Rasa sakit dan lemas di tubuh berusaha ia alihkan dengan fokus bekerja. Ada banyak tumpukan karung beras yang harus ia naikkan ke truk mobil.
Wajah pucat Jupri tak menjadi hambatan ia bekerja.
“Jupri, kamu sakit?” Seorang pemuda yang bekerja seprofesi dengan Jupri khawatir.
Bukan ia tidak mendengar berita sakitnya Jupri waktu lalu. Jupri hanya menggeleng dan kembali berjalan mengambil karung beras berikutnya. Banyak anak-anak muda di desa itu yang turut ikut bekerja di gudang untuk mengangkat beras puluhan karung.
“Ayo burun, berangkat. Jupri! Kamu ikut mobil yang itu.” Teriakan seorang mandor bagian gudang.
Jupri patuh, ia ikut masuk ke sebuah truk yang terisi penuh. Soren itu juga mereka berangkan ke kota. Tak perduli langit yang sudah mulai gelap. Malam segera tiba, belum usai letih di tubuh akibat perjalanan dari Kota. Jupri harus kembali berangkat ke kota dan segera pulang ke desa lagi.
Tak banyak bicara, ia hanya fokus bekerja. Hingga perjalanan ke kota berjalan lancar dan mereka berhasil kembali ke desa tepat waktu sudah hampir jam 7 pagi. Tidur ia sempatkan selama perjalanan.
Meski terlelap di atas mobil, rasa kantuk dan lelah masih tak berkurang rasanya.
“Gita! Gita! Git!” Ketukan serta panggilan pagi itu membuat wanita cantik keluar membuka pintu rumah.
“Abang!” Gita sangat senang melihat suaminya sudah kembali pagi itu.
Rumah sudah tampak sepi, sepertinya semua sudah pergi kerja lebih pagi.
“Bang, ayo masuk. Abang apanya yang sakit?” Gita bertanya sembari berjalan di depan sang suami. Lupa bahwa handuk di tubuhnya belum tergantikan dengan pakaian sehabis mandi.
Tatapan lelah di mata Jupri entah mengapa jadi berubah. Kabut Gairah seorang pria tiba-tiba muncul di benaknya. Secepat kilat, tangan Jupri menarik tangan Gita saat mereka berada di kamar.
“Git, aku menginginkannya.” Mata bulat Gita membola terkejut.
Bahkan tak di beri kesempatan bicara, bibir Gita sudah lebih dulu di bungkam oleh bibir Jupri pagi itu. Awalnya terasa kaku, namun perlahan insting gairah Gita menuntunnya untuk mulai mengikuti apa yang bibir suaminya lakukan.
Pagi yang melelahkan nyatanya membuat semangat Jupri lahir kembali. Ia bergerak cepat menikmati tubuh putih istri kecilnya. Gita pun turut menerima perlakuan sang suami.
Untuk pertama kalinya keduanya bersatu dengan sempurna. Suara rintihan kesakitan dari bibir Gita perlahan menghilang dengan bibir yang ia bungkam. Rasanya sungguh malu mendengar suaranya sendiri.
Hingga beberapa menit berlalu akhirnya Jupri terbaring di samping sang istri. Ia kelelahan sangat bahkan matanya terpejam untuk sejenak.
“Bang, tidurlah. Abang pasti kelelahan.” Gita ingin beranjak bangun, namun tangan besar Jupri sudah memeluknya dari samping.
Jupri mendekatkan kepalanya pada ceruk leher sang istri. “Sebentar, Git. Aku ingin seperti ini dulu.” Gita pun hanya diam mengikuti perintah sang istri.
Matanya tak lepas dari jam mini di rak make up sederhana miliknya.
“Duh, semoga Bang Jupri cepat tidur. Bisa terlambat ke kebun ini.” Gita tak perduli bagaimana tubuhnya sakit akibat pertempuran kilat pagi ini untuk pertama kalinya.
Pekerjaan tetaplah pekerjaan, bisa kena marah jika sampai sang bapak tahu ia tidak bekerja.
Dan benar, setelah itu terdengar dengkuran halus dari samping Gita. Ternyata Jupri telah tertidur dengan tubuh yang polos.
“Bang Jupri sudah tidur. Sebaiknya aku harus segera berangkat. Nanti siang baru bangunin Bang Jupri untuk ke sawah. Bapak pasti tidak tahu kalau Abang sudah pulang.” Gita bermonolog.
***
Sejak hari itu hubungan Gita dan Jupri akhirnya semakin hangat. Jupri pun merasa nyaman dengan keberadaan Gita yang selalu perhatian dan melayaninya sangat baik.
Sore ini, seperti biasa. Usai pulang dari sawah bersama mertua. Jupri segera menuju ke kamar mandi.
“Bang, ini handuknya.” Gita memberikan handuk agar suaminya langsung mandi.
Jupri mengecup kening Gita dengan senyum hangat di wajah tampannya. Kulit putih nyatanya tak memudar setelah berbulan-bulan bekerja di bawah terik matahari.
“Maafin Bapak yah, Bang.” Sebelum masuk ke kamar mandi Gita mengatakan permohonan maaf untuk sang bapak. Ia sungguh tidak tega melihat Jupri yang lelah harus melanjutkan pekerjaan ke kota menjadi buruh.
Jupri tersenyum. “Tidak ada yang perlu di maafkan, Git. Kewajiban Abang menafkahimu dan keluarga. Ini justru belum ada artinya.”
Punggung tegap Jupri menghilang di balik pintu kamar mandi. Kini, ia sudah terbiasa bekerja keras. Bahkan semenjak hubungannya dengan Gita berjalan mulus, Jupri tak jarang jika pulang dari kota akan menghabiskan waktunya semalaman lembur menghangatkan Gita.
Rasanya sungguh membuatnya ketagihan. Dan malam ini mereka sudah berencana jika Jupri pulang cepat, Gita harus melayaninya.
Usai mandi dan bersiap, kini Gita mengantar kepergian Jupri di depan pintu rumah.
“Bang, ini baju ganti dan bekal. Abang jaga diri yah. Hati-hati.” Gita mengantar kepergian sang suami.
Haidar yang duduk bersama Dewi melihat kepergian sang menantu hanya diam. Baginya cukup diam selama Jupri akan giat bekerja.
“Istirahat yang banyak yah? Abang pulang kita kerja keras berdua.” Senyuman Jupri mengembang kala melihat wajah cantik yang harus ia tinggal lagi malam ini.
Gita tersenyum malu mendengar ucapan sang suami.
Hingga perjalanan ke kota, Jupri tampak menidurkan dirinya sejenak. Dua buruh di mobil truk itu tak membuat keadaan sempit. Mereka tidur hingga akhirnya mobil sudah memasuki kawasan kota tempat dimana mereka akan menurunkan beras berkarung-karung.
“Ah kenapa mengantuk begini sih? Padahal sudah minum kopi.” Gerutu sang supir yang merasa matanya sudah buram saat melihat garis jalanan aspal.
Dua orang di sampingnya pun sudah tidur semua, dingin suasana malam semakin menambah kantuk di mata sang supir.
Di desa, Gita tampak terbangun malam itu dari tidur lelapnya. Matanya melihat ke arah jam.
“Abang sudah sampai belum yah? Semoga cepat pulang. Perasaan ku tiba-tiba kangen banget sama Abang.” Gita duduk dari tidurnya dan mengusap wajahnya kasar.
Ia bangun dan menuju lemari pakaian. Satu lembar baju sang suami ia ambil. Senyumnya mengembang kala mencium aroma khas baju bersih sang suami.
“Baunya Abang masih nempel ternyata. Gara-gara nggak beli pewangi baju jadi bisa cium baunya Abang di baju.” Pelan ia pun kembali tidur sembari memeluk baju Jupri.
Sedangkan di perjalanan kini tampak sangat kabut.
“Jupri! Bangun dong gantiin supir.” Jupri perlahan merasa terusik kala tubuhnya di goyang-goyang.
Belum sempat ia mengusap matanya, baru tangan itu bergerak ingin menjangkau mata. Tiba-tiba saja pria di sampingnya sudah berteriak panjang.
“Aaaaaaaa!!!” Teriakan dan sontak Jupri turut berteriak saat melebarkan kedua matanya.
“Aaaaaaa!!”
Dua mobil tabrakan malam itu hingga mengumpulkan banyak orang yang melihat kejadian kecelakaan dua mobil tersebut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments