Daisy: Jika kamu bertemu dengan temanku dan ia mengatakan aku dekat dengan teman laki-laki di kampus, maka itu kebohongan.
Mahardika menatap pesan yang masuk ke Whatsapp-nya dan menghela napas. Padahal Daisy tak harus menjelaskan siapa dan apa yang sedang dikerjakannya. Mahardika tahu betul siapa Daisy. Mereka mungkin tak akrab sejak kecil, hanya sering bertemu karena menemani orang tua masing-masing. Tetapi, ia tahu kalau Daisy bukan gadis yang tebar pesona seperti itu.
Mahardika: Ya, aku tidak akan mendengarkannya jika bertemu dengan temanmu itu.
Daisy: Terima kasih.
Ketukan di pintu kantornya mengalihkan pandangan Mahardika segera. Ia meletakan ponsel di samping laptop. “Masuk!” suruhnya.
Seorang pria dengan kemeja biru masuk, mengucapkan sapaan formal lalu mendekat dengan map merah. Laporan yang diperiksa Mahardika telah bertambah. Juga beberapa proposal tentang pengeksporan briket batu bara. Serta permintaan tambahan dari penerima briket yang telah bekerja sama dengannya.
“Terima kasih!” Mahardika melihat map merah tersebut di letakan di depannya, di belakang laptop.
Karyawan yang mengantarkan map merah masih tetap berdiri di tempatnya semula.
“Masih ada yang ingin kamu tanyakan?” tanya Mahardika.
Pria yang mengantarkan map pada Mahardika adalah sepupunya. Namanya Indra. Kadang-kadang pria itu bersikap tidak sopan di kantor, tetapi hanya ketika ia dan Mahardika berdua saja.
“Apa aku boleh bersikap penasaran sekarang?”
“Jika pintunya sudah tertutup dan kamu yakin tidak ada seorangpun yang mendengarkan, silahkan!” Mahardika menjawab sambil membuka map yang baru saja dia terima.
“Bukankah kamu seharusnya menemui Daisy sekarang?”
“Iya, kenapa aku harus menemuinya di waktu sekarang?”
“Kamu benar-benar menanyakan alasannya padaku?” Pria bernama Indra itu terdengar sangat penasaran.
“Memang siapa lagi yang ada di sini selain kamu? Jika kamu mengajukan pertanyaan seharusnya kamu tahu jawaban dari pertanyaan itu.”
Saat kepala Mahardika terangkat, Indra menatapnya dengan tatapan remeh. "Sepertimu seharusnya tidak bisa mendapatkan Daisy.”
“Jadi seperti apa orang yang bisa mendapatkan Daisy menurutmu?”
"Jangan bicara sok padaku karena kamu bertunangan dengan Daisy. Pergi temui dia dan ajak dia makan siang! Bukankah usianya sudah 20 tahun sekarang? Kamu harus lebih sering mengakrabkan diri dengan Daisy. Atau dia bisa saja terpikat dengan laki-laki lain yang lebih ramah darimu!”
Seperti halnya Daisy yang tidak perlu khawatir kalau Mahardika tertarik pada gadis lain. Mahardika juga tidak perlu khawatir pada Daisy, ia yakin Daisy bisa menjaga diri dengan baik.
"Akan kulakukan jika berhasil menyelesaikan map yang baru kamu berikan ini. jika tidak maka itu salahmu telah memberikanku pekerjaan baru!”
"Kenapa itu jadi kesalahanku?”
Mahardika mendengar langkah kaki Indra keluar dari ruangannya. Setelah bunyi pintu tertarik debam yang menyusul menandakan kekesalan Indra terhadap sikap kakunya.
Mahardika yakin kalau yang ditunjukkannya bukan sikap kaku ataupun tidak peduli pada Daisy. Ini hanya sebuah pernyataan kepercayaan kepada orang yang akan menjadi istrinya kelak. Daisy terlalu sempurna untuk mencari kesempurnaan lain di luar dirinya.
“Jika aku ke kampus Daisy sekarang mungkin aku akan bertemu dengan dia lagi!”
Ingatan Mahardika lekas tertuju pada gadis yang sempat ditemuinya ketika menjemput Daisy kemarin siang. Gadis biasa saja yang berusaha menonjol diantara yang lainnya.
“Aku harap tidak harus terlibat dengan dia!”
Akan tetapi, jika memang harus terlibat dengan orang itu, Mahardika tidak mau membuat Daisy salah paham.
***
Kerutan muncul di dahi Daisy. Dia tak menyangka melihat salah satu jagoannya fakultas bahasa berada di tempat parkir fakultas ekonomi.
“Apa memang kamu seharusnya ada di sini?” Daisy bertanya tanpa menghilangkan kerutan di dahinya.
Lola dan Maya yang ikut bersamanya untuk pergi ke kantin yang letaknya di sebelah fakultas ekonomi ikut menetap orang yang seharusnya tidak ada di sana itu.
“Bukankah di gedungmu juga ada kantin? Kamu memang seharusnya tidak ada di sini!” Lola menambahkan.
“Saya sedang mencari sesuatu Nona Daisy!” kata Stefani pada Daisy.
"Siapa yang kamu cari memangnya? Brian?”
“Bu-kan!” Daisy tergagap menjawabnya.
Anak pelayan di rumah Daisy itu seperti terpergok mencuri sesuatu yang bukan miliknya. Seolah-olah Dia baru saja melakukan kejahatan besar dan akan membuatnya tertangkap serta dihukum oleh masyarakat dengan berat. Daisy ingin merasa curiga. Tetapi mengingatkan dirinya sendiri bahwa tidak ada gunanya mencurigai orang lain. Ia punya segudang masalahnya sendiri. Seperti bagaimana ia mengenyahkan orang-orang yang ingin memanfaatkannya atau mendapatkan sesuatu darinya. Atau bagaimana ia harus menyelesaikan proposal ekonomi yang diminta asisten dosen pada perkuliahan tadi
"Jika kamu memang mencari Brian, dia masih ada di dalam karena tidak mengumpulkan tugas tadi!” Daisy meirik Lola dan Maya yang ada di sampingnya. “Ayo kita pergi!” ajak Daisy pada kedua temannya yang masih menatap Stefani dengan penasaran.
Saat Daisy berbelok ke arah kantin, Lola dan Maya asyik dengan pembahasannya sendiri, tentang bagaimana Stefani tiba-tiba muncul di sana, terlihat mencurigakan.
“Dia bilang sendiri ada yang sedang dicari, jangan terlalu banyak berpikir!” tegur Daisy.
Dalam hati Daisy menambahkan kalau seharusnya kemampuan deduksi kedua temannya digunakan dalam pelajaran tadi, bukannya hal tidak penting seperti ini.
“Tapi aneh Daisy! Apa kamu tahu kalau kemarin saat Mas Dika kemari Stefani juga kebetulan ada di sini! Aku menyebutnya sebagai sebuah kebetulan tetapi tak merasa kalau ini sebuah kebetulan.”
Daisy menghela napas. Ia benar-benar tak mau berpikir macam-macam. Bagaimana mungkin Stefani merencanakan sesuatu dengan otak kecilnya. Gadis itu tidak akan melakukan hal buruk. Paling hanya hal aneh seperti yang dilakukan Brian saja.
“Jika kalian masih mau memperdebatkan kenapa Stefani ada di sini, aku akan pergi sekarang! Lebih baik makan di rumah,” kata Daisy, mengambil ancang-ancang untuk berbelok ke parkiran lagi.
“Eh, jangan begitu! Katanya tadi mau traktir?” Lola protes dengan segera.
Ia membiarkan Lola dan Maya pergi ke kantin terlebih dahulu. Matanya terpaku pada keberadaan Stefani di sana, terpaku di tempat seperti sedang menunggu seseorang.
Tidak mungkin seperti yang aku pikirkan! Dugaan tanpa bukti adalah sebuah kesalahan yang fatal. Entah di ilmu mana pun selalu saja jawabannya sama. Aku memang tidak menyukainya, tetapi bukan berarti aku membencinya tanpa alasan!
Ia harus meninggalkan perasaan tak tenangnya itu sekarang juga. Toh, Mahardika bukan seseorang yang akan tertarik pada sesuatu seperti Stefani.
“Daisy! Ayo sini!”
Daisy tersenyum, duduk di kursi yang sudah dipilihkan teman-temannya. Yah, ini memang tidak senyaman kafe biasa yang sering didatangi saat menunggu jam kuliah. Ia pasti bisa menyesuaikan diri dengan semuanya.
“Ah ... di sini kamu rupanya?”
Lola menyelutuk ke arah belakang Daisy, tempat para lelaki dari berbagai tingkatan berkumpul.
“Kenapa? Aku tidak boleh di sini?”
Daisy langsung mengenali suara yang baru saja menyahut, memutar tubuhnya sedikit dan melihat ekspresi terkejut Brian.
“Harusnya aku yang terkejut seorang Daisy datang ke sini!”
“Kenapa? Tidak boleh?”
Brian mengaruk kepalanya. “Hanya aneh saja! Tapi, ada yang mengatakan kalau mencoba pertama kali lebih baik dari pada tidak sama sekali!”
“Oh, ada gadis cantik yang cari kamu! Stefani kan namanya Daisy?” Lola kembali bicara.
Daisy berharap kalau Lola tak mengatakan hal itu di depan Brian. Kini ia melihat kilatan kesenangan di mata pemuda itu, lalu orang yang sama lekas berdiri.
“Kalau begitu, aku harus menemuinya, kan?” Ia menyeringai pada Daisy.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 145 Episodes
Comments
Nadira
Dikha lebih percaya pada Daisy walaupun mereka tidak terlalu akrab dari awal.
2023-01-04
1
Sandra Yandra
Ceritanya menarik
2022-11-18
2