Derasnya hujan mengguyur desa Sumber Angin malam itu, banyak rumah yang mulai basah hingga ke teras akibat hujan dan angin yang bertiup kesana kemari.
Bahkan di sini, seorang wanita sudah sibuk berlari ke samping rumah dimana banyak pakaian yang ia gantung setengah kering harus ia selamatkan dari tiupan hujan deras malam itu.
“Abang, mau ngapain?” Sembari sibuk mengambil pakaian di hanger, Gita berteriak pada Jupri yang ikut turun berlari mendekat padanya.
Suara hujan begitu keras membuatnya harus berteriak pada sang suami.
“Sudah masuklah, Git. Biar Abang saja yang ambil pakaiannya.” pintah Jupri.
Gita tak patuh kali ini, bagaimana ia tega membiarkan suaminya basah sedangkan ia masuk ke rumah.
“Tidak, Bang. Biar Gita saja.” sahutnya terus mengambil pakaian. Hingga satu pakaian pun menjadi target akhir untuk Jupri.
Ia segera memikul pakaian itu, lalu sebelah tangannya menggenggam tangan sang istri.
Kilatan petir di saat itu tanpa sadar membuat keduanya berteriak.
“Aaaaa!” Gita reflek berlari ketakutan dan menaiki tangga rumah dari arah belakang.
“Gita jangan berlari!”
Brakkk!!
Suara teriakan Jupri serentak bersama suara sesuatu yang jatuh menghantam tangga kayu yang tidak tinggi.
Gita kaget dan menoleh.
Byarr!! Suara petir menggelegar, sayangnya kali ini Gita bahkan seolah tak mendengar suara itu sama sekali.
Ia justru berteriak panik. “Abang!!” Mata Gita membulat sempurna.
Pakaian yang menjadi tujuan utama wanita itu ia jatuhkan begitu saja di tangga. Ia berlari turun tak perduli dengan derasnya hujan.
Jupri terjatuh hingga tidak sadarkan diri. Guyuran hujan di wajah Jupri sama sekali tidak bisa menyadarkan dirinya dari pingsannya.
Gita menangis ketakutan, ia panik dan terus berteriak meminta pertolongan.
“Bapak! Ibu!” Teriaknya bahkan tetangga di samping rumah turut berlari menghampiri Gita.
“Tolongin Bang Jupri!” Gita kembali berteriak.
Hingga tak lama kemudian tetangga dan orangtua Gita berlari dan melihat Jupri sudah berada di pangkuan Gita kepalanya.
“Ayo ayo cepat bantu saya!” Bapak Gita mengajak para tetangga untuk membawa sang menantu ke dalam rumah.
Semua malam itu terpaksa harus berbasah-basah demi menolong Jupri.
“Abang, bangun Bang.” Gita menangis sembari berusaha memberikan minyak kayu putih di hidung Jupri.
Sungguh Gita sangat takut jika Jupri kenapa-kenapa.
“Gita, tenang. Suamimu pasti akan sadar. Ibu sudah minta tolong panggilkan Mbok Sum.” Sang Ibu memberi tahu Gita jika mereka telah memanggil salah satu ahli urut.
Melihat Jupri yang pingsan usai jatuh, ada kemungkinan ada sesuatu yang terbentur di tubuh pria itu.
“Bu, panggil Pak mantri juga. Gita takut kalau Bang Jupri sakit akibat jatuh tadi.” tuturnya memohon.
Sang Ibu segera mengangguk dan meminta salah satu tetangga agar bisa di mintai tolong.
Sangat menyedihkan memang, dokter tak ada di desa itu. Bahkan untuk ke rumah sakit butuh waktu menempuh perjalanan hingga 7 jam. Tidak mungkin jika malam ini Gita membawa Jupri ke rumah sakit. Apalagi perjalanan pasti membutuhkan uang, dan ia sama sekali tidak memiliki uang lebih.
Bisa makan saja rasanya sudah cukup bersyukur untuknya dan sang suami. Sebab upah Jupri harus sang bapak yang pegang. Karena mereka menumpang di rumah orangtua Gita.
“Bagaimana keadaan suami saya, Pak Mantri?” tanya Gita usai melihat Pak Mantri memeriksa sang suami.
Di sana juga ada Mbok Sum yang memijat beberapa bagian tubuh Jupri.
“Tidak ada yang salah dengan tekanan darah, detak jantung dan lainnya. Sepertinya ini ada kaitannya dengan kecelakaan saat itu.” Gita terisak mendengar ucapan Pak Mantri.
Ia sangat takut jika Jupri mengalami sakit yang serius. Hatinya benar gelisah ingin membawa sang suami ke rumah sakit. Tapi apa yang harus ia bawa untuk membayar semua biayanya.
“Apa ada hal buruk yang terjadi kemungkinan, Dok?” Ibu angkat bicara melihat Gita yang sudah menangis di pelukannya.
“Saya tidak bisa memprediksikan, Bu Dewi. Karena kecelakaan suami Gita ini sangat parah. Saya perkirakan ada beberapa anggota tubuhnya yang mengalami benturan dan luka dalam. Sayangnya alat di sini tidak ada. Jadi seperti yang saya sarankan waktu itu. Harus ke rumah sakit dan melakukan pemeriksaan menyeluruh. Terutama bagian kepala.” Panjang lebar sang mantri menjelaskan.
