Stefani adalah anak yang kuat. Itu karena gadis itu adalah putri ibunya, bukan putrinya.
Handoko bertemu dengan Retno saat mencari pekerjaan, mereka jatuh cinta, kemudian menikah. Mereka bekerja di tempat yang sama. Tuan mereka sangat baik, memberikan perhatian kepada seluruh pelayannya. Tetapi mereka tidak memiliki anak. Sehinga setiap orang yang berkeluarga di sana, diberi tempat tinggal. Anak-anak mereka juga diperlakukan dengan baik.
Kondisi Retno menjadi buruk saat kehamilan keduanya, tetapi ia bersikap tidak ada apa-apa. Handoko terlambat menyadari hal itu.
Retno mengalami perndarahan dan meninggal. Pada hari yang sama, istri tuannya yang hamil berbarengan dengan Retno juga melahirkan. Tetapi bayi itu dan ibunya selamat.
Hanya saja, saat mengetahui kalau bayi dan istri tuannya, selamat, Handoko sempat berharap hal buruk. Seharusnya tuannya juga mengalami hal buruk yang sama. Bukankah kedua bayi itu lahir dihari yang sama. Niat buruk Handoko cepat dilupakan karena ia sibuk menguruk kakak Stefani dan putrinya yang baru lahir.
Waktu berlalu dengan cepat. Stefani menjadi anak yang periang, putri tuannya, Daisy juga sama. Walau tentu saja kehidupan mereka bagai langit dan bumi. Lalu niat buruk yang dulunya terlupakan oleh Handoko jadi kenyataan. Nyonya rumah meraka yang baik hati meninggal dunia karena sakit kanker.
Handoko merasa bersalah karena niat jahatnya. Ia merasa bersalah pada putri kecil yang ditinggalkan nyonya mereka. Gadis kecil yang dulunya ceria itu mendadak menjadi pendiam. Apalagi setelah kemarian nyonya mereka tuan besar langsung membawa pulang seorang wanita untuk mengantikan posisi nyonya.
“Aku pikir sedikit perhatian untuk Nona Daisy dari kami semua tidakapa-apa,” gumam Handoko pelan.
Tetapi, sedikit perhatian itu malah membuat jarak antara dirinya dan Stefani.
Memikirkan semua pilihan yang dibuat kembali sekarang membuat Handoko sadar kalau ia sudah melakukan tindakan yang salah.
“Stefani?” panggil Handoko.
Tetapi, putrinya itu sama sekali tidak menoleh sedikit pun. Ia membawa nampan dengan hati-hati ke belakang, sedikit canggung malahan.
“Nak!” serunya lebih keras.
Stefani berhenti, menoleh ke kebelakang, menatap dengan heran. “Ya?”
“Ayah akan melakukan apapun untukmu, Ayah janji!”
***
Walau Daisy tahu kalau ucapan itu bukan ditujukan padanya, ia tetap merasa senang. “Ya, Ayah!” katanya sambil tersenyum.
Rasanya semua kekangan di dalam hatinya lenyap. Ia merasa tak harus mengkhawatirkan apapun dan semuanya akan baik-baik saja walau sekarang Daisy tidak berada di tubuhnya, tetapi di tubuh Stefani.
Ia kembali berjalan ke arah dapur. Ini pertama kalinya Daisy mengurusi wadah bekas makanannya. Ketika sampai di tempat cuci piring, ia termenung di sana. Tadi pagi, semua orang--ayah dan kakak Stefani membantunya. Tetapi, ia tak bisa selamanya mengandalkan bantuan.
Di belakangnya--mungkin di ruang tamu terdengar suara pintu tertutup. Sepertinya Ayah Stefani telah kembali ke rumah besar untuk bekerja.
Ayo Daisy, kamu bisa melakukannya! Daisy menyemangatinya sendiri.
Ia memasang penyumbat tempat cuci piring menyalakan air, setelah hampir penuh ia mengambil busa cuci dan menuangkan sabun. Ia kebingungan berapa banyak harus menuangkan sabun untuk bisa mencuci bersih wadah yang telah di bawa--satu nampan, piring bekas kue, dua gelas bekas susu. Ia *******-***** busa cuci hingga berbuah dan mulai menyabuni benda-benda yang kotor. Ternyata pekerjaan yang tidak pernah dicobanya ini teras menyenangkan.
Daisy jelas teralihkan sesaat dari masalah besar di depan matanya. Ia selesai dengan cuciannya dan merasa bangga pada benda kaca yang berkilau di tangannya. Ia berjanji akan mencoba mencuci piring saat kembali ke tubuhnya nanti.
Tetapi, kesenangannya hanya sesaat saja. Sebab masalah besar yang terjadi harus kembali dipikirkan. Ayahnya memang sudah berjanji untuk membantunya berbicara dengan tubuhnya, tetapi waktunya belum bisa dipastikan.
“Aku tidak bisa berdiam diri saja!” serunya sendirian.
Lalu Daisy bergegas keluar. Ia dilarang untuk menemui tubuhnya, tetapi tidak berjalan-jalan di taman. Bisa saja nanti di taman ia akan bertemu dengan tubuhnya. Semoga tubuhnya tidak apa-apa.
Namun, ia mendengar seseorang memanggil Stefani saat ia sampai di depan rumah. Ia berhenti, karena saat ini menjadi Stefani.
“Ya?” tanya Daisy bahkan sebelum berbalik melihat siapa yang sudah memanggilnya.
Ia terbelalak saat menatap Mahardika melangkah mendekatinya. Rasa sakit yang aneh dirasakan Daisy sekarang. Bagaimana mungkin Mahardika menemui Stefani diam-diam seperti ini? Apa benar kedua orang itu tidak ada hubungan apa-apa?
“Ayahmu bilang kamu ada di pavilliun, makanya aku kemari!”
Daisy ingin bertanya buat apa. Tetapi pertanyaannya pasti terdengar seperti Daisy sekarang ini. Ia sekarang ingin menangis karena merasa dibohongi.
“Seharusnya Mas Dika membawa bunga untuk menemui kekasih, kan? Kenapa tidak bawa apa-apa?” tanya Daisy yang saat ini berada di tubuh Stefani.
“Untuk apa aku memberimu bunga? Kamu gila?”
Daisy tersentak. Ia bisa melihat betapa marahnya Mahardika saat ini padanya. Ia yakin kalau tidak melakukan kesalahan dan memang seperti itulah seharusnya seorang laki-laki datang ke tempat kekasihnya.
“Sebenarnya apa yang kamu berikan kepada Daisy?”
Sekali lagI Daisy tersentak. Mahardika menemui Stefani untuk menanyakan itu?
“Kenapa kamu diam saja, katakan sesuatu? Tiba-tiba saja dia pingsan dan papanya menghubungiku pagi ini katanya dia mendadak menjadi aneh!”
Daisy terharu. Merasa senang karena Mahardika sama sekali tidak seperti anggapannya. Mahardika masih menganggapnya sebagai tunangan yang berharga.
“Mas Dika, aku Daisy!”
Mata Mahardika melotot dan ia tampak lebih marah dari sebelumnya. Ia mencengkeram kerah baju Daisy seperti ingin menghajar. “Andai saja kamu laki-laki, aku akan membuatmu berhenti bermimpi,” katanya dengan geram.
“Tidak, Mas, aku tidak bohong. Aku Daisy!”
Mahardika mendorong tubuh Stefani yang kini diisi jiwa Daisy hingga jatuh terduduk. Daisy bisa melihat tubuh Mahardika gemetar karena ingin mengendalikan kemarahannya.
“Mas Dika, aku mengatakan hal yang sebenarnya! Aku Daisy!”
Bokong Daisy sakit. Tetapi, ia cukup merasa senang melihat reaksi Mahardika. Artinya Stefani dan Mahardika memang tidak memiliki hubungan.
“Sekali lagi aku mendengarmu mengatakan sesuatu seperti hari ini. Aku akan membuatmu diusir dari pavilliun ini, Stefani. Aku baik padamu karena kamua dalah gadis yang seumuran dengan Daisy, dan kupikir kalian cukup akrab karena besar bersama.”
Setelah mengatakan itu, Mahardika pergi.
“Mas Dika, insomnianya masih parah?” tanya Daisy.
Mahardika berhenti setelah beberapa langkah, tetapi tak menoleh ke belakang. Setelah terdiam beberapa lama, pria itu benar-benar pergi sekarang. Mahardika pasti pergi untuk menemui tubuh Daisy.
“Paling tidak aku sudah mengatakan apa yang bisa membuatnya tertarik padaku!” gumam Daisy pelan.
Kalau Mahardika kemudian tertarik, pasti pria itu akan menemui Daisy lagi. Ia berharap rasa penasaran Mahardika cukup besar terhadap bagaimana Stefani mengetahui rahasia kecil Daisy dan Mahardika.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 145 Episodes
Comments