Seperti yang ia katakan beberapa waktu lalu, Jessie sulit ditebak. Seperti sekarang, ia dan wanita itu sudah duduk di meja yang sama sambil menikmati
makanan yang tersaji. Jessie, wanita itu menyadari keberadaan Xavier sejak keluar dari rumahnya.
"Kau berpura-pura tidak melihatku," ketus Xavier, "Sejak kapan?"
Jessie dengan santainya mengangkat bahu acuh. "Sejak kau berdiri di depan pintu mobilmu mungkin."
Itu artinya sudah sejak awal kedatangannya? Wanita ini benar-benar!
"Ck!" Xavier berdecak.
"Jadi itu sebabnya kau tidak menolak menikah denganku. Keinginan orang tuamu juga? Seharusnya aku tidak takut saat kau mengancam akan membatalkan," cibirnya kesal.
Jessie tetap tenang seraya meletakkan sendok dan garpunya dengan pelan agar tidak berbunyi. "Xavier, kau tahu apa yang paling menyakitkan untukku saat
ini?" Jessie menatap pria itu sangat dalam.
"Memenuhi keinginan orang tuaku disaat keduanya sudah tidak ada," ungkapnya kemudian. "Tapi bukan berarti aku takut pernikahan ini gagal," lanjutnya saat melihat tatapan Xavier yang aneh.
"Kau masih memiliki keduanya, Xavier. Kau masih bisa membahagiakan dan memenuhi keinginan mereka secara nyata. Tidak sepertiku." Suara Jessie
berubah lirih, namun hanya sesaat sebelum seseorang menyadarinya. Tapi Xavier tetap menyadari hal itu.
"Aku selalu keras kepala," lanjut Jessie pelan.
Pria itu berdehem, mengalihkan perhatian pada jalanan di luar. Entah mengapa ia tidak tega melihat wajah sendu yang hanya sedetik itu. Ada sedikit perasaan takut membuat hati wanita itu terluka.
Jessie seperti menahan diri agar terus terlihat tenang. Jika tidak diperhatikan dengan seksama, siapa yang akan menyadari jika Jessie bisa
bersedih. Lihat saja sekarang ekspresinya seolah tidak terjadi apapun barusan.
Wanita ini ahlinya mengendalikan perasaan!
"Kau tidak bekerja?" tanya Xavier tiba-tiba. Ia mengerjit bingung dengan pertanyaannya sendiri.
"Kau tidak bekerja?" Jessie bertanya balik.
"Terserah padaku," jawab Xavier ketus.
"Terserah padaku," balas Jessie juga sebagai jawaban.
Xavier menatapnya kesal. Ternyata benar wanita ini bisa mengimbanginya. Sejauh ini belum ada yang berani mendebatnya, apalagi membuatnya kehabisan kata. Jessie berhasil membuatnya tak berkutik berkali-kali.
"Boleh kuminta satu permintaan?" Jessie bertanya.
"Kau selalu bertindak dan bicara sesukamu. Apa aku tidak salah dengar?" Jelas sekali jika Xavier sedang mengejek.
"Katakan," ucapnya kemudian saat melihat Jessie tidak bergeming.
"Berpura-puralah bahagia selama acara pernikahan berlangsung," pinta Jessie.
Xavier menatapnya dengan kening mengkerut.
"Aku tahu berpura-pura bahagia itu tidak menyenangkan sama sekali, tapi bertahanlah satu hari saja di depan semua orang." Jessie ingin pernikahan pertamanya dihiasi dengan senyuman.
Xavier tidak percaya wanita ini menginginkan hal seperti itu. Terlihat jika Jessie begitu menghargai keputusan orang lain. Xavier mulai memahami seorang Jessie dari sifat dan perilakunya.
Salah satunya adalah saat ini. Jika Jessie selalu bertindak dan bicara sesukanya karena itu adalah hak Jessie, sedangkan meminta berpura-pura dirinya
karena itu adalah haknya dan miliknya. Jessie tidak mengatur apa yang bukan miliknya.
"Kau tahu pada akhirnya ini hanya akan sia-sia, kan?" Jessie tidak akan mau melakukan hal yang sia-sia. Begitukan motto wanita itu, "Semua demi orang tuamu?"
"Siapa bilang ini akan sia-sia." Jessie tersenyum penuh makna.
"Apa yang kau rencanakan?" Jessie hanya mengedikkan bahu.
Suasana cukup tegang beberapa saat sebelum akhirnya ponsel milik Jessie diatas meja berbunyi, memecahkan keheningan diantara keduanya.
"Hubungan kalian sepertinya lebih dari sekedar atasan dan bawahan," ujar Xavier saat melihat nama Valerie tertera di layar utama.
Itu bukan pertanyaan tapi pernyataan.
"Maybe."
"What?" tanya Jessie tanpa basa-basi begitu menjawab teleponnya.
"Mr. Austin menunggu di depan ruanganku," jawab Valerie terdengar oleh Xavier.
"Usir saja."
"Kau gila?" Valerie memekik.
"Apa yang di inginkannya?"
"Tentu saja aku! Dan kau. Hanya kita yang mengetahui tentang Lawrence, ingat." Bisa dibilang seperti itu.
"Baik." Jessie langsung mengakhiri telpon setelah mengucapkan satu kata itu.
Xavier menatap penasaran isi percakapan mereka. Ia tidak mungkin salah dengar saat Jessie mengucapkan kalimat perintah pada Valeria. Status wanita ini pasti tidak sesederhana itu.
"Aku dan Valeria sudah bersama sejak SMA." Jessie seolah menjawab kecurigaan dalam diri Xavier. Secara tidak langsung mengatakan jika mereka memang dekat karena berteman.
"Baiklah, Xavier. Cukup disini saja. Sampai bertemu lagi di hari pernikahan. Semoga kau mendengar permintaanku barusan. Sampai jumpa lagi."
Tanpa menunggu jawaban Xavier, Jessie berlalu begitu saja.
-
-
-
-
-
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
R yuyun Saribanon
keren kamu jessy
2024-01-21
1
*blank*
❤️❤️❤️
2022-10-20
2