Lupakan hal buruk yang baru saja terjadi! Daisy mengatakannya berkali-kali saat berbimbingan tangan dengan Mahardika di tangga.
“Masih kepikiran hal tadi?” bisik Mahardika saat mereka sampai di tengah tangga.
Mana mungkin Daisy bisa lupa secepat itu. Ia hanya tidak bisa mengagalkan rencana ibu tirinya dan membuat orag-orang membenci dirinya saja. Andai saja ia memiliki kemampuan untuk itu, Daisy akan menghilang.
“Percayalah padaku. Aku sama sekali tidak menaruh perasaan pada Stefani.”
Daisy tidak menjawab. Ia bahkan tidak tahu apa harus pecaya pada Mahardika atau tidak. Bahkan Mahardika tidak menyatakan cinta padanya setelah semuanya. Memang Daisy senang dengan hadiah kecil yang diberikan padanya di kamar tadi. Tapi, itu hanya formalitas saja. Ia menyadarinya saat keluar dari kamar.
Begitu kakinya menyentuh lantai dasar, Daisy tahu kalau ia tak boleh terlihat terbebani lagi.
“Jangan khawatir, Mas Dika! Aku tidak akan mengecewakanmu!” katanya sambil menoleh dan tersenyum.
Mahardika tersenyum juga, tetapi ia lebih lama melongo menatap Daisy. Lalu mereka menuju aula samping, lebih seperti ruangan besar yang memang disiapkan untuk pesta. Seorang pelayan membantu mereka berdua untuk membukakan pintu.
“Lihatlah betapa cantiknya putriku!” Ibu tiri Daisy berseru segera.
Daisy terbiasa diperhatikan, hal itu sama sekali tidak menjamin kalau grogi tidak menyerangnya. Mahardika melepaskan tangan Daisy supaya ia berjalan sendirian ke tengah ruangan. Berdiri dan menampilkan bahwa keluarganya sangat bahagia.
“Terima kasih sudah datang di pesta ulang tahun putri kami, Daisy. Silakan nikmati pestanya!”
Papa Daisy, mewakili Daisy untuk menyapa para tamu yang datang. Lalu ia melihat orang yang tidak ingin dilihatnya di dalam ruangan. Pandangannya terpaku pada Stefani yang telah memakai gaunnya sendiri dan berjalan mengitari ruangan dengan nampan berisi minuman.
Bagaimana mungkin dia bisa bersikap tidak terjadi apa-apa? Daisy membatin takjub di dalam hati.
“Kenapa kamu bengong Daisy? Ayo tiup lilinnya dan potong kuenya!”
Ibu tiri Daisy berseru riang di sampingnya, mengalihkan perhatian Daisy segera. Ia melakukan tugasnya sebagai anak yang baik dan penurut.
“Jadi potongan pertama akan kamu berikan pada siapa Daisy?” tanya ibu tirinya.
Daisy memegang piring kertas berisi potongan kue ulang tahunnya dengan bingung. Tahun lalu telah diberikan ke Mahardika. Tahun sebelumnya pada sang papa. Jebakan!
“Tahun ini tentu saja untuk Mama!” kata Daisy dengan senyum yang seolah mengatakan betapa ia menyayangi wanita yang mengantikan ibunya itu.
Wanita itu tampak sangat riang, menatapnya dengan mata berkaca-kaca dan penuh haru. Daisy jadi merasa kalau dirinya adalah orang paling jahat di dunia karena merasa sangat kesal dan buruk sekali.
“Silakan menikmati pestanya!” Daisy berseru seperti halnya sang papa.
Lalu mundur ke arah Mahardika sebentar. Pria itu mengucapkan selamat ulang tahun lagi. Berikutnya kedua orang tua Mahardika memeluk Daisy, mengucapkan hal yang sama.
“Gaunnya sangat cantik di tubuhmu!” puji calon mertua Daisy.
Daisy tersipu malu. Ia tidak tahu kenapa, tetapi orang tua Mahardika jelas lebih dekat dan jujur dibandingkan papanya sendiri. Ia menjadi senang dan perasaan buruk beberapa saat yang lalu jadi menghilang.
Bayangan Stefani mendadak tertangkap pandangan mata Daisy kembali. Kali ini rasanya Daisy harus berbicara pada gadis itu. Mereka tinggal di tempat yang sama dan pasti akan berpapasan setiap hari. Kondisi keluarga Daisy sudah cukup buruk hingga ia tidak butuh kondisi buruk lainnya.
“Saya permisi sebentar,” katanya pada kedua orang tua Mahardika.
Mahardika memandangnya ingin tahu, sedikit rasa penasaran, tetapi tidak bertanya.
Daisy mengikuti Stefani di belakangnya, gadis itu mengarah ke pintu samping, ke arah dapur luar yang sering digunakan untuk pesta. Beberapa van yang berasal dari katering terlihat parkir tak jauh dari dapur luar.
“Stefani!” Daisy memanggil, tetapi gadis itu tidak berhenti. “STEFANI!” teriaknya.
Langkah kaki Stefani mendadak menjadi lebih cepat. Gadis itu tampak ingin melarikan diri.
“Kamu akan dalam masalah besar kalau mengabaikanku, Stefani!” seru Daisy mengancam.
Ancaman tersebut sepertinya membuat Stefani takut. Gadis itu berhenti melarikan diri, berdiri tegang sambil membelakangi Daisy. Cepat ia memperpendek jarak, memutus jalur untuk melarikan diri bagi Stefani.
“Ada apa, Nona?” Kepala Stefani tertunduk.
Akan tetapi, Daisy tahu kalau gadis itu sama sekali tidak menyesal dengan yang sudah dilakukannya siang tadi. Entah Stefani menyesal atau tidak, Daisy tetap harus menunjukkan siapa dirinya.
“Bukankah kamu berhutang permintaan maaf padaku?” tanyanya sambil mendelik tidak senang.
Daisy sudah terbiasa mengabaikan orang-orang, tetapi tatapan Stefani yang sama sekali tidak memiliki ketakutan dan malah berisi ambisi.
“Permintaan maaf? Saya benar-benar tidak mengerti untuk apa itu?”
Daisy yakin kalau Stefani tidak seperti ini sebelumnya. Jadi ia merasa heran sendiri dengan perubahan yang mendadak.
“Apakah keluargamu tidak menegurmu?” tanya Daisy. Ia bisa melihat Stefani terkesiap sedikit, tetapi kembali bersikap percaya diri seperti semula. “Ah, sepertinya ditegur, tetapi kamu berusaha mengabaikannya.”
“Memang apa salahnya menyukai seseorang?”
Pemikiran macam apa yang merasuki Stefani sekarang. Ia harus juga memberi peringatan pada orang yang sudah mengajarkan hal yang pada gadis pelayan ini.
“Memang tidak ada yang salah. Tetapi yang kamu lakukan salah. Bisakah kamu melihat siapa yang berada di sisi Mahardika. Dia sudah memiliki tunangan dan itu aku. Datang dan menyatakan perasaan pada pria yang sudah memiliki pasangan itu tidak benar.”
“Jadi apa yang aku lakukan salah dan yang Anda lakukan harus benar?”
Daisy membuang napas pasrah. “Sepertinya sia-sia bagiku bicara padamu!”
Stefani yang lebih dulu meninggalkan Daisy.
Daisy sama sekali tidak percaya bahwa selama ini ia ternyata tidak kenal dengan Stefani. Padahal mereka sering bertemu dan wajah gadis itu selalu tampak ceria dan ramah.
“Kamu baru saja bicara dengannya, kan?”
Daisy berbalik, lalu melihat Mahardika berjalan mendekat ke arahnya. Ia melihat sekeliling dan tidak bisa membayangkan Mahardika berjongkok untuk bersembunyi dan menguping.
“Dia menyebalkan!”
“Terasa seperti orang lain.” Mahardika mengerjap, terkejut dengan pembicaraannya. “Tahun lalu aku bicara dengannya sedikit. Saat itu dia menangis dan aku menyapanya.”
“Mas Dika tidak menceritakannya padaku.”
“Karena aku pikir tidak penting. Kami hanya bertemu sebentar itu saja. Aneh, jika dia tiba-tiba menyatakan cinta padaku,” terang Mahardika jujur.
Daisy tiba-tiba merasakan firasat tidak baik. Itu sama seperti saat papanya membawa ibu tiri ke rumah. Ini sama seperti saat papa berkata akan menikah kembali demi Daisy, tetapi ia tahu kalau semua itu bohong. Firasat yang seperti itu.
“Kamu lelah?”
Mahardika sedang memperhatikan Daisy, tampak cemas sedikit.
“Ya, semuanya begitu banyak kejutan!” jawabnya.
Mulai dari persiapan, pertengkarannya dengan sang papa semalam, mendengar Stefani menyatakan cinta pada Mahardika. Terakhir menyadari sikap percaya diri Stefani yang tampak bisa melakukan apa saja.
“Mari ke dalam!” ajak Mahardika.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 145 Episodes
Comments