“Kalau begitu saya permisi dulu, Bu Dewi. Semuanya saya pamit pulang.”
Kepergian Pak Mantri akhirnya di ikuti satu persatu tetangga untuk pulang begitu juga dengan Mbok Sum.
Kini tinggallah Gita, Jupri yang tidak sadar, kedua orangtuanya dan juga Shani, sang adik yang hanya diam mendengarkan.
“Pak, Ibu, kasihan Kak Gita. Apa sebaiknya kita bawa Kak Jupri ke kota?” Usulnya setelah cukup lama Shani bungkam.
Sayangnya usul itu tak di terima dengan baik. Dan justru mendapatkan sentakan kasar sang bapak.
“Diam kamu, Shani! Tau apa kamu soal itu.” Semua terperanjat kaget.
Gita yang menangis bahkan terisak tak bersuara lagi. Nasibnya benar-benar menyedihkan. Bekerja dimana uangnya hanya cukup untuk membeli biaya makan di dapur sehari-sehari. Peluh sang suami dimana hasilnya akan di serahkan pada sang bapak.
Tak ada pegangan sama sekali, dan kini suaminya harus di periksa.
“Pak, Bu, Gita mau ke rumah Pak Malik dulu.” pamitnya menekatkan diri untuk keluar rumah malam-malam.
Tentu hal itu membuat kedua orangtua Gita sangat terkejut.
“Gita, mau apa kamu kesana, Nak?” tanya sang ibu yang menahan tangan sang anak untuk beranjak dari duduknya.
“Jangan bodoh kamu, Gita! Mau pinjam sama Pak Malik itu? Iya! Mau bayar pake apa kamu? Hah ada-ada saja. Tidak boleh!” Bapak berdiri dan masuk ke kamar dengan perasaan kesal.
Gita hanya bisa menunduk terisak di depan sang ibu.
Shani ikut meneteskan air mata melihat keadaan kakak dan kakak iparnya.
Di ruangan tamu, kini hanya ada Ibu, Shani, Gita dan juga Jupri yang masih memejamkan matanya.
“Gita, sudah jangan menangis. Ibu akan bantu, tapi jangan bilang dengan Bapak.” tutur sang Ibu setengah berbisik.
Segera Gita mengusap air matanya, secercah harapan bisa ia lihat dari ucapan sang ibu barusan.
Shani ikut bernapas lega juga. “Akhirnya,” ujar Shani dalam hati.
“Besok pagi kamu siap-siap berangkat sama Jupri. Ibu akan siapkan uangnya. Nanti tunggu Bapak berangkat kerja kita urus kendaraannya yah?” Sang Ibu mengelus rambut sang anak dengan senyuman pilu.
Gita berhambur memeluk sang ibu karena sangat bersyukur memiliki ibu di sampingnya. “Terimakasih banyak, Bi. Gita bersyukur punya Ibu. Gita tidak tahu lagi harus bagaimana jika tidak ada Ibu.” tuturnya mengeratkan pelukan pada sang ibu.
“Yang sabar yah, Kak Gita. Semoga Bapak tidak akan selamanya sekeras ini sama Kak Jupri.” Shani ikut menghambur memeluk kakak dan adiknya.
***
Mentari kini sudah turun kembali menyinari desa yang tampak masih beberapa bagian lembab karena hujan deras dan panjang semalam. Bahkan pagi ini banyak para warga yang berusaha melawan kantuk dan dingin untuk kembali bekerja.
Rasanya sungguh tak rela untuk bangun dari tempat tidur.
“Pak, bangun Pak.” Dewi beberapa kali membangunkan sang suami yang tidur.
“Masih ngantuk, Bu.” sahut Haidar memutar posisi tidurnya untuk kembali mencari posisi tidur yang nyaman.
“Sudah jam tujuh loh, Pak.” Dewi berusaha membangunkan sang suami. Ia gelisah karena harus cepat membawa sang menantu ke rumah sakit.
Segera setelah mendengar jam yang di sebutkan, Haidar terpaksa bangun dan mempersiapkan diri bekerja.
“Belum sadar juga itu?” tanya Haidar saat sudah siap bekerja dan melihat Gita memijat tangan suaminya.
“Belum, Pak.” jawab Gita.
Tak ada pertanyaan lagi, Haidar berlalu dan menuju sawah.
Dewi yang melihat suaminya sudah pergi, segera meminta Gita untuk bersiap.
“Bu, mobilnya sudah datang.” Shani berlari ke rumah dengan napas yang memburu.
Pagi-pagi sekali ia mendatangi salah satu tetangga yang menyediakan sewa mobil.
Gita dengan jantung yang berdegup kencang takut jika bapak akan tahu ia ke kota, berusaha berani demi sang suami.
“Shani, kamu cepat bantu kakakmu memeriksa barang bawaan. Ibu akan ambil uangnya dulu.”
Semua bergerak cepat di rumah sederhana itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments
Risa Fitri
semoga kembli ingatan juori
2023-04-30
0
yanah
mungkinkah jupri ingatannya akan kembali
2022-10-17
0