"Dari situ, secara perlahan Edo mulai tergoda dengan Tisa. Edo merasa Tisa bisa memberikan kehangatan untuknya, sementara ketika memintanya denganmu, ia tak kunjung mendapatkannya. Pengkhianatan itu terus ia lakukan, tanpa berpikir bahwa suatu saat yang namanya bangkai akan terendus juga. Beruntunglah dirimu Alana, kau masih bisa menjaga kesucian mu." Silvi mengusap kepala Alana dengan lembut.
Alana masih terdiam meresapi kata-kata Silvi, hingga beberapa saat kemudian ia berkata suatu hal yang membuatnya terkejut. "Vi, aku ingin membalas dendam akan perbuatan mereka!"
Silvi menggeleng, "tidak Alana. Itu tidak-"
"Aku tidak terima Vi, mereka harus membayar apa yang mereka buat untukku. Mereka menghina ibuku Vi, aku tidak terima!" kekeh Alana.
Silvi menghela nafasnya. "Pikirkanlah soal itu nanti Alana. Saat ini kau hanya harus segera sehat, kembalilah menjadi Alana yang ku kenal. Sang primadona cantik!"
"Aku tidak cantik, Vi." Alana menggelengkan kepalanya.
Silvi mengusap rambut Alana. "Cantik! Bagiku kau sangat cantik Alana. Untuk itu Tisa begitu iri melihat kecantikan mu."
"Nyatanya sekarang aku jomblo," keluhnya.
"Ini bukan akhir dari segalanya Alana. Lelaki yang jauh lebih baik dari Edo, masih banyak di luar sana."
Alana memonyongkan bibirnya. "Ada satu masalah lagi, Vi."
"Apa? Katakan."
"Bulan depan adalah reuni Akbar. Tadinya aku berharap bisa menggandeng Edo, dan memperkenalkan pada teman-teman yang lainnya sebagai tunangan ku. Tapi ternyata... Kenyataan membuat ku seperti ini. Aku harus bagaimana Vi. Dengan siapa aku menghadiri pesta itu." Alana memijat kepalanya yang terasa pening, kala memikirkan acara reuni bulan depan yang akan berlangsung, yang ia pastikan acaranya sangat meriah. Reuni itu bukan hanya acara reuni pada umumnya, melainkan sebuah ajang pamer entah itu pasangan atau dari segi pekerjaan. Dan Alana yang baru putus dengan Edo, haruskah tetap datang? Tapi dengan siapa? Alana tak mempunyai pasangan, haruskah ia datang seorang diri. Jika itu ia lakukan bisa dipastikan Edo dan Tisa akan tertawa dengan sangat senang, dan hal itu tak ingin terjadi. Alana tak ingin membuat keduanya bahagia di atas penderitaannya. Apalagi sejak dulu saat masa kuliah banyak sekali anak-anak yang kerap menghina dan membuli dirinya. Hanya karena dirinya orang gak berpunya, dan juga memiliki seorang ibu yang memiliki penyakit cacat, bahkan mungkin nyaris gila. Mereka menganggap jika berdekatan dengan Alana akan mendapatkan virus gila.
"Bagaimana jika aku yang datang mendampingiku Alana?" tawar Andi tiba-tiba. Sama seperti Silvi, Andi merupakan sahabatnya, sekaligus tetangga kontrakannya. Lelaki yang berprofesi sebagai seorang montir itu sangat tulus berteman dengan Alana dan Silvi.
Alana menoleh ke arah Silvi. "Bagaimana Vi?"
Silvi menggeleng. "Jangan! Jika kau datang bersama Andi. Tentu saja kau tetap akan dihina oleh Tisa. Karena Tisa dan Edo mengetahui kedekatan hubungan kita bertiga."
Alana terdiam dengan wajah murung, kala tak kunjung mendapatkan jalan keluar. "Sekarang pikirkanlah kesembuhan dirimu Alana. Soal reuni kita pikirkan nanti."
Prang!!!!
Bunyi sebuah pecahan piring terdengar menggema, membuat ketiganya tersentak. Bunyi itu berasal dari kamar ibunya Alana, yang berada di samping kamarnya.
"Ibu??"
Alana langsung berlari menuju kamar ibunya, diikuti oleh kedua sahabatnya. Begitu membuka pintu ia terkejut kala melihat pecahan gelas beserta kaca. Alana memindai wajah ibunya, terlihat perempuan itu begitu marah namun ketakutan.
"Bu?" panggil Alana lirih. Wajahnya nampak sendu melihat keadaan ibunya yang semakin hari kian menjadi. Seharusnya, ibunya Alana perlu mendapatkan penanganan khusus. Silvi sendiri sudah menyarankan untuk segera di bawa ke rumah sakit jiwa. Tapi, Alana menolak. Ia tidak tega memasukkan ibunya kesana. Hanya ibunya yang ia punya kini.
"Dia jahat, dia membawa putraku," lirih Ratmi selaku ibu kandung Alana. Pandangannya nampak kosong. Tetapi, tangannya menunjuk ke arah bagian kaca rias yang pecah.
"Al, sudah ku katakan jangan memberi ibumu barang-barang yang berat yang dapat membahayakan dirinya," ujar Silvi yang berkali-kali memperingatkan Alana untuk memberi ibunya menggunakan peralatan plastik.
Alana menunduk di depan ibunya. "Aku lupa Vi. Karena sudah kehabisan, aku belum sempat mencuci piring."
"Makanya kamu jangan cuma sibuk mikirin Edo. Pikirkanlah keadaan ibumu Alana. Kau membutuhkan uang yang banyak untuk pengobatan dirinya," ujar Andi yang sejak tadi diam. Jujur ia pun merasa geram kala melihat Alana begitu terpukul setelah putusnya dengan Edo. Rasanya ia ingin menghantam habis lelaki penjilat itu.
Alana terdiam meresapi kata demi kata kedua sahabatnya itu. Pandangannya menatap ke arah ibunya, yang saat ini kembali tertawa cekikikan seorang diri. Alana ingin menangis, meratapi nasibnya. Tapi, ia ingat perkataan sahabatnya, ia harus kuat.
"Benar! Aku harus bangkit, masih ada ibu yang membutuhkanku," katanya lirih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 197 Episodes
Comments
Yanti dian Nurhasyanti
jadi kisah mamih alana sangat tragis ... pantesan sangat baik dan lembut sama sea ... juga g sombong setelah nikah sama sultan😚😚
2023-06-06
0
Sri Widjiastuti
bersyukur punya temen baik silvi n andi
2023-03-30
1
🌺𝕭𝖊𝖗𝖊-𝖆𝖟𝖛𝖆🌺
reoni itu gk wajib Al...gk dtg jg gk ada yg ngelarang...tp smg km segera mendapat pengganti..spy ada yg d pamerin saat reoni😂
2023-03-17
1