Sejak malam dinyatakan dirinya hamil oleh Dokter, Rahella mengurung diri di kamarnya selama dua hari, wanita berparas manis itu merasa bingung apa yang harus dilakukan.
Dan alhasil malam ini setelah menghubungi Dimitri kekasihnya ada di Apartemen, ia akan bertemu dan berkata jujur, meski kemungkinan kekasihnya pasti akan marah, bahkan mungkin lebih dari marah, yaitu ia bisa langsung di putusin.
Rahella menghela nafas panjang, memantapkan hatinya, karena memang ia harus berkata jujur.
Setelah mengunci pintu kamar kost, Rahella mengusap perutnya yang masih datar dan matanya beralih menatap cincin yang melingkar di jari manisnya.
Setetes cairan bening lolos dari sudut matanya, belum apa-apa rasanya sudah sakit banget, Rahella kembali menguatkan diri sebelum ahirnya kakinya melangkah menuju tempat kekasihnya.
Sepanjang perjalanan menaiki mobil taksi, Rahella hanya melamun menatap ke luar melihat jalanan kota.
Dan setelah sampai di tempat tujuan, Rahella memasuki Apartemen dengan langkah gontai, tidak ada semangat bahkan langkah kakinya terasa berat.
Semua orang yang berlalu lalang menatap aneh ke arah Rahella, Rahella tidak peduli dengan mata yang memandangnya aneh saat ia berada di dalam lift.
Rahella menunduk menyembunyikan wajahnya yang saat ini sedang bersedih, bahkan matanya memerah menahan tangis.
Pintu lift terbuka, Rahella segera ke luar dan segera menuju kamar Apartemen Dimitri.
Rahella langsung menekan tombol password dan pintu langsung terbuka. Rahella melangkah masuk namun ia belum tahu ada sepatu wanita, matanya terus mencari di mana kekasihnya itu, matanya menangkap pintu kamar yang sedikit terbuka, namun saat mulai dekat ia mendengar suara ******* wanita, Rahella langsung membuka lebar pintu kamar tersebut.
Deg!
Hening.
Air mata yang sedari tadi ia tahan selama di perjalanan, kini akhirnya tumpah berlinang membasahi pipi mulusnya, bibirnya membisu tidak mampu walau hanya sekedar berteriak.
Bagaikan ada ribuan belati yang menusuk hatinya saat ini, bahkan kakinya terasa lemas tidak mampu menopang tubuhnya, matanya terasa panas melihat pria yang ia cintai sedang bercinta dengan wanita lain.
"Sayang, kamu di sini!" Dimitri terkejut mendapati kehadiran Rahella yang berdiri mematung di pintu seraya menatap ke arahnya.
Dimitri segera turun dari atas tubuh wanitanya lalu memakai celana dan mendekati Rahella.
"Sayang, aku bisa jelasin." Dimitri memegang tangan Rahella seraya menatap dengan memohon.
Plak!
Entah mendapat kekuatan dari mana, tangan Rahella mampu menampar keras wajah Dimitri, padahal sebelumnya hanya untuk menyanggah tubunnya tetap berdiri ia harus berpegangan dinding.
"Semua sudah jelas! ... tidak ada yang harus di jelasin, hubungan kita selesai!" Rahella menekan kata selesai di setiap kata.
"Rahell ..."
Dimitri berusaha mau meraih tangan Rahella, namun Rahella sudah lebih dulu berlari ke luar dengan sesekali menghapus air matanya, Rahella terus menangis di sepanjang lift hingga berjalan ke luar Apartemen, Rahella masih terus berlari menuju jalan raya untuk segera menghentikan taksi.
Rambutnya yang basah, tubuhnya yang basah Rahella tetap terus berdiri menunggu taksi, seolah tidak peduli saat ini air hujan sedang menguyur begitu derasnya.
Aaaaaaaa.
Rahella berteriak sekuat tenaganya dengan posisi sedikit membungkuk, untuk meringankan sesak di dalam sana, hujan semakin deras membuat tubuhnya semakin basah kuyup, namun mobil taksi tidak juga lewat.
Rahella terduduk di pinggiran jalan, tetap membiarkan tubuhnya basah seraya menggigit jarinya, masih terus menangis, bahkan tidak mampu hanya untuk memikirkan nasibnya hari esok.
Kenyataan yang pahit ia harus hamil dengan Bosnya serta melihat kekasihnya berselingkuh, hancur bagai butiran debu itu yang pantas di gambarkan untuk dirinya.
