Rumah Daisy menjadi sibuk sejak pagi. Banyak sekali pekerja yang didatangkan dari luar. Mobil box berisi katering, bunga dan peralatan pesta lainnya datang. Gerbang besar yang biasanya terbuka hanya saat pemilik rumah pulang dari pekerjaannya kini terbuka lebar tanpa pernah ditutup.
“Selamat pagi Nona Daisy! Sudah siap dengan prosesnya?”
Daisy baru saja keluar dari kamar mandi, mengenakan jubah mandi suteranya. Di dalam kamar hari ini bukan hanya ada para pelayan yang biasa menemaninya. Ada beberapa penata rias langanan Daisy. Juga para pemilik gaun yang jauh-jauh hari telah dipesan.
“Ya, tentu saja!” Melani duduk di atas sofa empuk panjang, menaikan kakinya. Ia merebahkan diri di lengan kursi, membiarkan orang-orang menangalkan handuk dari kepalanya.
“Pertama-tama kami akan memijat Anda, memberikan vitamin pada wajah dan kemudian mulai merias wajah. Setelah itu barulah mengatur rambut, mengepas terakhir gaun yang akan digunakan siang ini.” Salah satu yang diyakini Daisy sebagai perencana pestanya menerangkan apa saja yang akan dilakukan pada Daisy, pada tubuhnya.
“Ya,” jawab Daisy singkat.
Ini hanya satu hari saja dalam setahun. Jadi Daisy tak masalah dengan banyaknya kegiatan perawatan. Ia juga yakin kalau ini tidak akan seburuk itu. Bukankah setiap bulannya ia melakukan hal yang sama, perawatan kulit dan rambut?
Daisy membaringkan diri kembali, menikmati sentuhan tangan para ahli pada kulitnya. Rasa kantuk karena berpikir keras semalaman mendadak datang. Padahal Daisy tidak boleh tertidur. Ia tidak bleh kalah oleh rasa kantuk yang datang.
“Kalau Nona Dasiy mau tidur, boleh, kok! Nanti kami bangunkan!” kata si perias meyakinkan Daisy.
Senyum Daisy terkembang, merasa senang. Ia mungkin bisa tidur dengan nyenyak, dengan begitu akan merasa lebih baik saat pesta ulang tahunnya nanti. Rasa kantuk membuatnya segera sampai ke dalam kegelapan yang menenangkan, mengayun-ayunkannya.
Ia bisa mendengar seseorang menangis, lalu suara-suara yang menyuruhnya untuk tetap kuat. Suara pekikan seorang wanita yang sangat dikenalnya membuat mata Daisy terbuka lebar. Ia menoleh pada orang-orang yang berdiri menjulang di sekitarnya, sedang berdebat warna apa yang paling bagus untuk lipstiknya.
“Warna natural saja,” kata Daisy mengambil alih pilihan yang sedang diperdebatkan.
Semua mata lekas tertunduk. Semua orang itu tersenyum dan mulai memoleskan lipstik dengan warna yang diinginkan pada bibir Daisy.
“Proses make up kita sudah selesai. Mari kita mengepas pakaiannya sekarang,” ajak penangung jawab busana yang disewa Daisy.
Daisy mengikuti wanita yang gemulai dan anggun tersebut ke depan cermin. Ia membantu Daisy mengunakan gaun dengan bahan sutera dan satin. Hati-hati menaikan pengait di belakang tubuh Daisy dan mengatur kedudukan rok supaya tidak menganggu langkah kaki Daisy.
Tepat lewat pukul satu siang, Daisy telah bersiap.
“Ah, Daisy kamu sangat cantik!” kata ibu tiri Daisy yang muncul di ambang pintu segera.
Wanita itu tersenyum lebar, membuat perasaan Daisy semakin tidak nyaman. Begitu dekat dengan Daisy, wanita bernama Aida tersebut menarik Daisy dan menghujani wajahnya dengan beberapa ciuman. Penata rias yang menegur wanita itu pada akhirnya supaya menghentikan aksi ciumannya.
“Anda akan merusak riasan ratu pesta ini, Nyonya!”
Aida tampak terkejut, menutup mulutnya dengan wajah terbelalak senang. “Maafkan aku, tetapi Daisy memang secantik itu, kan? Ya, kan?”
Penata rias mengangguk dengan gaya yang cantik, sehingga Daisy memiliki tekad untuk bisa melakukan hal yang sama. Bukan berarti Daisy selama ini terlihat seperti preman. Hanya saja, ia masih belum bisa seanggun itu.
“Ayahmu pasti akan terpana melihat putrinya!” kata Aida masih sangat antusias.
“Aku berharap dia tak terpana padaku. Itu akan melukai Anda, Mama.”
Aida terdiam, begitu juga dengan para penata rias tersebut. Satu per satu kemudian mereka keluar dari kamar Daisy yang luas. Seolah tahu kalau keberadaan mereka menganggu dua wanita yang berbeda zaman itu.
“Aku tahu kamu mirip dengan siapa, Daisy. Aku tidak-- sama sekali tidak merasa cemburu!” kata Aida.
Daisy bisa mendengar getaran di dalam suaranya. Ia berkata pada dirinya harus siap merasakan luapan kemarahan papanya saat pesta ini selesai.
“Terima kasih atas semuanya!” kata Daisy mengakhiri pertemuannya dan Aida.
Aida--ibu tiri Daisy itu enggan untuk pergi. Akan tetapi, ia tidak memiliki hal apa lagi yang bisa dijadikan alasan untuk ada di tempat yang sama.
***
Stefani melihat Mahardika dari lantai dua, saat ia mengantarkan air dingin untuk para penata rias yang beristirahat di balkon rumah. Daisy masih ada di dalam kamarnya. Stefani melihat Aida, ibu tiri wanita itu masuk ke dalam kamar sesaat sebelum para penata rias keluar. Para penata rias itu pun akan pergi setelah beristirahat sebentar, mereka akan ke sini lagi besok saat semua kekacauan yang diperbuat orang-orang sudah beres dan hanya gaji mereka yang belum dibayarkan.
“Terima kasih, ya,” kata salah seorang penata rias yang mewakili lainnya pada Stefani.
Stefani layaknya seorang pelayan tersenyum. Sambil mendekap nampan yang berisi minuman tadi ia berlari keluar, menuruni tangga untuk menuju taman samping tempat Mahardika berada.
Dalam hati Stefani benar-benar berharap kalau Mahardika tidak akan pergi ke mana-mana.
Ia merasa sangat bersyukur karena Mahardika di sana, dengan laptopnya, dan tengah sibuk. Tetapi, Stefani sama sekali tidak bisa datang begitu saja mendekati pria yang tampan itu tanpa ada alasan.
Ia bergegas ke dapur, mengambil minuman dingin dan berlari kecil menuju tempat Mahardika kembali.
“Selamat sore, Mas Dika!” sapa Stefani.
Mahardika mengangkat kepalanya dan kemudian menatap Stefani cukup lama. Ia membuang napas berat dan menutup laptopnya.
“Sebenarnya apa maksudmu dengan menghubungiku?” tanya Mahardika tanpa basa-basi pada Stefani.
Stefani senang karena Mahardika penasaran dengan perhatian yang diberikan. Artinya ia tak perlu bersikap lebih mencolok lagi untuk menarik perhatian pria yang disukainya itu.
“Tidak ada, Mas Dika! Hanya ingin saja!” jawab Stefani sambil meletakan gelas berisi minuman dingin di depan Mahardika.
Sekali lagi Mahardika membuang napas, lalu mengusap wajahnya entah untuk maksud apa. “Apa kamu tahu saya ini siapa?”
Tentu saja Stefani tahu. Mahardika adalah pria yang pernah mengulurkan tangan padanya. Pria yang selalu bersikap dingin, tetapi membuatnya merasa nyaman. Ia masih tahu lebih banyak lagi, di antaranya tentang pertunangan Mahardika dan Daisy sejak lima tahun lalu, tetapi Stefani sama sekali tidak bisa mengakuinya.
“Ya.”
“Kalau begitu seharusnya kamu menghormati saya dan tidak bersikap seperti ini. Jika kamu tidak bisa menghormati saya, kamu harus menghormati Daisy. Dia majikanmu!”
Dada Stefani rasanya sakit. Ia baru saja ditolak. Padahal ia yakin kalau Mahardika sama sekali tidak suka pada Daisy. Tetapi, entah kenapa Mahardika masih berusaha bersikap sangat baik pada Daisy.
“Bukannya Mas Dika sama sekali tidak cinta pada Daisy?”
“Jangan lancang kamu, Stefani!” Mahardika tampak marah. Padahal sama sekali tidak ada yang salah dengan yang dikatakan.
“Tapi, itu benar, kan? Mas Dika sama sekali tidak cinta sama Daisy. Pertunangan kalian bukan dilandasi cinta.”
Mahardika membereskan laptopnya dan berdiri cepat-cepat. “Dinginkan kepalamu. Jangan mencoba lancang lagi denganku!” Dengan langkah besar-besar Mahardika berusaha meninggalkan tempatnya berada semula.
Tetapi, Stefani sama sekali tidak bisa membiarkan hal itu terjadi. Ia menarik tangan Mahardika, membuat pria itu oleng sedikit, seolah laptop yang ada di tangannya akan lepas dan jatuh ke lantai. “Saya suka sama Mas Dika!” kata Stefani dengan sangat jelas.
Stefani merasakan waktu disekitarnya berhenti sebentar saja. Mata mahardika terbelalak tidak percaya. Hanya sebentar saja, sebab pegangannya pada tangan Mahardika terlepas dan ia ditarik hingga berputar dan sebuah tamparan mendarat di pipinya. Telinga Stefani berdenging karena hal itu.
“Lancang kamu, Stefani!” pekik gadis cantik dan gaun yang indah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 145 Episodes
Comments
N. Mudhayati
Jangan-jangan mahardika jg suka sm stefani... 🤔
makin seru nih...
lanjuttt... 💪
2022-10-31
1