Bab 12

'Mas Davien menatapku dengan tatapan yang berbeda. Apa ucapanku tadi sudah menyinggung perasaannya?' batin Liana.

"Cit, aku akan kirim uang lagi. Tapi jika uang yang aku kirimkan habis lagi. Lebih baik kamu pulang, aku tidak mau kamu menjadi wanita yang boros." ujar Davien berjalan selangkah dan merangkul pundak Liana.

Mata Liana menatap tajam pria di sampingnya, dia berusaha menepis kasar tangan suaminya yang melingkar di pundaknya.

Davien menggelengkan kepalanya lirih, dia meminta agar Liana tidak banyak bicara karena posisinya yang sedang bertelfonan dengan wanita yang di cintainya.

Seakan mengerti dengan bahasa isyarat suaminya. Liana menghembuskan napasnya kasar dan menerima bantuan dari sang suami.

"Mas, kamu sayang padaku, kan? Kamu cinta padaku, kan? Kalau kamu sayang dan cinta padaku, seharusnya kamu tidak mempermasalahkan gaya hidupku." kesal Citra di sebrang sana.

"Kalau aku tidak mencintai, aku tidak akan menikahimu, Cit. Nikmati liburanmu, aku harus kembali bekerja!" ucap Davien sembari membantu Liana yang berjalan tertatih.

'Ya, kalian memang pasangan yang cocok. Tapi kenapa Mas Davien memilih menikah lagi? Mereka bisa membicarakan masalah anak secara baik-baik, kan? Tidak perlu sampai membuatku tersesat!' batin Liana.

Di satu sisi, Citra terkejut saat mendengar ucapan suaminya yang harus kembali bekerja. "Kamu ada di kantor, Mas?" tanya Citra tak menyangka.

"Hem, aku sedang mengurus proyek penting. Mana mungkin, aku berdiam diri di rumah, sayang! Aku melakukan semua ini karena aku ingin kamu mendapatkan kehidupan yang sempurna. Semua kebutuhanmu bisa tercukupi. Jadi, aku mohon padamu ... jangan terlalu boros. Cepatlah kembali, ingat perjanjian kita, Cit!" ujar Davien yang dapat di dengar Liana.

"Hem, aku akan atur nanti, Mas! Ya, sudah. Teman-temanku sudah menungguku, kita mau berbelanja di Mall. Jangan lupa transfer uangnya, mas!" titah Citra yang langsung mengakhiri panggilannya.

Setelah telfonnya terputus. Davien memasukkan ponselnya ke dalam saku celana. "Kamu memang ceroboh! Kalau kamu membutuhkan bantuan, kamu bisa bicara padaku. Tidak perlu sampai drama kaki terkilir. Atau jangan-jangan kamu sengaja melakukan semua ini agar malam nanti aku tidak bisa menyenttuhmu." ujar Davien membantu istrinya berjalan.

"Tidak Mas. Aku tidak sengaja. Aku tergesa-gesa karena memikirkan operasi Viola. Maafkan aku!" lirih Liana.

"Kita obati kakimu terlebih dahulu. Aku tidak mau, kakimu infeksi." titah Davien yang mendapat gelengan kecil dari Liana.

"Tidak perlu, Mas. Antarkan aku ke depan ruang operasi saja. Dan aku minta tolong padamu, Mas."

"Apa?" tanya Davien penasaran.

"Belikan salep atau balsam untuk mengurut kakiku. Kebetulan, aku bisa memijat. Kamu tidak keberatan kan, Mas? Kalau kamu keberatan, aku bisa beli sendiri. Tapi aku mau ... kamu tunggu di depan ruang operasi Viola, ya? Aku tidak mau setelah selesai operasi, tidak ada satu pun orang yang menunggunya di luar." jawab Liana menatap wajah suaminya dari samping.

"Kakimu parah. Jangan membuatku emosi!" ketus Davien menatap lurus ke depan.

'Entah aku harus bersyukur atau justru sedih di perlakukan semanis ini dengan suamiku.' batin Liana.

"Jangan menatapku. Tataplah depanmu!" titah Davien yang tak sengaja melihat istrinya sedang menatap wajahnya lekat.

"Mas, kita sudah sampai. Kamu bisa tunggu di sini. Aku mau ke apotik. Tolong jaga Viola, ya, Mas. Viola pasti senang saat melihatmu!" titah Liana.

"Tunggulah di sini, biar aku yang carikan salep atau balsam pesananmu. Aku tidak bisa membiarkan istriku kesakitan." ucap Davien sambil mendudukkan tubuh istrinya ke bangku yang berada di depan ruangan. "Jika terjadi sesuatu sebelum aku kembali. Kamu bisa teriak meminta tolong pada dokter atau suster." sambungnya lagi.

"Iya, Mas. Terimakasih, ya!" jawab Liana lalu melihat kepergian suaminya.

Setelah melihat kepergian suaminya, Liana menatap Lampu ruangan operasi yang menyala. Di usap wajahnya berulang kali dengan kasar. "Vi, jangan kecewakan Kakak. Kakak sudah mengorbankan semuanya demi kesembuhanmu. Kamu harus sembuh sayang!" lirih Liana meletakkan paper bag yang berisi gaun pengantinnya di samping kursinya.

Davien berjalan menuju apotik yang terdapat di rumah sakit. Dia mencoba berkonsultasi dengan pegawai apotik tentang kejadian istrinya yang terpeleset di toilet.

Setelah mendapatkan obat untuk istrinya. Davien berjalan menuju ruang operasi. Dia bisa melihat istrinya sedang duduk tertunduk.

"Ini obat untukmu!" titah Davien menyodorkan plastik yang berisi salep untuknya.

Liana mendongakkan wajahnya. Dia menerima kantong plastik itu, tapi sebelum Liana menerima kantong plastik yang berisi obatnya, tiba-tiba Davien menyembunyikan kantong plastik itu di belakang tubuhnya.

"Untuk apa kamu menerima kantong plastik ini, Hem?" tanya Davien menekuk lutut di depan sang istri.

"Kamu mau apa, Mas?" tanya Liana saat melihat suaminya berjongkok di hadapannya.

"Beritahu aku, bagian mana yang sakit? Biar aku obati!" tanya Davien.

"Ti-tidak perlu Mas. Kamu bangkit, tidak pantas seorang suami berjongkok di depan istri, Mas. Kamu bangkit, ya! Aku tidak mau ada orang yang melihat kamu jongkok seperti ini, Mas!" rayu Liana.

"Beritahu saja. Setelah itu, aku akan obati." kesal Davien.

"A-aku bisa mengobatinya sendiri, Mas!"

"Jangan bantah aku, atau aku akan membawamu ke ruang praktek dokter dan--"

"Stop, pergelangan kakiku sebelah kiri terasa sakit, Mas. Berikan obat itu, biar aku yang obati kaki ku." pinta Liana.

Tak ingin menjawab ucapan istrinya, Davien mengambil salep di dalam kantong plastiknya.

"Mas, kamu tidak boleh seperti ini. Aku berdosa!" ucap Liana tak enak hati saat suaminya mengoleskan obat ke pergelangan kakinya.

"Diam. Aku akan mengobatimu!" ketus Davien.

Liana menatap suaminya, tiba-tiba dia menarik ke dua sudut bibirnya ke atas, 'Terimakasih sudah memperlakukan aku seperti selayaknya istri, mas.' batin Liana.

"Sudah. Jika tidak ada perubahan, lebih baik kita periksakan saja kakimu. Aku tidak mau moment-moment yang aku tunggu gagal karena kecerobohanmu!" titah Davien memasukkan salepnya ke dalam kantong plastik.

"Duduk di sini, Mas!" pinta Liana menepuk-nepuk samping kursinya yang kosong.

Davien menjatuhkan pantatnya di samping kursi yang kosong.

"Pernikahan ini akan selesai jika aku melahirkan anakmu kan, Mas?" tanya Liana tiba-tiba.

"Itu sudah pasti." jawab Davien dengan tenang.

"Tapi kalau aku tidak bisa hamil, bagaimana Mas? Apa kamu akan menceraikan aku saat itu juga?" tanya Liana lagi membuat Davien yang baru saja bermain ponsel terdiam.

"Jawab, Mas!"

"Pernikahan tidak akan berakhir sebelum aku mempunyai keturunan darimu. Apa jawaban itu sudah jelas?" jawab Davien menyilangkan ke dua tangannya di dada.

Mendengar jawaban suaminya, seketika tubuh Liana melemas, 'Huh, aku pikir, Mas Davien akan menceraikanku. Tapi ternyata tidak.' batin Liana.

Terpopuler

Comments

Leni

Leni

cerita nya bagus .semangat ya thor

2022-11-07

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!