Apakah Tuan Fir akan mengakui bayi ini, apakah aku harus menggugurkan bayi ini, ahhh tidak tidak! Rahella berteriak dalam hati.
Ahirnya setelah cukup lama menunggu kini mobil taksi telah lewat juga, menghantar Rahella pulang hingga selamat sampai tujuan.
Rahella segera mengganti pakaiannya lalu mengeringkan rambutnya, matanya menangkap handphonenya yang menyala, panggilan masuk dari Firnando.
"Baik, Tuan, besok saya sudah bisa berangkat kantor."
Sambungan telepon terputus, Rahella meletakkan handphone di atas meja kembali.
Tepat pagi-pagi sekali Rahella harus berangkat kerja, karena hari ini ada persentase proposal dari pengajuan tender waktu itu.
Kabar gembira untuk perusahaan Jain Group karena mendapat kesempatan untuk memenangkan tender ini.
Rahella yang sudah sampai kantor ia langsung memasuki ruangannya dan mencari proposalnya waktu itu, namun saat ia mencari ke seluruh tempat yang ada di ruangannya proposal tersebut tidak ada.
"Haduh, di mana, ya," gumamnya dengan masih terus mencari.
Rahella masih ingat bahwa waktu itu ia simpan di almari namun saat ia buka tidak ada, hatinya mulai cemas, bila tidak ditemukan ia pasti mendapat amukan Bosnya.
Aaaa bagaiman ini! Rahella menjerit dalam hatinya, perasaan takut bercampur bingung.
Matanya sudah mulai menangis karena mencari tidak ketemu juga.
Hingga waktu pukul setengah sembilang, Rahella terus mencari, ia tidak sadar saat ini Firnando sudah berdiri di ruangannya.
Firnando yang melihat ruangan Rahella yang berantakan, serta wanita itu yang sedari terus mencari-cari sesuatu membuat hatinya curiga.
"Jangan bilang proposal yang saat ini di butuhkan hilang!"
Deg!
Rahella langsung mendongakkan kepalanya, menatap seseorang yang berbicara penuh ancaman.
"Tuan, maaf." Rahella menunduk takut, jemari tangannya meremas ujung kemejanya.
Fir membuang nafas kasar berkali-kali, setelah mendengar kata maaf, perusahaan Jain Group kehilangan harapan, harapan yang saat ini harusnya bisa membantu perusahaannya yang pailit.
"Bodoh!"
Brak!
Satu kata murka telah lolos dari bibir Firnando, serta gebrakan meja yang keras membuat Rahella terlonjak kaget namun masih terus menunduk.
Kali ini Firnando tidak bisa menahan amarahnya, baginya Rahella sudah melakukan pekerjaan dengan fatal.
Bahkan saat ini bisa membuat Jain Group semakin terpuruk.
"Kamu tahu, proposal itu sangat penting, tanpa proposal tersebut Jain Group tidak akan menang, dan kamu tidak akan bisa melakukan persentase!"
"Kamu tahu, seberapa penting kemenangan tender ini bagi Jain Group! ... sangat penting ...."
"Apa kamu ingin Jain Group gulung tikar, iya!"
Suara bentakan Firnando yang terakhir mampu membuat Rahella langsung bersuara dengan bibir bergetar.
"Tidak, Tuan, tidak ... maaf, Tuan." Rahella tubuhnya langsung meluruh, ia tertunduk di hadapan Firnando, ini lah yang membuat dirinya tadi merasa ketakutan, karena ia mendapat laporan bahwa perusahaannya sedang dalam masalah besar, dan harapan satu-satunya adalah harus bisa memenangkan tender.
Fir membuang nafas kasar seraya terkekeh masam, bahkan matanya menatap Rahella sangat tajam, tidak ada rasa iba dalam hatinya menatap punggung wanita yang bersimpuh di depannya dan terlihat jelas bergetar punggung itu.
"Kau aku pecat! ke masi barangmu dan pergi dari sini!"
Deg!
Rahella terkejut.
Firnando sudah merasa benar-benar kecewa, banyaknya masalah yang ia hadapi saat ini, tidak mampu membuatnya berfikir lebih jernih.
Melihat Firnando mau beranjak pergi dari ruangannya, Rahella langsung memeluk kaki Firnando. "Tuan, aku mohon, mohon jangan pecat saya, Tuan. Saya akan lakukan apa pun, saya akan menebus kesalahan saya, Tuan."
Air matanya membasahi sepatu mahal Firnando, namun dengan teganya laki-laki itu mendorong Rahella hingga tersungkur ke belakang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments