Pagi ini di meja makan, Emily makan dengan tenang. Ia tidak terlalu mempedulikan dua orang yang saat ini semeja dengannya.
Sebenarnya ia tidak ingin duduk bersama dengan mereka. Tapi, tadi malam Jeremy berkata bahwa mulai hari ini ia harus sarapan dan makan bersama dengan mereka. Ya sudahlah, anggap saja ini adalah bagian dari rencana.
Sementara Jeremy diam- diam melirik Emily yang makan dengan tenang. Ia kehilangan nafsu makannya saat mengingat percakapannya dengan istrinya semalam. Ia masih di penuhi oleh rasa penasaran tentang siapa yang memberi nasehat pada istrinya itu.
Apa dia perempuan? Atau lelaki?
Aarrghh.. Jeremy tanpa sadar menggenggam sendoknya dengan kuat. Ia tidak tahu, perasaan apa yang mengusik hatinya saat ia berpikir kalau seorang laki-laki yang memberi nasehat baik pada Emily.
"Jeremy, ada apa? Apa kau tidak suka makanannya? Kalau kau tidak suka, kita bisa meminta pelayan untuk membuatkan makanan lain untukmu." kata Clarissa yang menyadari kalau Jeremy hanya memegang sendoknya, tapi sama sekali tidak menyentuh makanannya.
Emily hanya melirik saat Clarissa memanggil pelayan, kemudian melanjutkan menyantap sarapannya.
"Buatkan makanan lain. Tuan Jeremy tidak menyukai ini." perintah Clarissa.
Haaa... Emily tertawa dalam hatinya. Gadis ini benar-benar bersikap seolah ini adalah rumahnya. Ah, ralat. Dia bersikap seolah saat ini dia sudah menggantikan posisi Emily.
Emily menggeleng pelan tak peduli, ia kembali melanjutkan sarapannya. Sementara Jeremy yang melihat reaksi acuh Emily, merasa kesal.
"Tidak perlu memasak yang lain lagi. Aku hanya tidak selera makan pagi ini." ujar Jeremy pada pelayan yang ingin mengambil piringnya.
"Kenapa? Apa karena ada wanita itu di sini jadi kamu kehilangan selera makanmu?" tanya Clarissa khawatir sambil menatap dan menunjuk Emily.
Emily yang mendengar hal itu, langsung menghentikan gerakan tangannya, ia menatap Clarissa dengan tajam. Apa gadis ini baru saja menyalahkannya?
Apa dia pikir Emily juga ingin berada di sini, kalau bukan karena Jeremy yang menyuruhnya? Tapi, tak apa. Setidaknya ia punya alasan untuk pergi sekarang.
Emily mengangguk dan melambaikan tangannya, kemudian beranjak dari kursinya.
"Mau kemana?"
Langkah Emily terhenti mendengar suara Jeremy. Ia berbalik dan menatapnya dengan tajam.
"Siapa yang bilang kamu boleh pergi sebelum menghabiskan makananmu?" tanya Jeremy lagi.
Emily hanya memicingkan matanya dan tersenyum miring. Apa pria ini mendadak tuli? Memangnya dia tidak mendengar apa yang di katakan oleh kekasihnya?
"Jeremy.." panggil Clarissa dengan khawatir, ia merasa telah mengatakan sesuatu yang salah mendengar nada suara Jeremy.
"Aku yang memintanya untuk makan bersama dengan kita." kata Jeremy sambil menatap Clarissa.
"A..apa?" Clarissa tertegun. Ia pikir tadi Emily sendiri yang ingin bergabung dengan mereka.
"Bukan karena dia selera makanku hilang. Aku hanya tidak ingin sarapan pagi ini. Dan lagi, mulai hari ini, Emily akan makan bersama dengan kita." lanjut Jeremy.
"Apa?" Clarissa kembali terkejut. Ia terlihat tidak percaya dan tidak senang mendengar apa yang baru saja Jeremy katakan.
"Tapi, kenapa..."
"Mulai hari ini, kamu juga akan belajar dengannya." potong Jeremy.
"Tapi, Jeremy.. Aku.." Clarissa ingin menolak.
Namun Jeremy tidak membiarkannya, ia menggenggam tangan Clarissa dan berkata dengan lembut.
"Clarissa.. Kamu harus melakukannya." kata Jeremy dengan tatapan memohon.
Clarissa sama sekali tidak ingin berdekatan dengan Emily, apalagi sampai belajar dengannya. Memangnya apa yang bisa ia pelajari dari seorang yang bisu? Apa Jeremy tidak bisa mencarikan orang lain untuk mengajarinya?
Namun, karena Jeremy yang memintanya, ia tidak bisa menolak dan hanya bisa menghela nafasnya lalu berkata dengan tidak rela,
"Baiklah.."
