sampingnya. "Untuk apa bertanya tentang istriku? Bukankah, kamu sudah dengar tadi? Istriku sedang pergi bersama teman-temannya." jawab Davien.

"Pergi? Pergi kemana, Mas?"

"Tidak perlu tahu, kemana istriku pergi. Itu bukan urusanmu. Urusanmu sekarang hanya memberiku keturunan."

'Padahal, aku hanya ingin bertanya saja. Apa salahnya aku bertanya tentang Bu Citra, tapi rupanya Mas Davien sangat mencintai Bu Citra sampai-sampai dia merahasiakan kepergian istrinya.' batin Liana kembali menatap lurus ke depan.

Davien menghentikan mobil di depan rumah yang sangat sederhana. Iya, rumah sederhana yang terletak di dekat jalan raya.

"Ini rumahmu?" tanya Davien menatap bangunan kecil di depannya.

"Iya, Mas. Aku turun dan mengambil beberapa pakaian untuk Viola. Aku tidak mau Viola menungguku terlalu lama!" ucap Liana sambil membuka pintu mobil.

"Siapa yang mengizinkanmu pergi, ha? Aku tidak mengizinkanmu kembali ke rumah sakit. Adikmu sudah di jaga oleh Boy. Kau tenang saja! Sekarang, waktunya kita berdua!" cegah Davien mencengkram tangan istrinya.

Liana menoleh, "Berdua?" gumamnya yang masih bisa di dengar suaminya.

"Hem!" ketus Davien.

'Berdua? Apa arti ucapan Mas Davien itu tentang hubungan setelah menikah? Kan dia menikahiku karena menginginkan keturunan.' batin Liana menggelengkan kepalanya, 'Aku belum siap. Bagaimana kalau aku hamil! Viola pasti akan berpikir buruk tentangku!' sambungnya lagi.

"Turun dan ambil semua barang-barang adikmu dan kau! Kita pindah sekarang juga!" titah Davien melepaskan cengkraman tangannya.

"Mas, kita pindah besok saja. Ini sudah sore, dan kasihan Mas Davien, pasti Mas Davien capek, Mas perlu istirahat total." bujuk Liana.

Tak ingin mendengar penolakan dari istrinya, Davien melepas sabuk pengamannya dan membuka pintu mobil.

Setelah Davien turun dari mobil, Liana pun ikut mengekor. Mereka berjalan menuju pintu utama rumah Liana.

"Cepat buka, dan kemasi barang-barangmu!" titah Davien tak ingin di bantah.

Dengan tangan gemetar, Liana mengambil kunci pintu rumahnya yang terselip di saku celana.

Berulang kali, Liana mencoba memasukkan kunci pintu ke dalam lubang pintu tapi berulang kali juga dia gagal karena tangannya yang tak berhenti gemetar.

Davien yang melihat sikap Liana pun jengah. Dia mengambil kunci dan membuka pintu utama rumah istrinya.

"Lain kali, tenanglah. Tidak perlu gemetar atau Tremor." ketus Davien melangkah masuk ke dalam rumah yang terasa sempit baginya. Dia menjatuhkan pantatnya di kursi kayu yang berada di ruang tamu.

Liana berjalan masuk ke dalam kamarnya dan mengemas beberapa pakaian yang perlu dia bawa.

"Aku tidak perlu membawa pakaian yang banyak. Aku tidak tahu, sampai kapan aku di rumah Mas Davien." lirih Liana memasukkan pakaiannya ke dalam koper.

Di ruang tamu. Davien meluruskan kakinya di kursi kayu. Pegal, itulah yang di rasakan Davien setelah beberapa menit duduk di kursi yang terbuat dari kayu, sehingga dia beranjak dari tempat duduknya dan berjalan menuju kamar istrinya.

Liana terkejut saat melihat suaminya masuk ke dalam kamar.

"Mas, kamu mau ngapain?" tanya Liana menutup koper yang berisi pakaiannya dan pakaian adiknya.

"Cepatlah, aku sudah gerah!" titah Davien mendudukan pantatnya di tepi ranjang.

"A-aku sudah selesai, Mas. Sekarang, kita pergi saja. Aku tidak mau ada tetangga menuduh kita melakukan hal buruk!" ajak Liana mengangkat kopernya.

"Hem, tapi aku rasa ... aku butuh istirahat sejenak di kamar istriku ini. Tidak apa-apa, kan?" ucap Davien menghentikan kaki Liana yang hendak berjalan menuju pintu kamarnya.

"Istirahat?" gumam Liana memutar tubuhnya. "Mas, kamu bisa istirahat di rumahmu. Di sini panas tidak ada AC, dan di sini sempit. Kamu bisa sesak napas jika terlalu lama berada di sini. Sebaiknya, kita pergi. Tidak enak juga kalau di lihat tetangga. Apa kata mereka? Mereka bisa menuduh kita melakukan hal senonoh di rumah." ucap Liana yang berusaha memberikan pengertian pada suaminya.

"Haha ... memangnya kita pasangan pacaran? Ingat, Liana! Kita sudah menikah. Jadi, tidak ada yang berani memarahi kita. Justru mereka akan mengucapkan selamat untuk pernikahan kita." jawab Davien menyilangkan tangannya di belakang kepala. "Aku mau istirahat. Jangan ganggu aku!" sambungnya lagi.

Liana berjalan beberapa langkah menujunya suaminya. "Mas, aku mohon ... ini bukan masalah kita sudah menikah atau belum, tapi ini masalah tetangga. Asal Mas tahu, tetangga di sini tidak ada yang tahu kalau aku sudah menikah denganmu. Mereka pikir, kamu temanku bukan suamiku. Tolong mengerti posisiku!" lirih Liana sambil mengatupkan ke dua tangannya di dada. "Kita pergi sekarang, aku mohon!" sambungnya lagi.

Davien memejamkan mata, dia menghirup udara di kamar istrinya berulangkali. "Tidurlah di sampingku!" titah Davien yang lagi dan lagi mengejutkan wanita yang tengah memohon.

"Tidur?" gumam Liana.

"Iya, tidur di sampingku dan nikmati sore ini dengan tenang. Jangan lupa, pintu depan di tutup." sambungnya lagi yang mendapat penolakan dari Liana.

"Aku tidak mau tidur bersamamu, Mas. Aku mau duduk di ruang tamu. Kalau kamu mau tidur, silahkan tidur. Aku tidak akan mengganggumu!" ucap Liana.

"Tujuanku menikahimu karena apa?" tanya Davien dengan mata terpejam. "Apa aku perlu meminta Boy datang kemari dan membacakan kertas perjanjian itu agar kau ingat dengan status pernikahan kita!"

"Ta-tapi Mas, Viola sedang menungguku. Aku tidak mungkin--"

"Baiklah, itu artinya berita pernikahan ini akan sampai ke telinga adikmu dan aku pastikan adikmu langsung membencimu." ancam Davien.

Liana menghembuskan napasnya kasar. Dia berjalan dan merangkak menaiki kasurnya yang kecil.

'Ya, Tuhan. Jika semua ini akan terjadi pada hari ini juga, izinkan aku melepasnya dengan ikhlas. Agar aku bisa lepas dari pria seperti Mas Davien!' batin Liana.

"Tidurlah! Aku memintamu untuk tidur bukan duduk!" titah Davien lagi.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!