Tolv

Maria menatap Pak Arman seperti dia setiap hari makan pecel tiba-tiba disuguhi nasi rendang pake paru garing.

Ngiler gilak!

(Auto pesen Gofood cari nasi padang terdekat)

Udah tampangnya ganteng tiada banding, body kekar tiada mekar, ditambah hidungnya itu loh mancung sempoa.

Udah gitu keringetan, tapi wanginya sampai koridor.

"Ngapain kamu di sini?! Bawa sial aja deh," gerutu Pak Arman.

Dan kesombongannya itu menambah keseksiannya.

Ai sampai menjentikkan jari ala menyadarkan Maria dari mode 'tatap mata Ojan' yang langsung tak berdaya. Tapi tidak berhasil, tatapannya tetap terpaku ke depan ke arah Pak Arman.

Kok bisa ada makhluk se-eksklusif itu?!

Kok bisa auranya tangguh luar biasa?!

Maria sampai-sampai memiringkan kepalanya menscanning semua yang ia lihat.

"Ssshh!!" Bu Ayumi menyenggol-nyenggol pipi Maria.

Seketika cewek seksi itu tersadar dan menatap Bu Ayumi dengan mata mengedip-ngedip.

"Jangan tertipu,” Bu Ayumi memicingkan mata menatap Maria. “Dia itu laki-laki paling sarkas dan nggak romantis sama sekali. Yang paling bikin saya sesak di dada itu, dia romantis sama mantan-mantannya. Ada jumlahnya satu gedung itu perempuan mantan dia semua! Makanya sekarang saya tak bolehkan dia rekrut pegawai cewek. Tidak pokoknya! Bisa-bisa dia gerilya bikin piyik dimana-mana! Memangnya dia Genghis Khan?!” Bu Ayumi mengacungkan pisau dapurnya dengan logat yang masih kental jejepangannya.

“Kau bayangkan waktu saya ulang tahun malah saya yang traktir dia, malamnya saya yang capek katanya ‘Pajak Ulang Tahun’. Eh, pas dia ulang tahun saya juga yang pegel katanya ‘Kado Ulang Tahun Aku’, kami anniversary lagi-lagi saya yang repot! Kalau masih muda sih gapapa ya, tapi kalo udah menopause begini duuh kadang pingin saya lempar barbel biar hidungnya pesek dikit! Mana keluarnya luuuaamma!," keluh Bu Ayumi.

"Kamu ngomong apa sih Medusa..." gerutu Pak Arman sambil berjalan ke sofa ruang tamu dan mengenakan kaos oblong warna putihnya, memberi kode ke Ai supaya mengikutinya.

“Ehem!!” dehem Maria sambil mengelus tenggorokannya. Kenapa dia langsung haus?!

“Mah...” Ai menggandeng lengan Bu Ayumi, meminta wanita Jepang itu juga ikut menemaninya untuk interogasi.

“Ih, apa ini? Tidak bisa begitu laaa Aiii, ini perbincangan laki-laki! Mama tak bisa ikut campur!” Bu Ayumi melambaikan tangannya mengusir Ai.

“Tapi kalo Eike disuruh harakiri gimana maaaah?” keluh AI.

“Ya apa alasannya kamu cari laaaa,” desis Bu Ayumi sambil mendorong Ai ke arah Pak Arman, “Eh, kamu ingin pake katana yang mana? Yang ijo atau yang merah?”

“Buat?”

“Harakiri? Biar Mamah asah dari sekarang, lebih tajam lebih enak nggak terasa. Tau-tau ketemu Tuhan Yesus di Sorga,”

“Mamah itu dark jokes luar binasa!” gerutu Ai sambil dengan lunglai ia mengikuti Pak Arman ke ruang tamu.

Tuk!

Tuk!

Sesuatu menoel-noel lengan Maria.

Gadis berambut keriting panjang memukau itu menoleh dan ia melihat anak kecil, perempuan, mata bulat, cantik kayak model yang suka nampang di Zara Kids, tapi ini pake jarit dan selendang rumbai-rumbai.

“Kak... Angel kan ya?! Maria Magdalena Zhang kan ya?!” desis Glady dengan mata berbinar.

“Eh... i-iya sih,”

“Foto bareng dong yaaaaa ya ya ya plis?!”

“Oke,”

“Sekalian bikin video short boleh nggak?”

“Boleh,”

“Sekalian joget TikTok boleh juga nggak?”

“Hem...”

“Sekalian kita bikin akting pendek gitu buat konten instagram aku gimana?”

“Anu...”

“Sekalian kita kolab-“

“Dikasih hati malah minta jantung, gimana sih Glady?!” seru Bu Ayumi.

“Hati sama jantung apa bedanya mah? Emotnya sama-sama love,” sahut Glady

Bu Ayumi menghentikan aktivitas motong-motong kentangnya sambil mengernyit, “Sore wa hontodesu,” (Benar juga ya). Tapi lalu kemudian dia menatap Maria dengan wajah ceria.

“Eh, Maria, bisa masak rawon tidak?”

**

Pak Arman duduk dengan kaki tersilang di sofa ujung, dan tangan terlipat di depan dadanya. Ia menatap Ai dengan tajam. Sementara Ai masih sempat-sempatnya ngaca di jendela memeriksa ada yang terselip di giginya atau tidak, ada jerawat numbuh atau nggak, rambutnya sesuai gaya atau berantakan.

“Ai, serius dong,” desis Pak Arman.

“Iya Pah,”

Pak Arman mengambil napas dalam-dalam, “Apa yang kamu mau dari Papa?”

Ai langsung mengernyit.

“Kok takara maksimal sih Eike jadinyaaa,” (Kok takut banget sih aku jadinya) desisnya pelan.

“Papa serius bertanya, sebagai sesama laki-laki, ayah dan anak. Papa berusaha memahami kamu sepenuhnya, tapi selalu gagal. Jadi lebih baik, dari pada mencoba menelisik prosesnya, lebih baik Papa tahu tujuan hidup kamu. Kamu sekarang maunya apa, kamu ingin jadi apa, kamu ingin bagaimana, Papa akan dengarkan,”

Mendengar sang Papa yang biasanya ngomel, nggerutu, dan angkuh, kini malah bicara seserius itu, Ai malah nge-blank.

“Jadi?” tanya Pak Arman.

“Hm...” Ai hanya bergumam sambil menatap Lantai, lalu menatap mata Pak Arman. Ternyata nggak kuat, Papanya terlalu charming. Lalu dia nunduk lagi karena silau.

Dan Ai pun nghela napas.

Lalu berdiri.

Lalu duduk di sebelah Pak Arman.

“Pah, jujur,”

“Apa?”

“Apakah dulu Papa pernah ngencingin pohon tapi nggak izin?”

“Apa’an sih?”

“Memang aku yang begini aku yang mau? Nggak. Jadi pah... Selow aja... slebewww gitooh, slebew,” Tangan Ai meluncur ke depan berkali-kali saat bilang ‘slebew’. “Aku memang nggak sekuat Om Rumi atau Mas Iwan, tapi kalau tiba masanya aku sekuat tenaga akan berusaha bisa diandalkan. Seperti waktu itu,”

“Hah?”

“Hehe,”

“Kamu sebenarny asekarang lagi akting ya?”

“Nggak, anggap aja aku ini hasil karma,”

“Papa nggak percaya karma,”

“Kalau begitu anggap saja aku ini... hukuman dari Tuhan,”

Dan Pak Arman pun terdiam.

Padahal Ai cuma asal bicara.

Tapi sepertinya mengena di hati Pak Arman saat itu juga.

“Terus, masalah bando kelinci ituuuu,”

Pak Arman diam,

“Punya dia!” Ai menunjuk Maria yang nggak tahu apa-apa di dapur. Maria sampai tersentak saat Ai menunjuknya.

“Hah?” tukas Maria.

“Itu properti panggung, ada pasangan lingerienya,” AI berbohong.

“Hah?!” lagi-lagi Maria mengernyit.

“Bantuin!” mulut Ai membentuk kata-kata tanpa suara.

“E-e-eeeeh, iya Om, punya saya,”

“Sebenarnya apa sih hubungan kalian?” kernyit Pak Arman kemudian.

Hening sesaat.

“Pacaran,” gumam keduanya.

“Nggak boleh. Titik,”

Dan Pak Arman beranjak lalu masuk kamar.

Pake ekstra banting pintu.

“Bakayarou! Kemarin baru kupaku itu engselnya jangan banting-banting pintu terus laaaa!” seru Bu Ayumi kesal.

“Eike memahami Papa lebih susah dari pada Papa memahami Eike!” seru Ai kesal.

“Si Baka cuma baru sadar saja kalau selama ini kondisi kamu adalah salah dia sepenuhnya,” sahut Bu Ayumi.

“Mah... ini novelnya genre Horor Komedi, harusnya nggak serius gini. Kan jadi nggak ada yang ketawa Mah!”

“Horor apanya? Nggak ada yang serem. Cuma setan cowok usus terburai doang...” desis Bu Ayumi.

Oh gitu?

Oke.

Next Bab dijamin serem. Ada foto jumpscarenya.

Huh! (Tante tertantang ceritanya).

Terpopuler

Comments

May Keisya

May Keisya

ngakak🤣🤣🤣...ai kayanya kesambet gara2 kelakuan bapaknya🤣🤣

2024-01-27

0

Hesty Mamiena Hg

Hesty Mamiena Hg

Jangan buka aib donk Bu Ayuu.. maluu tau! 😂🤭

2023-11-27

0

Wandi Fajar Ekoprasetyo

Wandi Fajar Ekoprasetyo

emaknya malah nawarin buat anaknya.......bener².dah keluarga absurd

2023-09-23

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!