"Waktunya makan siang, Miss. Jessie," seru Valerie.
Valerie datang ke ruangan Jessie saat waktu makan siang di mulai.
Seperti biasa Jessie hampir selalu melupakan waktu istirahatnya karena terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Jika terus dibiarkan, khawatir wanita itu tidak akan bergerak dari tempatnya.
"Diam di tempatmu, Val. Biarkan aku menyelesaikan pekerjaanku dulu," ujar Jessie tetap dengan pandangan lurus pada laptopnya.
Valerie menurut dengan memutar bola matanya malas, kemudian duduk di sofa yang ada disana. Dengan bertopang pada lengannya, Valerie memperhatikan setiap lekuk wajah Jessie yang amat sempurna menurutnya.
Jika aku jadi dirimu, sudah dipastikan aku punya banyak pria. Itulah yang ada dipikirannya sekarang.
"Aku ingin makan Sushi." Valerie tersentak dari lamunannya dan langsung menatap Jessie yang menatapnya balik. Wanita itu sudah berdiri di depannya.
"Sejak kapan kau disana?"
Jessie melihat jam di pergelangan tangannya. "Lima menit yang lalu," jawabnya.
"What?!" Rasanya ia baru saja duduk.
"Kau sedang berkhayal menjadi diriku?" Entah bagaimana asal menebak Jessie selalu benar.
"Aku sebenarnya curiga kau itu cenayang, Jes," cibir Valerie bangkit dari tempatnya, "ayo, aku tahu tempat yang enak."
Baru saja keduanya keluar dari lift, keributan langsung terdengar di sekitar Loby. Para karyawan wanita ternyata sudah menumpuk disana. Valerie memasang senyum terpaksa seraya mengembuskan nafas kasar.
"Para wanita ini ...," desisnya tertahan.
Tempat ini sudah seperti pasar, bukannya perusahaan!
"Ada apa ini?" tanya Valerie membuat semuanya hening. Jessie tidak merespon, hanya diam melihat.
Para wanita itu menunduk, tapi salah satu berbicara.
"Itu, Nona— ada yang mencari nona Jessie."
"Jessie?"
"Aku?"
Dalam sekejap wanita-wanita itu menyingkir. Jessie menaikkan sebelah alisnya, tidak percaya melihat siapa yang ada di hadapannya. Begitupun Valerie yang terlihat takjub.
"Ya Tuhan ... Malaikat darimana ini." Mata Valerie tidak berkedip hingga sosok itu berada di depannya.
"Jadi kau pimpinannya? Aku Xavier, Presdir Johansson Company. Senang bertemu dengan anda, Miss Morgan." Xavier memperkenalkan diri.
"Ah! Tentu, Mr. Johansson. Senang bertemu anda juga." Valerie menerima uluran tangan Xavier, "ada keperluan apa anda kemari?"
"Aku ada keperluan dengan Manajer anda, jadi aku ingin meminta izin untuk membawanya keluar hari ini. Jika anda tidak keberatan."
Valerie mengulum senyum. Nampaknya Xavier belum mengetahui jika hubungan mereka lebih dari sekedar atasan dan bawahan.
"Tenta saja, Mr. Johansson. Silahkan bawa dia selama yang anda butuhkan." Valerie menarik Jessie mendekati Xavier, "tapi sebelumnya antar dia makan sushi. Dia belum mengisi perutnya sejak tadi," pintanya.
"Kalau begitu jangan khawatir. Thanks!" jawab Xavier sembari menarik tangan Jessie agar mengikutinya.
"Kau terlihat tidak sabaran hingga menyusul ke tempatku bekerja." Saat keduanya sudah berada di dalam mobil dan meninggalkan area kantor.
"Cih! Jangan percaya diri. Kau pikir aku mau datang kemari karena dirimu. Mommy yang menyuruhku."
Jessie menghela nafas mendengarnya. "Terlalu jual mahal," gumamnya memalingkan wajah.
"Kita mau kemana?"
"Kita? Hanya kau," jawab Xavier ketus, "aku hanya mengantarmu."
"Wah ... Kau sedang mencoba menjadi calon suami yang baik?."
"Tidak! Memangnya siapa yg mau menjadi suamimu!"
"Kau meremehkanku? Kau belum tahu saja." Jessie berdecak, "kau itu hanya salah satunya, bukan satu-satunya!"
Asal tahu saja Xavier sudah termasuk mudah untuk mendapatkannya. Lihat sudah berapa banyak pria kaya dan tampan lainnya yang ia tolak. Xavier bahkan tidak perlu repot-repot menyatakan cinta atau semacamnya.
Mobil Xavier berhenti di depan sebuah butik ternama yang sudah menjadi langganan Rachel. Keduanya langsung dikenali begitu masuk.
"Tuan Xavier dan Nona Jessie, kami sudah menyiapkan gaun sesuai permintaan nyonya Rachel. Sekarang kami hanya perlu mencocokan dengan pilihan kalian."
"Tidak perlu. Pilihkan saja yang terbaik menurut kalian dan bawa dia." Mendorong Jessie pelan ke arah mereka, "aku masih banyak urusan." Xavier langsung pergi begitu saja setelah mengatakannya.
Jessie tidak diam begitu saja. Wanita itu ikut menyusul Xavier keluar.
"Aku akan membatalkan pernikahan jika kau melangkah sekali lagi." Xavier langsung berbalik menatap Jessie tak ramah.
"Masuk!" Tanpa menjawab, Xavier menurut. Pria itu berjalan melewati Jessie yang tersenyum puas.
Warisan ternyata begitu berharga untuk Xavier.
Keduanya berpisah mempersiapkan diri masing-masing dibantu para pelayan. Hampir semua gaun yang dipilih Rachel cukup terbuka di bagian dada dan Jessie kurang menyukainya.
"Berikan yang lebih tertutup." Namun pandangannya menangkap satu gaun yang sederhana dengan belahan dada tidak terlalu rendah juga tidak terlalu tertutup.
"Berikan itu."
Jessie terdiam cukup lama di depan cermin saat gaun itu sudah terpasang sempurna di tubuhnya. Gaun ini sama persis seperti yang dikenakan sang ibu di hari pernikahannya dengan sang ayah.
"Cantik."
"Gaun ini di desain khusus oleh designer terkenal asal Prancis. Tampilannya memang sederhana, tapi dibuat sedetail mungkin dengan hati-hati. Ada taburan berlian untuk meninggalkan kesan mewah. Ini adalah gaun termahal kami."
"Aku ambil."
**
"Kami sedang fitting gaun. Aku akan pergi setelah selesai."
Jessie bersandar pelan menghadap Xavier yang membelakanginya pada tembok di belakangnya sambil mendengarkan pria itu berbicara pada seseorang yang di duga adalah kekasihnya. Padahal baru semalam Xavier mengatakan sudah mengakhiri hubungan mereka. Jessie hanya tersenyum melihatnya.
"Baiklah." Xavier mengakhiri teleponnya. Saat berbalik pria itu sedikit terkejut melihat Jessie sudah menunggunya.
"Kau berbohong?"
"Bukan urusanmu," sarkasnya. Jessie tersenyum lagi.
"Xavier ..." Pria itu mengerjit. Baru kali ini Jessie memanggilnya santai.
"Meski kau tidak menginginkan pernikahan ini, setidaknya hargai aku sebagai istrimu." Jessie menatap pria itu dalam.
"Mungkin kau berpikir akan menikah lagi saat kita berpisah, tapi bagiku ... ini seumur hidup. Pernikahan hanya sekali dan akan kujalani itu sebagaimana mestinya." Xavier tidak dapat menjawab. Perkataan itu seperti menusuknya hingga ia merasa tidak nyaman. Mata itu seolah menyiratkan banyak hal.
"Kau memikirkan perpisahan?"
"Jika itu yang kau inginkan, maka buat aku menyerah." Jika itu terjadi, maka Xavier juga yang akan menjadi laki-laki terakhirnya.
Aku ingin seperti ibu yang bertahan hingga akhir. Dengan begitu aku tidak perlu menyesali apapun dan menjalani hidupku dengan tenang. Jessie.
"Bagaimana?"
-
-
-
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
Nirmala
keren..bahasa yang apik
2025-04-01
0
*blank*
🙃🙃🙃🙃
2022-10-20
2