BAB 2.
Sesuai dengan perintah direkturnya, Bara mengerjakan tugasnya dengan sigap. Ia mendatangi rumah sakit terlebih dahulu untuk membuat janji pada pihak rumah sakit, agar dilakukan prosedur pemasangan ring jantung ayahnya Tania hari ini juga.
Setelah semuanya beres, Bara mendatangi rumah Tania beriringan dengan mobil ambulance yang akan membawa ayahnya Tania kerumah sakit.
Tak membutuhkan waktu lama, mobil Bara sudah terparkir didepan sebuah rumah yang sangat sederhana, bersamaan dengan mobil ambulance tersebut.
Bara memapah ayahnya Tania keluar dari rumah dengan bantuan beberapa petugas, setelah ayahnya Tania dimasukkan kedalam ambulance, mobil yang identik dengan sirene nya itu segera melaju menuju rumah sakit, dengan diikuti mobil Bara dari belakang.
Sesampainya dirumah sakit, para tim medis segera mengerjakan tugas mereka sesuai dengan apa yang sudah diperintahkan oleh direktur utama PT. Erlangga melalui asisten nya, Bara.
Sementara ayahnya ditangani oleh para tim medis, Tania dan ibunya menunggu dengan harap-harap cemas. Mereka berdua berpelukan dengan berurai air mata.
Bara yang melihat momen penuh haru itu hanya bisa menghembuskan nafas panjang. Di satu sisi, ia turut senang karena ayahnya Tania sudah mendapat perawatan, namun di sisi lain ia turut prihatin pada Tania. Gadis manis nan lugu itu sebentar lagi akan menjadi istri kedua direktur nya, lebih tepatnya rahimnya hanya akan dijadikan bahan percobaan.
Setelah menunggu kurang lebih hampir satu jam, pintu ruangan tempat proses prosedur pemasangan ring jantung ayahnya Tania, terbuka bersamaan dengan keluarnya seorang dokter laki-laki paruh baya serta beberapa orang suster.
Tania dan ibunya segera menghampiri dokter itu. Mereka berdua akhirnya bisa bernafas lega setelah mendengar penjelasan dokter yang mengatakan jika pemasangan ring jantung ayahnya berjalan dengan lancar.
Di sisi lain, Bara menelpon Vino untuk memberitahukan jika tugas pertamanya sudah selesai.
"Bagus, dan sekarang kamu bawa Tania ke Apartemen. Setelah itu kamu urus segala keperluan untuk pernikahan kami hari ini." setelah memberi perintah, Vino langsung mematikan sambungan teleponnya.
Lagi-lagi Bara hanya bisa menghembuskan nafas panjang, setelah menyimpan kembali ponselnya ia langsung menuju ruang rawat ayah Tania.
"Tania, kita harus segera pergi. Pak Vino sudah menunggu kita." ucap Bara yang membuat ibunya Tania seketika menoleh menatapnya.
"Pergi, pergi kemana?" tanyanya dengan kening yang mengkerut dalam.
Bara pun menjelaskan dengan detail tanpa ada yang terlewat sedikitpun. Sementara ibunya Tania hanya bisa menutup mulutnya, air matanya sudah tak terbendung lagi, ia benar-benar tidak menyangka jika putrinya itu rela mengorbankan dirinya sendiri demi agar mendapatkan biaya pengobatan ayahnya.
"Bu, sudah jangan menangis, Tania pasti akan baik-baik saja." Tania mengusap air mata ibunya dengan pelan. "Bu, jangan katakan apa-apa dulu pada Ayah, biarkan Ayah pulih dulu. Tania pergi ya, Bu, Tania janji besok akan datang kemari." ucap Tania, ia mengusap punggung ibunya kemudian keluar dari ruang rawat itu bersama Bara. Bara pun langsung membawa Tania ke apartemen milik Vino, setelah itu Bara kembali mengerjakan tugasnya selanjutnya untuk persiapan pernikahan direkturnya itu.
Hanya dalam waktu tiga jam, Bara mampu menyelesaikan tugas nya, termasuk menyiapkan MUA dan juga penghulu.
Di sebuah ruangan didalam apartemen elite milik Vino, pernikahan itupun dilangsungkan dengan hanya disaksikan oleh penghulu dan dua orang saksi beserta Bara dan para MUA.
Air mata Tania mengalir begitu saja seiring ijab kabul yang diucapkan oleh Vino dengan lantang. Dalam waktu sekejap statusnya telah berubah menjadi seorang istri, namun bukan istri seperti istri pada umumnya. Ia diperistri hanya karena rahimnya yang akan digunakan sebagai bahan percobaan.
Beberapa saat kemudian penghulu dan para MUA meninggalkan apartemen, dan kini hanya menyisakan sepasang pengantin baru itu dan juga Bara.
"Pergilah ke kamar, nanti aku akan menyusul. Ada yang aku ingin bicarakan dulu dengan Bara."
Tania mengangguk, kemudian segera pergi ke kamar pengantinnya.
Setelah Tania pergi, Vino dan Bara membicarakan hal mengenai tugas asistennya itu selanjutnya.
"Dengar, Bara. Tania akan tinggal disini, dan tugas kamu sekarang adalah untuk mengawasi Tania. Kemanapun dia ingin pergi sebelumnya kamu harus melaporkan terlebih dahulu padaku. Penuhi semua kebutuhan nya selama dia berada di apartemen ini, sementara aku hanya akan datang kemari sesekali saja. Kamu paham?''
"Paham, Pak." jawab Bara.
"Oh ya, Pak. Bagaimana dengan Bu Elza, kenapa dia tidak menghadiri pernikahan Bapak ini, apa Bu Elza keberatan?" tanya Bara.
"Tidak usah memikirkan dia, saya juga melakukan ini karena dia sendiri. Apa yang saya lakukan ini hanya untuk membuktikan bahwa saya itu sehat dan bisa memiliki keturunan." jawab Vino.
Bara tak lagi menanggapi, yang ada dalam fikiran nya sekarang adalah Tania. Sungguh malang nasib gadis polos itu.
"Untuk hari ini kamu bisa pulang karena malam ini saya akan menginap disini. Tapi besok pagi-pagi sekali kamu harus datang kemari untuk menjalankan tugas kamu."
Bara hanya menjawab dengan anggukan perintah direktur nya itu.
Setelah Bara meninggalkan apartemen, Vino bergegas menuju kamar dimana ada wanita yang beberapa saat lalu menjadi istrinya. Saat ini juga ia akan melakukan apa yang memang seharusnya ia lakukan dari tujuannya menikahi Tania.
Vino tertegun diambang pintu kamar menyaksikan Tania yang sedang menangis di sudut kamar dengan memeluk kakinya. Namun, Vino tak merasa iba sedikitpun, ia berjalan dengan santai memasuki kamar sambil membuka jas nya lalu melemparkannya ke atas tempat tidur.
"Biasanya wanita akan merasa bahagia dihari pernikahannya, tapi kamu malah menangis. Yah, aku tahu karena ini bukanlah pernikahan impian mu. Tapi kamu tidak perlu khawatir bukan? Pernikahan ini hanya bersifat sementara. Setelah kerja sama kita berakhir, kamu bisa menikahi lelaki pujaanmu." ucap Vino.
Vino merangkak naik keatas tempat tidur, lalu menyandarkan tubuhnya dikepala ranjang.
"Sudahlah jangan menangis, jangan menyia-nyiakan air matamu itu. Sebaiknya sekarang kita lakukan apa yang sudah seharusnya kita lakukan. Kamu ingin kerja sama ini cepat berakhir bukan?"
Di sudut kamar, Tania perlahan mengusap air matanya kemudian ia berdiri. Sejenak ia menatap Vino yang juga menatapnya dengan tidak bersahabat. Perlahan ia melangkahkan kakinya menghampiri laki-laki yang beberapa saat lalu telah menjadi suaminya. Langkahnya terasa berat, namun ia harus menjalankan tugasnya.
🌾🌾🌾
Waktu begitu cepat berlalu, tak terasa tiga bulan sudah Tania menjalani perannya sebagai istri kedua Vino. Selama itu ia tinggal di apartemen dengan ditemani oleh Bara dan seorang asisten rumah tangga yang telah dipekerjakan oleh Vino untuk mengurus apartemen dan menyiapkan segala keperluan Tania.
Selama tiga bulan ini, Vino datang ke apartemen disaat ia hanya ingin menuntaskan hasratnya saja pada Tania, setelah itu ia akan kembali kerumah utama dimana istri pertamanya tinggal.
Meskipun begitu, hubungannya dengan Elzara sudah tidak baik-baik saja semenjak istrinya itu selalu menuduh dirinya yang tidak bisa memiliki keturunan.
Di sebuah rumah berlantai dua yang megah. Vino sedang membaca koran di balkon kamarnya sambil menikmati secangkir teh yang telah dibuatkan asisten rumah tangganya. Di sampingnya ada Elzara yang tengah sibuk dengan ponselnya, saling memamerkan barang-barang branded nya dengan teman-teman sosialita nya di sosial media.
Hari ini hari libur, Vino menghabiskan waktunya dirumah utama. Sejak kemarin ia tidak mendatangi Tania karena Elzara selalu merengek tak membiarkannya pergi.
"Vino, ini sudah tiga bulan tapi istri kedua mu itu belum hamil juga. Jadi terbukti bukan kalau memang kamu yang bermasalah, dan sekarang lebih baik kamu segera ceraikan dia." ucap Elzara setelah beberapa saat sibuk sendiri dengan ponselnya.
Vino tak menanggapi, ia tetap fokus pada koran yang dibacanya. Hingga terdengar ponselnya berdenting tanda ada pesan masuk barulah ia melepaskan korannya lalu mengambil ponselnya yang berada diatas meja.
Seutas senyum seketika terukir diwajahnya setelah membaca pesan yang ternyata dari asisten Bara.
"Pak, tadi Nona Tania pingsan. Jadi saya dan ART membawanya kerumah sakit, dan ternyata kata Dokter , Nona Tania sedang hamil 4 Minggu, Pak." tulis Bara di pesan singkat itu.
Meski selama tiga bulan ini ia hanya menganggap Tania hanya istri sementara dan tidak begitu memperdulikan nya, namun setelah mendapat kabar jika istri keduanya itu telah hamil Vino tak bisa membohongi dirinya sendiri jika saat ini ia begitu bahagia.
Vino langsung beranjak dari tempat duduknya kemudian bergegas masuk ke kamar. Sekarang juga ia akan kerumah sakit itu melihat keadaan wanita yang telah mengandung anaknya, namun yang lebih utama ia akan memastikan jika calon anaknya baik-baik saja dan tumbuh dengan baik didalam rahim Tania.
"Vin, Vino kamu mau kemana?" tanya Elzara yang melihat suaminya itu sangat tergesa-gesa. Ia mengikuti Vino kedalam kamar.
"Mau kerumah sakit, Tania pingsan." jawab Vino sambil membuka lemari, lalu mengambil kaos oblong berwarna putih beserta celana jeans panjang berwarna hitam.
"Biarin aja sih, Vin, gak usah terlalu dimanja itu pasti cuma akal-akalan nya dia aja supaya kamu gak ceraikan dia karena belum hamil juga."
"Aku gak pernah manjain Tania, malahan aku langsung ninggalin dia setelah selesai memakai jasanya." jawab Vino dengan santainya.
"Terus kenapa sekarang kamu malah mau kerumah sakit jengukin dia?"
"Karena aku hanya ingin memastikan jika kandungannya baik-baik saja." jawab Vino yang membuat Elzara terdiam tanpa kata, wanita yang selalu terlihat berpenampilan glamor itu berdiri mematung ditempatnya berusaha mencerna apa yang baru saja diucapkan oleh suaminya.
"Tania hamil? Gak usah bercanda kamu, Vin." kekeh Elzara.
"Kamu lihat sendiri pesan dari Bara." Vino memberikan ponselnya pada istri pertamanya itu.
Seketika kedua bola mata Elzara membulat setelah membaca pesan itu. "Ini gak mungkin, yang dikandung Tania pasti bukan anak kamu Vino. Jangan bodoh kamu bisa sampai tertipu dengan gadis murahan itu."
"Jaga bicara mu, Elza!" bentak Vino seraya merampas ponselnya dari tangan Elzara.
"Sudah terbukti bahwa sebenarnya yang tidak bisa memiliki keturunan adalah kamu. Dan sekarang kamu masih ingin menyangkalnya dengan menuduh Tania yang tidak tidak. Dia memang tidak sebanding dengan kamu, tapi dia lebih baik dari kamu. Aku membuktikan sendiri jika Tania masih virgin saat pertama kali aku menjamahnya. Berbeda dengan kamu, kamu sudah membuat aku kecewa dimalam pertama kita."
Setelah mengatakan kalimat panjang lebar yang begitu menusuk dihati Elzara, Vino bergegas keluar dari kamarnya. Ia sudah tak sabar ingin segera sampai kerumah sakit.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
febby fadila
ini cerita cepat sekali blom lihat gimana hari2 tania jd istri kedua
2025-03-16
0
Yaya Zainuddin
terlalu cepat cerita nya
2024-03-18
1
Winarni Hariyanto
gak seru thor... malam pertama gak ada ceritanya
2024-01-07
1