"egois"

"Ikut gue" ucap Kalael menggandeng tangan gue.

"Mau kemana?" tanya gue.

"Dav, gue percayain Nayla ke lo sama Dion ada hal mendesak yang harus gue sama Kesya urus" ucap Kalael pada David dan tak menghiraukan pertanyaan gue.

"Oke bro" jawab David setuju.

"Thanks bro, gue pamit. Ayo Kesya"

Kalael menarik tangan gue sambil sedikit berlari kecil menuju ke parkiran tempat dimana mobilnya berada.

"Kalael jelasin dulu ke gue ada apa sebenarnya?" tanya gue begitu memasuki mobil.

Gue masih berusaha untuk segera mendapat jawaban dari Kalael. Namun lagi lagi Kalael tidak menghiraukan gue.

"KALAEL" panggil gue sambil berteriak.

"Cek ponsel lo" ucap Kalael.

Gue mengambil ponsel yang gue simpan didalam sling bag dan sangat terkejut begitu melihat banyaknya panggilan tak terjawab dari bunda dan tante Rena. Gue menatap Kalael penuh tanya karna gue yakin Kalael pasti tau sesuatu.

"Ayah lo tiba-tiba pingsan dan sudah dibawa ke Rumah sakit"

Air mata gue mengalir begitu saja dari pelupuk mata. Gue menunduk tak ingin Kalael tahu kalau gue menangis walaupun itu sia-sia karna gue udah ga sanggup menahan tangis gue lagi dan mulai terisak, kedua tangan gue tautkan sambil ibu jari gue menggaruk kasar ibu jari gue yang lain, biasanya gue seperti itu kalau lagi merasa panik atau takut seperti sekarang.

Gue menghentikan aktivitas gue setelah merasakan genggaman pada sebelah tangan gue siapa lagi kalau bukan Kalael. Gue menoleh ke samping ke arah Kalael dan melihatnya menatap lurus ke jalanan di depan namun tangannya masih setia menggenggam tangan gue dan sedikit mengelusnya.

Setibanya di rumah sakit gue berlari menuju ke arah IGD dan mendapati bunda yang sedang menangis sesenggukan dipelukan tante Rena dan om Juan yang duduk disebelah tante Rena.

Gue berlari ke arah bunda dan memeluknya.

"Bunda jangan nangis ya, ayah pasti kuat kok. Ayah kan belum liat pernikahan Kesya" ucap gue mencoba menenangkan bunda walaupun keadaan gue sama sedihnya dengan bunda.

Bunda membalas pelukan gue dan gue merasakan tangannya mengelus surai hitam gue dengan sayang. Tante Rena menggeser posisinya agar gue bisa duduk di samping bunda. Gue juga merasakan tangan tante Rena mengelus punggung gue pelan.

Jam menunjukkan pukul 00:30 namun belum ada tanda-tanda dokter keluar dari ruang tersebut.

Gue melihat om Juan memanggil Kalael untuk berbicara tak lama setelah itu Kalael mendatangi gue.

"Ayo kita pulang" ucap Kalael sambil mengulurkan tangannya.

"Gue ga mau pulang sebelum memastikan ayah ga kenapa-napa, gue mau nemenin bunda disini" tolak gue sambil mempererat pelukan gue di lengan bunda.

"Sayang, anaknya bunda yang paling cantik pulang ya sama Kalael, disini bunda ga sendiri loh ada mama Rena sama papa Juan yang nemenin. Pulang yah sayang" rayu bunda.

"Tapi bunda Kesya mau nungguin ayah"

"Pulang Kesya sayang, muka kamu tuh idah pucat banget, bunda biar mama sama papa Juan yang jagain" ucap tante Rena.

"Jagain Kesya ya nak, dia gampang sakit kalau terlalu banyak pikiran" pesan bunda pada Kalael kemudian mengecup kening gue.

"Kabari Kesya ya bunda kalau udah ada kabar tentang ayah" ucap gue.

Dengan berat hati akhirnya gue memutuskan pulang dianter Kalael.

***

Mobil Kalael memasuki halaman rumah gue. Gue turun dari mobil Kalael tak lupa mengucapkan terima kasih karena sudah diantar.

"Thanks ya Kal" ucap gue kemudian berjalan memasuki rumah.

"Ntar aja makasihnya kalau semua sudah beres" ucap Kalael mengikuti gue masuk kedalam rumah.

"Pesan dari bunda lo gue harus jagain lo jadi gue tidur disini malam ini"

"Ga usah Kal, gue gapapa"

"Mau gue juga ga usah tapi masalahnya ini amanah dari bunda lo ke gue. Udah ayo masuk makan habis itu lo tidur istirahat bener kata nyokap gue muka lo pucat banget" ucap Kalael mendorong gue masuk dengan pelan.

"Gue gamau makan ga nafsu" ucap gue.

Kalael membalikkan badannya menghadap gue setelah mendengar perkataan gue, kemudian menggenggam tangan gue dan membawa gue ke ruang utama.

Gue duduk di sofa panjang yang ada disitu kemudian diikuti Kalael yang duduk disebelah gue.

"Jadi ini alasan lo tiba-tiba setuju sama perjodohan itu?" tanya Kalael yang gue jawab dengan anggukan.

"Kenapa lo rahasiain dari gue?" Kalael kembali bertanya.

"Gue ga mau lo ngatain ayah gue dengan kata-kata kasar, mulut lo tuh jahat sadar ga"

"Gue ga mungkin ngatain ayah lo Sya, gue tau mulut gue jahat tapi gue masih punya hati" ucap Kalael membela dirinya sendiri.

"Sekarang coba lo ceritain semuanya gue pengen tau" lanjutnya.

Gue pun menceritakan semuanya mulai dari mengantar Nayla membeli cake untuk ulang tahunnya, terus gue yang ga sengaja ketemu ayah dan bunda yang lagi check up dan berakhir dengan gue mengetahui penyakit ayah sampai gimana gue terima perjodohan itu.

"Ayah gue ga mau berobat ke German kalau gue belom nikah. Gue udah setuju buat nikah muda dan udah bilang sama cowo mana aja yang penting bukan lo tapi ayah maunya harus lo. Ayah bahkan mau menunggu buat gue sama lo bersedia menikah berapa lama pun itu tapi.... tapi sekarang kesehatan ayah semakin menurun hiks hiks" gue kembali menangis saat mengingat ayah yang masih belum ada kabar apapun.

Kalael menarik gue kedalam pelukannya dan membiarkan air mata gue membasahi baju yang ia kenakan.

Semakin lama gue dipelukan Kalael gue mulai merasakan tangannya mengelus lembut rambut gue dan menepuk punggung gue pelan secara berulang-ulang. Sungguh rasanya sangat nyaman berada dipelukan seorang Kalael apalagi mendengar suara detak jantungnya yang teratur seperti sebuah lagu untuk tidur.

Tiba-tiba gue mengingat Nayla membuat rasa bersalah seketika muncul dibenak gue sehingga gue berniat untuk melepaskan diri dari pelukan hangat Kalael namun Kalael malah semakin mengeratkan pelukannya. Gue mulai sedikit berontak kemudian Kalael berkata...

"Sstt biarin posisi kita seperti ini sedikit lebih lama gue tau lo butuh pelukan dan gue tau lo juga nyaman gue peluk hehe... Untuk sekarang pikirin aja perasaan lo ga usah mikirin yang lain"

Perkataan Kaalael membuat gue serasa didukung untuk egois. Oke, untuk malam ini hanya malam ini saja gue memilih egois dan menikmati pelukan Kalael yang menenangkan. Sorry Nayla...

"Kal?"

"hmm"

"Gue boleh.... ga jadi deh"

"Boleh apa Kesya, jangan separuh-separuh ngomongnya"

Gue malu untuk mengatakan maksud gue tapiii ah sudahlah gas aja.

"Boleh ga gue egois lagi kali ini? gue mau kita nikah secepatnya supaya ayah juga cepet berobat ke German"

Setelah mengatakan itu gue langsung tertidur di pelukan Kalael tanpa menunggu jawaban darinya. Terserah kalu dia katain gue ga tau malu, gue udah pasrah.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!