Pagi yang masih kabut di luar sana seketika membuat Saguna terbangun dari tidur singkatnya. Ia berusaha segera membersihkan diri tak perduli bagaimana kantuk menyerang matanya saat ini.
"Aku harus segera menemui Gita, semoga semua sudah selesai hari ini." batin Saguna segera keluar dari kamarnya.
Pakaian santai hanya kaos polos dan celana jeans panjang serta sepatu kets menemani pagi Saguna saat itu. Penampilan yang jarang ia pakai tentu membuat dua pasang mata saling mengernyit heran kala pintu kamar utama terbuka.
"Saguna? Apa ini? Kamu lagi bermimpi?" Oma Rosa menghampiri sang cucu dengan wajah bingung menatap dari bawah ke atas.
Saguna kikuk saat mendapati sang paman, bibi, dan omanya sudah bangun sepagi itu. Bahkan matanya menatap sekeliling rumah yang di dekor sangat indah. Hari ini adalah hari pernikahannya, namun ia belum usai dengan masalahnya bersama Gita.
Gugup, Saguna berusaha menetralkan perasaannya agar keluarga tidak curiga. "Oma, ada yang harus Saguna lakukan sebentar di luar. Setelah itu segera pulang, Oma." ia hendak berlalu namun sang bibi menahan tangan Saguna pelan.
"Saguna, ini hari pernikahanmu. Tidak baik, Nak pergi sebelum pernikahan di lakukan. Bahkan seharusnya kau pun di pingit sebelum pernikahan. Ayo tetaplah di rumah." Semua menatap Saguna dengan wajah penuh harap.
Saguna tahu itu adalah sebuah kebenaran, tapi bagaimana mungkin ia akan mengabaikan permintaan sang keluarga.
"Tidak bisa, Paman, Bibi, Oma. Saya harus pergi ini sangat penting. Maafkan saya." Pria tampan itu berlalu dengan menepis pelan tangan sang bibi yang menahannya sedari tadi.
Tak perduli bagaimana panggilan mereka, Saguna pergi seorang diri melajukan mobil dengan kecepatan tinggi. Di sini, semua mata menatap hampa kepergian Saguna.
"Oma, sebaiknya Oma bersama Jeni bersiaplah. Biar saya yang pastikan Saguna baik-baik saja. Saya akan hubungi Angga..."
"Selamat pagi, Nyonya besar, Tuan, Nyonya." Angga datang dengan pakaian rapi dan wajah yang tampannya. Ia menunduk hormat tanpa sadar kedatangannya memutus ucapan Dana, paman Saguna.
"Angga, kamu tahu kemana Saguna pergi?" lantas Oma seketika langsung teringat akan sang cucu yang pergi seorang diri.
Angga terdiam beberapa saat, sepertinya apa yang di pikirannya benar. Jika sang tuan pergi menemui sang istri siri. Segera pria itu menggelengkan kepalanya.
"Saya tidak tahu sama sekali Tuan muda pergi kemana." jawaban Angga membuat semua menghela napas mendengarnya.
Setelah beberapa menit lamanya berkendara mobil dengan jalanan yang lumayan sepi, akhirnya Saguna memarkirkan mobil di halaman rumah yang semalam ia datangi.
"Lampu sudah mati di teras. Apa itu artinya di dalam ada orangnya? Tapi jejak sandal di depan sini pun masih sama seperti yang semalam." batin Saguna menerka-nerka.
Mantap, ia mengetuk pintu meski dalam hati kecilnya ia yakin jika di rumah sangat sepi.
"Permisi!" teriaknya di iringi ketukan pintu yang nyaring.
"Permisi!" panggilnya lagi.
Masih hening tak ada jawaban hingga tiba-tiba saat Saguna hendak mengayunkan tangannya ada seorang yang mendekat padanya. Rupanya wanita itu adalah tetangga yang melihat Saguna dari tadi.
"Sepertinya semuanya pergi tadi subuh, Tuan." ucap wanita paruh baya itu sopan.
Saguna menoleh dan berjalan keluar dari teras rumah milik keluarga Gita. "Pergi? pergi kemana, Bu? Sebab semalam saya kesini rumah juga sepi." jelas Saguna heran dan takut jika ia akan sulit menemukan Gita.
Wanita itu menggelengkan kepalanya tidak tahu. "Maaf, Tuan. Saya juga tidak tahu." jawabnya.
Sayangnya, Saguna hanya terlambat sekitar tiga menit saja. Di sini mobil mewah yang di pakai Pardan, paman Gita berhenti dan meninggalkan sang istri bersama keponakannya di sebuah usaha catering yang mereka tempati semalam bekerja.
"Bu, Ayah pergi dulu. Tuan Saguna bisa marah besar kalau bapak telat. Usahakan cateringnya juga jangan sampai ada kekurangan yah? Kasih tau teman Ibu, nanti kita ketemu di sana." Pardan yang tahu jika makanan yang mereka siapkan semalam ada untuk pernikahan sang tuan sangat antusias memberikan yang terbaik. Sekali pun itu bukan usaha miliknya.
Pengabdian yang ia berikan pada keluarga Saguna sangatlah besar dan tulus.
"Paman, terimakasih bantuannya. Hati-hati." ucap Gita yang merasa sangat merepotkan keluarganya saat ini. Bahkan sang paman harus buru-buru pergi ke rumah majikan karena mengantar mereka lebih dulu.
"Iya, Gita." jawab Pardan tersenyum dan melajukan mobil mewah itu.
Sementara di sini Gita berjalan dengan senyum mengembang di wajah cantiknya bersama sang Tante.
"Majikan Paman baik sekali, yah Tante. Selama Gita di sini sering sekali Paman di suruh bawa mobil pulang ke rumah. Padahal itu kata Tante mobilnya mahal sekali." ujar Gita bersemangat.
"Yah begitulah, Gita. Sejak dulu mereka sangat baik bahkan dari Oma opanya semua sangat baik." tutur Vita mengenang majikan yang sangat lama di tempati sang suami bekerja.
Hingga percakapan mereka terhenti saat sampai di dalam. Semua makanan nampak siap untuk di antar serta wadah yang di dekorasi sedemikian rupa.
"Ini mba, seragam yang harus kita pakai saat acara nanti." seorang pekerja menyodorkan seragam pada Gita dan tantenya.
Memang Vita tahu usaha temannya ini sering sekali kebanjiran orderan hingga ia pun tidak sungkan lagi jika harus ikut di sibukkan. Hitung-hitung menambah pemasukan mendadak.
"Terimakasih, yah." ujar Gita ramah.
Usai semua persiapan, kini beberapa mobil milik catering itu pun melaju menuju kediaman Saguna. Dengan beberapa pelayan yang sudah siap seragam di tubuh mereka termasuk Gita. Meski hanya seragam berbentuk kemeja dan rok span, sungguh membuat wanita desa itu sangat cantik.
"Git, kamu baik-baik saja?" pertanyaan sang teman yang duduk di samping Gita membuat wanita itu menoleh padanya.
"Iya, aku baik-baik saja. Memangnya ada apa?" tanya Gita heran.
"Wajah kamu sering pucat akhir-akhir ini." jawab sang teman segera Gita tersenyum memastikan dirinya baik-baik saja.
Tanpa terasa waktu sudah berlalu sangat cepat, perjalanan singkat mereka pagi itu akhirnya tiba di halaman luas yang di dekorasi dengan sangat indah. Kursi yang di tata begitu cantik dan menarik semua mata yang datang pagi itu.
"Wah...cantiknya. Apa ini acaranya segini tamunya?" Gita sangat takjub bersama teman lainnya.
Maklum biasa mereka melayani acara yang menggunakan catering hanya dekorasi mewah seperti pada umumnya. Dan lebih umum di gedung hotel. Namun kali ini, ternyata sangat beda.
Rencana Saguna yang meminta Arumi mengurus gedung hotel mendapat penolakan dari wanita blasteran itu. Dan pilihan Arumi jatuh pada rumah dan area sekitar milik sang suami yang ia pikir memang sudah sangat besar.
"Ayo semuanya kita mulai menata makanan. Ingat ikuti instruksi yah?" titah sang bos.
Gita dan kawan-kawan mulai bekerja begitu juga dengan Vita.
Halaman rumah yang di dekorasi untuk acara party malam hari itu sangat indah, sayang pemandangan itu kembali membuat para pekerja catering semakin takjub saat memasuki rumah megah yang juga tak kalah indah dekorasinya. Tak ada hiasan bunga yang palsu. Semua bunga yang segar sehingga menebarkan aroma asli dari bunga yang bercampuran tersebut.
Pemandangan indah rupanya tak membuat kedatangan Saguna pagi itu ceria. Ia turun dari mobil dengan parkir di halaman samping rumah yang memiliki gerbang khusus. Wajahnya tampak datar tak ada ekspresi bahagia sama sekali.
Langkahnya cepat memasuki rumah dan menuju ruang keluarga. Dimana para keluarga sudah bersiap-siap.
"Tuan, anda akhirnya datang juga." Angga sangat cemas menunggu kedatangan Saguna.
Sebab para keluarga terus membuat Angga serba salah untuk tidak menjawab pertanyaan mereka. Sementara Saguna sudah memberinya peringatan untuk tidak menyusul atau menghubunginya.
"Saguna, kamu akhirnya datang juga. Ayo cepat bersiap. Ini sudah hampir jam sembilan. Setengah sepuluh acara akan di mulai." Oma Rosa sangat antusias sekali.
Meski dalam hatinya ia merasa ada yang janggal dengan wajah sang cucu. Sayangnya kebahagiaan membuatnya acuh dengan itu. Ia sangat yakin jika sang cucu juga sangat bahagia dengan acara ini.
Di kediaman yang berbeda tampak wanita cantik dengan tubuh sedikit berisi perlahan melangkah. Gaun simpel namun full dengan payet itu berjalan pelan keluar rumah. Mobil mewah milik sang calon suami sudah terparkir rapi di depan teras rumahnya yang berhadapan dengan pintu utama.
"Silahkan, Nona Arumi." Pardan dengan menunduk hormat menggeser pintu mobil untuk Arumi.
Senyum mengembang di bibir Arumi pagi itu, akhirnya hari yang di nantikan sejak lama sebentar lagi akan terlaksana.
Bahkan debaran jantungnya sangat cepat semakin cepat semakin dekat. "Terimakasih yah, Pak." ujar Arumi.
Tiga mobil yang sudah di dekor sedemikian rupa akhirnya berjalan beriringan pagi itu. Mobil pertama di naiki hanya dua orang, yaitu supir dan mempelai wanita. Mobil kedua di naiki tiga orang, yaitu supir dan kedua orangtua Arumi. Dan mobil ketiga hanya di naiki supir serta pelayan di rumah Gita.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments