Rasanya sangat aneh!
Daisy mengigiti bibirnya karena bingung. Ia yakin sekali kalau mendengar seseorang berkata kemarin. Akan tetapi, ia sudah mencari hampir di setiap sudut dan tidak menemukan orang. Bahkan jejak kaki saja tidak ada.
“Masa hantu?” gumam Daisy merasa ngeri sendiri.
Tapi ia sudah tinggal di rumahnya yang sekarang hampir seumur hidup. Tidak ada hal buruk yang pernah terjadi di sana, jadi aneh jika sekarang tiba-tiba ada yang namanya hantu dan mengusik ketenangan dirinya.
Suara itu bilang aku akan tahu banyak hal sekarang.
Artinya apapun yang berusaha berbicara dengannya kemarin tidak memiliki niat yang jahat hanya mengatakan informasi yang perlu diketahui Daisy. Tetapi, ia bukannya anak kecil yang tidak tahu apa-apa.
“Tetap saja sama sekali tidak masuk akal semua ini!” gumamnya kembali.
Ia menghembuskan napas keras. Menangkup dagunya dengan tangan dan memandang orang yang berlalu lalang melalui jendela kaca besar.
“Apa yang begitu membuat risau?” tanya Maya pada Daisy.
Gadis itu mengagetkan Daisy. Membuat Daisy memperhatikan sekitar dan menyadari kalau dirinya sekarang ada di kampus.
“Asisten dosennya sudah datang?” tanya Daisy sama sekali tidak memiliki keinginan untuk menjawab pertanyaan Maya. Ia tidak berkewajiban menerangkan apapun yang menganggu di dalam hatinya pada orang lain.
“Sepertinya tidak. Sudah lewat jamnya dan asisten dosen kita ini selalu saja tepat waktu, kan?” Maya menjatuhkan diri dan meletakan air mineral di depan Daisy.
Daisy memandang benda itu dengan aneh. Seperti tidak pernah meminum air di dalam kemasan itu sebelumnya. “Terima kasih,” ucapnya dengan ekspresi datar.
“Bagaimana dengan pesta ulang tahunmu? Teman kita sudah ribut mengabarkan pada orang-orang.” Maya menunjuka gadis lain yang berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya.
Ulang tahun Daisy selalu dirayakan dengan meriah. Selalu begitu tanpa menanyakan apa yang diinginkan dan tidak. Kadang-kadang ayahnya akan hadir, tepi lebih sering pria tua itu tidak ada di tempat karena harus mengurus bisnis di luar kota atau luar negeri.
“Ya, pasti diselengarakan!”
Maya tidak pernah tampak tertarik pada pesta ulang tahun Daisy. Tetapi, kali ini tampaknya ia ingin meminta sesuatu darinya.
“Butuh undangan berapa?” tanya Daisy seperti bertanya pada Lola.
Maya terkesiap, kaget, karena pikirannya seketika bisa ditebak.
“Ti-dak! Aku tidak mau mengundang siapapun,” jawab Maya gelagapan. Padahal Daisy yakin tidak bertanya sebanyak itu.
Daisy tersenyum. Di antara teman-temannya yang lain, memang hanya Maya saja yang sedikit berbeda, tetapi bukan berarti sangat baik. Sama seperti yang lainnya Maya juga menganggap Daisy anak yang bisa dimanfaatkan.
“Tidak apa-apa, kamu bisa memikirkannya sampai nanti sore. Ulang tahunku akan diadakan besok malam. Aku bawa beberapa lembar undangan untuk jaga-jaga.”
Sebenarnya Daisy tidak berencana untuk memberikan undangan-undangan lagi. Lagi pula undangan-undangan yang ada di dalam tasnya hanya secara terpaksa dijejalkan begitu saja tadi. Ia mau menghindari berlama-lama duduk bersama ibu tirinya.
“Baiklah!” Maya tersenyum dan pergi ke arah Lola.
Daisy lelah, sangat. Ia ingin terbebas dari semua ini secepatnya. Ia iri dengan orang lain yang hidup seperti tak pernah terjadi hal buruk pada mereka. Andai ia diberi kesempatan untuk menjadi salah satu dari orang-orang biasa itu pasti sangat menyenangkan.
Harusnya keributan di sekitar Daisy semakin berkurang, tetapi makin lama malah makin keras. Ia mendengkus, menoleh, dan menemukan tunangannya ada di ambang pintu kelas.
Jelas Daisy terkejut. Mahardika jarang melibatkan diri di dalam aktivitas Daisy seperti kuliah. Kedatangan Mahardika sebelumnya saja merupakan tipuan Daisy. Kalau tidak mana mungkin tunangannya itu tiba-tiba muncul di universitas.
“Apa yang ....?”
“Akan kujelaskan nanti! Apa kelasmu sudah selesai?” tanya Mahardika.
Ia menoleh pada teman-teman Daisy yang bicara keras-keras supaya diperhatikan. Ia kemudian mengangguk sebagai bentuk sapaan.
“Tidak ada kelas! Tidak ada informasi juga,” kata Daisy menjawab.
Ia ingin segera pergi dari ambang pintu dengan menarik Mahardika bersamanya. Bagaimana pun, ia tak senang dengan sikap tak tahu malu teman-temannya, yang paling berisik adalah Lola.
“Kalau begitu aku akan datang lagi nanti,” kata Mahardika. Ia tampak ragu untuk membawa Daisy pergi. Kaku.
“Tidak apa, kita bisa bicara di mobil saja! Sebaiknya pergi dulu dari sini!” Daisy dengan tegas membuat keputusan.
Mahardika tidak menjawab, ia berjalan lebih dulu. Tetapi berhenti di belokan lorong menunggu Daisy.
Daisy sendiri pergi ke dalam kelas, mengambil tas selempangnya yang bermotif cantik. “Bisakah kalian meneleponku seandainya asisten dosen kita masuk?” tanya Daisy pada Maya.
“Ya, akan kulakukan!”
Ada semu merah di pipi Daisy. Ia sedikit merasa bangga dengan sikap terpesona kawan-kawan wanitanya. Bagaimana pun Daisy memiliki apa yang tidak dimiliki mereka. Mahardika.
“Terima kasih,” kata Daisy yang kemudian bergegas pergi. Dikiranya Mahardika telah meninggalkan Daisy dan turun begitu saja. Tetapi, pria itu masih berdiri di belokan, menanti. Ketika Daisy sudah lebih dekat dengannya baru melanjutkan langkahnya.
Mahardika selalu perhatian, penuh pesona, dan lebih pendiam dari laki-laki kebanyakan. Tetapi, Mahardika selalu berhasil memberinya perhatian. Seperti bagaimana ia mempersilakan Daisy untuk masuk ke dalam mobil lebih dulu. Atau bagaimana cara pria itu memastikan kalau Daisy telah memakai sabuk pengaman sebelum berkendara.
“Apa kamu makan dengan baik?” tanya Mahardika.
“Yah,” jawab Daisy.
Tapi, ia jelas bohong. Pagi ini ia tidak sarapan. Makan malam kemarin juga tidak berhasil dengan baik. Ia terlalu lelah untuk menghadapi keluarganya. Makan siangnya di kampus selalu tidak sesuai selera.
“Baguslah!” kata Mahardika. Ia tidak akan memaksa Daisy untuk mengaku. “Kalau begitu siang ini kamu harus menemaniku makan. Aku tidak sarapan dan semalam tidur karena kelelahan.”
Daisy selalu berpikir kalau Mahardika menempatkan seorang mata-mata di rumahnya. Tetapi, Mahardika bukan orang seperti itu.
“Jadi, apa yang menyebabkan kamu menemuiku di kampus.” Daisy merasa dirinya tidak butuh alasan apapun, tetapi ia cukup penasaran dengan apa yang dilakukan Mahardika di kampusynya setelah semua hal yang terjadi.
“Ada sesuatu ....” Mahardika berhenti, menatap, dan berhasil membuat penilaian. “Apa kamu kenal dengan gadis bernama Stefani. Dia selalu hadir di pesta ulang tahunmu!” kata Mahardika.
“Stefani? Kenapa dengan dia?”
“Ternyata kamu kenal, ya?”
Daisy benar-benar tidak mengerti apa yang terjadi. “Apa terjadi sesuatu? Di mana kamu bertemu dengannya?”
Mahardika malah mengeleng. “Tidak ada. Aku hanya memastikan kalau dia tidakomong besar saja. Dia bilang mengenalmu, makanya aku ingin tahu.”
“Kamu tidak mau mengatakan apapun padaku, ya?”
Masalah Daisy sudah terlalu banyak. Di rumah ada keluarganya, di kampus ada teman-temannya, dan sekarang Mahardika juga penuh misteri.
“Ini bukan hal yang harus kamu pikirkan!” jawab Mahardika.
Daisy berusaha tersemyum, seperti yang selalu ia beritahukan. Toh, mendapatkan Mahardika yang sempurna sudah lebih dari cukup untuk membuatnya bahagia. Ia tidak butuh apa-apa lagi.
“Baiklah, jika kamu berkata seperti itu! Kalau begitu aku pergi!”
Mahardika sedikit terkejut dengan reaksi Daisy. Apa yang diharapkan? Tangisan? Teriakan? Pendiktean?
“Ha-ti-hati!” katanya pelan saat Daisy membanting pintu hingga tertutup.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 145 Episodes
Comments
Ratna Jumillah
Gila!! tau tau udah bannyak bgt eps nya.. 😱
semangat terus kak.. 😁
2023-01-22
0