Jeremy yang melihat Clarissa tidak membantah lagi, lalu mengalihkan pandangannya kepada Emily.
Emily menatap mereka dengan jengah. Clarissa adalah seorang gadis yang manja dan keras kepala, dan meskipun terkadang Jeremy harus melakukan apa saja untuk menyenangkan hati gadis itu, tampaknya Clarissa juga tidak bisa begitu saja membantah ucapan Jeremy. Hubungan kedua orang ini saling mencari keuntungan. Mereka berdua sama-sama takut, jika mereka tidak menyenangkan satu sama lain, maka mereka akan kehilangan apa yang mereka inginkan. Emily memutar bola matanya.
"Kembali duduk dan habiskan makananmu." perintah Jeremy.
Apa-apaan. Melihat dan mendengar semuanya tadi, selera makannya sudah pergi entah kemana. Emily menggeleng kemudian mengatakan sesuatu dengan bahasa isyarat lalu berbalik pergi.
Jeremy menatap kepergiannya dengan geram. Beraninya gadis itu pergi saat ia memintanya untuk duduk kembali, apa Emily ingin mencoba menantangnya?
"Apa yang ia katakan?" akhirnya Jeremy bertanya pada pelayan di dekatnya.
"Nona Muda bilang, dia sudah kenyang, jadi Nona pamit pergi duluan." kata pelayan itu menerjemahkan.
Jeremy hanya bisa menghela nafas dan menyuruh Clarissa menghabiskan sarapannya.
******
Clarissa sedang duduk bersantai di ruang tengah saat Bibi Liana memberi tahunya bahwa Emily mengajaknya keluar. Sebenarnya Clarissa sedang menunggu Jeremy yang sedang bersiap hendak ke perusahaan.
Ia segera berlari masuk ke kamar Jeremy tanpa permisi, beruntung Jeremy telah selesai berpakaian. Jeremy menahan kekesalannya. Ia menatap Clarissa dengan datar, dan berusaha mengatur suaranya agar terdengar lembut.
"Clarissa, lain kali ketuk dulu pintunya." kata Jeremy.
"Maafkan aku, tapi Emily mengajakku keluar." ucap Clarissa sambil menunduk.
"Lalu?" tanya Jeremy mengerutkan dahinya. Tinggal ikut saja, apa masalahnya?
Clarissa mengangkat wajahnya dan memasang tampang memelas.
"Bagaimana kalau dia membunuhku di jalan?" tanyanya takut.
Jeremy menggeleng dan memijit pelan keningnya. Bagaimana bisa Clarissa berpikir demikian? Emily tentu saja tidak akan berani melakukan hal tersebut. Gadis bisu itu cukup pintar untuk tahu hal apa yang akan terjadi bila ia menyentuh milik Jeremy.
"Kemana Emily mengajakmu?" tanya Jeremy, dan Clarissa menggeleng.
"Maafkan aku, Tuan. Nona Muda hanya ingin mengajaknya pergi ke toko dan butik yang di buka olehnya, bukan ingin berbuat macam-macam padanya." kata Bibi Liana yang tiba-tiba muncul di depan pintu sambil menatap Clarissa dengan tajam. Ia merasa kesal dengan sikap gadis itu yang bertingkah berlebihan.
Jeremy mengerutkan keningnya.
"Toko dan butik?" tanyanya heran.
"Dua bulan setelah menikah dengan Tuan, Nona Muda membuka sebuah toko kue yang di bangun di atas tanah milik Tuan yang ada di dekat sekolah Internasional. Nona Muda sangat berbakat dalam membuat dan menghias kue. Bentuk dan warna kue yang di buat Nona Muda sangat lucu dan cantik, dan itu menarik banyak minat dari anak-anak sekolah dan para orang tua yang menjemput anaknya. Sehingga toko kuenya tidak pernah sepi. Tiga bulan setelahnya, Nona Muda kemudian membuka sebuah butik. Karena ternyata, selain pandai membuat kue, Nona Muda juga pandai dalam mendesain pakaian, karena sebelum menikah dengan Tuan, Nona Muda adalah lulusan dari kampus desain. Nona pintar mendesain pakaian pria dan wanita, dari kalangan atas sampai bawah. Dan selain menjual langsung di butiknya, Nona juga menjual secara online. Hal itu mendatangkan keuntungan yang banyak bagi butiknya." kata Bibi Liana panjang lebar menjelaskan. Ia menarik nafasnya sejenak, kemudian melanjutkan,
"Dan karena nanti Nona Clarissa akan mengambil posisi Nona Muda Emily, maka Nona Muda ingin membawanya ke sana untuk melihat-lihat sekaligus mengajarinya mengelola kedua bisnis itu."
Wow.. Ini benar-benar kejutan bagi Jeremy.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments