Menantikan Penjelasan

Suara riuh di terminal kota kala itu menjadi sambutan untuk Gita dan sang ayah. Keduanya berjalan membelah keramaian pengunjung terminal. Dua tas mereka bawa sembari berdesak-desakan.

Sungguh tak ada rasa lelah ia rasakan di tubuhnya saat ini. Bagaimana mungkin lelah, jika hatinya tak bisa tenang sampai bisa bertemu dengan pria yang sudah beberapa hari tak ada kabar.

“Ayo cari angkotnya, Git.” ajak Haidar pada sang anak.

Gita pun menurut saja.

Tak terasa waktu sudah mengantarkan mereka tiba di rumah keluarga sang ayah. Gita dan Haidar mendapat sambutan hangat dari tante dan pamannya.

“Gita, Haidar, akhirnya kalian sampai juga. Ayo masuk. Tantemu di dapur itu masih siapkan makanan.” Paman Gita yang bernama Pardan tampak memanggil sang istri.

“Vit! Vita! Gita sama Mas Haidar datang.” Ia berteriak sembari tersenyum mempersilahkan keponakan dan saudaranya masuk ke rumah.

Wanita paruh baya datang berjalan sembari beberapa kali mengelap tangannya di baju sebelum menerima uluran tangan dari Gita.

“Tante, gimana kabarnya?” sapa Gita ramah.

“Baik, seperti yang kalian lihat. Kalian bagaimana? Sehat?” Haidar dan Gita mengangguk serentak.

Akhirnya hari itu mereka mengatakan niatnya datang ke kota. Tujuan pertama mereka adalah sebuah rumah sakit. Tak membuang-buang waktu. Sebelum malam menjelang, sore itu juga setelah membersihkan diri. Mereka pergi ke rumah sakit di antar oleh Paman Gita naik mobil yang kebetulan milik sang bos.

“Wah Paman mobilnya mewah yah?” celetuk Gita memperhatikan mobil yang mereka naiki.

“Iya, kalau tidak mewah pasti tidak pakai supir dong, Git. Kebetulan Paman sudah ijin kerja hari ini sampai besok, eh taunya di suruh bawa salah satu mobil di rumah majikan. Katanya biar sempat bawa jalan keluarga.” sahut Pardan apa adanya.

Gita sampai mengangguk-anggukan kepala. Beberapa menit berkendara mobil, kini mereka sampai di sebuah rumah sakit.

“Permisi, ada yang bisa kami bantu, Bapak?” Pardan berdiri tepat di depan wanita yang bertugas di rumah sakit itu.

“Git, siapa namanya?” tanya pria itu.

Gita maju lebih dekat. “Jupri, Paman. Korban kecelakaan di jalan xx…” Dengan detail Gita menjelaskan dimana terjadi kecelakaan serta siapa saja korbannya.

Wanita di depan mereka tampak langsung bergerak mencari data pasien di komputer.

“Oh iya benar pasien atas nama Jupri memang sempat di rawat di sini. Tapi, beliau hanya malam saja di rawat. Keesokan paginya di keluarkan oleh seseorang.” Kening tiga orang itu seketika berkerut.

“Di keluarkan maksudnya? Siapa orang itu, Mba?” Gita sudah takut sekali.

Takut jika ada yang berniat jahat pada sang suami.

“Mohon maaf, Ibu. Kami tidak berwenang membocorkan datanya.” Jawaban wanita itu membuat Gita lemas.

“Mba, keponakan saya ini istrinya. Masa tidak bisa di beritahu suaminya siapa yang membawa? Saya bisa tuntut rumah sakit ini loh.” Pardan sangat marah.

“Maafkan kami, Pak. Semua penyelesaian berkasnya pasien sendiri yang mengurus. Jadi kami tidak berwenang membuka data pasien yang di rawat mau pun yang sudah keluar dari sini.”

Gita semakin frustasi mendengar penjelasan jika suaminya sendiri yang mengurus kepulangannya. Itu artinya Jupri keluar dalam keadaan sadar.

“Gita, bagaimana?” Pardan menatap keponakan dengan tak berdaya.

Gita tampak lemas. Ia pun meminta pulang dulu. Sungguh pikirannya tiba-tiba sulit berjalan.

“Pulang dulu saja, Paman. Gita cari sendiri nanti. Sepertinya sulit kita menemukan Bang Jupri.” ujarnya.

Dan sesuai kesepakatan mereka bertiga kembali ke rumah. Di perjalanan Gita terus bertanya dalam hati.

“Bang, apa yang terjadi sebenarnya?”

“Abang nggak mungkin tega ninggalin Gita kan, Bang?”

“Apa yang Gita lakuin selama ini kurang untuk menunjukkan kasih sayang Gita ke Abang?”

“Bang, tolong temui Gita Bang?”

Berbagai pertanyaan begitu membuat Gita semakin tak karuan saja.

Haidar yang duduk di samping Pardan hanya menghela napas. Apa yang ia takutkan sepertinya sudah terjadi.

“Apa Jupri ingat kembali dan pulang? Kemana harus mencarinya? Keterlaluan sekali kalau sampai dia meninggalkan Gita setelah ingatannya kembali. Aku sudah merawatnya sampai pulih. Benar-benar tidak tahu terimakasih.” kesal Haidar mengingat sang menantu.

Sedang di sudut kota lainnya.

Setengah hari Saguna bekerja, siang sampai malam ia habiskan untuk bersama sang kekasih.

Senyuman terus terukir di wajah Arumi kala menikmati sore di halaman rumahnya. Yah, Saguna akan bercerita pada sang kekasih di rumah Arumi setelah menunggu kepulangan kedua orangtua Arumi.

“Terimakasih yah, Sa. Kamu kasih waktu aku hampir seharian. Aku bahagia banget.” Wanita itu tampak bergelayut di lengan sang tunangan.

Saguna mengusap kepala Arumi. “Setidaknya aku harus bisa menebus waktu yang sudah terbuang selama ini, Arumi. Aku ingin kau bahagia. Tak ada lagi air mata yang kau keluarkan.” tuturnya.

Dari arah dalam rumah, tampak Bi Indah berjalan ke arah mereka.

“Non Arumi, Tuan dan Nyonya sudah datang.” Sesuai permintaan Arumi sebelumnya. Bi Indah harus memberi tahu jika orangtuanya pulang. Karena mereka berada di belakang tentu akan sulit mendengar keadaan di depan rumah.

“Tuh Daddy sama Mommy pulang. Ayo, Sa. Aku sudah penasaran mendengarnya.” ujarnya menarik tangan Saguna berjalan mengikutinya.

Pria itu merasa berat melangkah kali ini.

“Apa yang harus ku lakukan? Bagaimana aku tega membuat hati mereka terluka jika mengetahui aku sudah menikah? Tidak. Aku tidak sanggup. Aku tidak mau kehilangan Arumi. Aku tidak bisa melihatnya menangis lagi. Maafkan aku, Gita.” batin Saguna. Sungguh ia tidak akan sanggup menceritakan semua tanpa menutupi bagian pernikahannya dengan Gita.

“Saguna.” Suara Sekar terdengar sedikit tercekat. Meski rasa tak percaya itu begitu besar, tapi ia sadar jika di hadapannya ini berdiri seorang pria yang sudah ia anggap anaknya sendiri.

Yah, memang sedekat itulah hubungan mereka dulu. Kedua orangtua Arumi sangat sayang pada Saguna.

“Dad, Mom,” Saguna mencium punggung tangan kedua orang tua itu.

Wajah Sekar dan Fatir sama-sama gelagapan seolah mereka syok dengan pria di depannya. Lalu tak lama setelahnya mereka pun memeluk Saguna bersamaan.

“Kemana saja kamu, Saguna?” Pertanyaan penuh kerinduan terlontar dari Sekar.

Arumi yang melihatnya ikut tersenyum senang. Ia bahagia melihat sang tunangan sudah di pelukan kedua orangtuanya.

Cukup lama momen hangat nan mengharukan itu berlangsung. Hingga akhirnya Arumi pun bersuara.

“Ehem ehem, kok lama banget pelukannya. Itukan tunangan Arumi, Mom, Dad. Ayo lepaskan.” tuturnya memecah kesedihan. Dan berubah tawa menggema di rumah itu.

“Akhirnya penantian Non Arumi terbayar sudah.” gumam Bi Indah turut senang.

Setelahnya ia pun berlalu membuatkan minuman saat melihat semuanya mulai duduk di sofa.

“Sa, katakanlah apa yang terjadi. Aku benar-benar penasaran.” pintah Arumi mendesak.

Tarikan napas dalam Saguna lakukan.

“Saat kecelakaan itu saya hilang ingatan…ada sekeluarga yang sangat baik rela merawat saya sampai sembuh di desa itu,” Semua tampak hening mendengarkan penjelasan dari Saguna.

Arumi pun semakin mengeratkan pelukannya.

Terpopuler

Comments

surati antik

surati antik

gimana kalau Saguna tahu Gita hamil...kasihan Gita....😥😥😥

2022-10-22

0

surati antik

surati antik

kenapa episode lanjutnya lama banget

2022-10-22

0

Kanza Teodora

Kanza Teodora

akankah saguna jujur dgn peenikahannya dgn gita... kurasa tdk sungguh egois. saguna

2022-10-21

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!