Ryan masih dalam ruangan pengap, terlihat cuplikan kehidupan dulu sebelum ia mati bersama Hanna. Jadi ia ingat perlahan menatap aksi mereka dulu selalu bersama sama.
'Jadi kehidupanku bersamanya?' lirih Ryan, yang menatap layar gambarannya dengan Hanna.
Ryan melirik pada Hanna, yang sedang berselonjor di lantai. Ia duduk di kursi tepat di sebelahnya. Hanna mengecap ice cream vanilla flavor yang ia beli di cafe.
Alamiahnya manusia dapat merasakan jika ada seseorang yang menatapnya cukup lama. Sebab itu, setelah lama Ryan menatapnya diam-diam. Hanna pun mendongak kearah Ryan. Netra mereka bertemu cukup lama, sampai Ryan mengalihkan pandangannya dari Hanna.
"Sosok itu, kenapa dia lihat-lihat, dia menargetkan aku?" lirih Hanna was was.
Ryan merasakan atmosfer tidak enak di sekitarnya. Ia pun menatap Hanna yang berada di belakangnya. Ia berujar, “Ngapain di bawah? Kamu tidak dingin? Mending naik ke atas, duduk di kursi.”
Hanna bangkit dari duduknya, lalu berjalan keluar kelas untuk mencari tong sampah. Tidak ada satu pun tong sampah yang berada di lantai 2. Hanna pun terpaksa turun ke lantai satu. Di halaman depan terdapat 3 tong sampah.
Di lorong lantai satu, di pintu masuk menuju lorong, netra Hanna menangkap mahasiswi. Aura merahnya masih sangat pekat. Tidak jauh dari tempat Hanna berdiri, ada sosok perempuan yang tersenyum ke arahnya.
Hanna berlari mengejar Siska yang kini mulai melayang pergi menuju pohon belakang sekolah. Ryan tersentak kala Hanna mengejar Siska yang masih beraura yang cukup menakutkan. Ryan takut Hanna dicelakai oleh Siska. Temannya itu, sering kali terdengar kesurupan di kampus.
Maka dari itulah, Hanna dan Ryan kembali ke kampus. Karena ingin mengambil sidang skripsi, dan sebentar lagi mereka akan sidang kelulusan. Tapi mengejutkan kala temannya Siska bertingkah aneh saat Hanna duduk menunggu di depan ruang dosen.
Tepat di pohon belakang sekolah. Siska berdiri di atas pemakaman. Ia menyorot Hanna dengan raut menyedihkan.
“Maafin aku Hanna, tadi menghilang gitu aja.” Siska meminta maaf pada Hanna masih dengan aura merahnya.
Hanna mengerut dahi, ia bertanya, “Kenapa kamu menghilang tiap ada Dosen?”
“Karena dia tau cerita kelamku, aku juga tidak mau sampai mereka tau kondisiku,” papar Siska.
Hanna menundukkan kepalanya seraya ia tersenyum. “Aku mengerti keadaan kamu.”
Siska tersenyum masam, ia pun berkata,
“Hanna, tujuan aku muncul sekarang Cuma mau kasih tau kamu, kalau bukan Linda pelakunya."
"Pelaku, maksud kamu ..?"
Hanna sedang membaringkan tubuhnya di kamarnya. Ia menyorot lekat langit langit kamarnya dengan banyak kebingungan yang menumpuk di kepalanya.
Perkataan Siska sangat membuatnya penasaran. Apalagi, Siska menghilang kala Hanna menanyakan pelakunya. Hanna menghentakkan kakinya kesal di atas kasur, masih dengan posisi yang sama.
“Tidak tau ah! Pusing banget, bisa-bisanya kasih info penting tanpa info penunjang. Jadinya kan ambigu banget.” Hanna sangat kesal dengan Siska.
"Hanna, tunggu sebentar! aku cek ke arah lorong. Siska kenapa bisa melayang tadi, bukankah melayang hanya arwah?" tanya Ryan.
"Entahlah, kita sudah lama tidak berkumpul dengan mereka. Aku ga tau Ryan, apa yang terjadi pada teman teman kita."
***
Rumah Caffe.
Hanna beranjak dari aktifitas rebahannya. Ia berjalan menuju jendela kamarnya, melihat kondisi di luar rumah. Langit hari ini cukup cerah, bintang-bintang pun menghiasi indahnya malam. Dengan perasaan cukup senang, Hanna meraih hoodie miliknya. Ia berjalan dengan terburu-buru menuju keluar rumah.
Langkah kakinya mantap, ia melewati taman komplek, di sana ada sesosok arwah lelaki yang membawa sebuah bunga. Seluruh bagian wajahnya hancur, tubuhnya penuh dengan serpihan kaca. Hanna mengerut dahi sejenak, lalu menggelengkan kepalanya kembali.
Kini Hanna berada di sebuah cafe. Letaknya tidak jauh dari perumahannya. Langkahnya semakin lebar, dengan senyum yang terhias di wajahnya. Ia ingin melupakan sejenak tentang segala hal yang sudah mati.
Setelah memesan, Hanna duduk di dekat di dekat jendela agar dirinya dapat melihat kendaraan yang berlalulalang. Sesekali, ia menyedot frappucino green tea cream miliknya.
Baru duduk sejenak, sesosok arwah perempuan duduk di sebelahnya dengan raut lapar. Ia menatap,cheesecake milik Hanna. Gadis itu menoleh pada sosok tersebut, lalu perlahan-lahan menggeser piring cheesecake miliknya tepat di hadapan arwah tersebut.
Hanna melihat ponsel genggamnya, untuk streaming di youtube, ia melihat seorang youtuber yang menceritakan kisah-kisah mistik atau misteri. Ada pula teori yang sangat menarik minat Hanna.
Baru sepuluh menit berada di sana. Dua orang lelaki duduk tepat di kursi di hadapannya. Hanna mendongak menatap keduanya.
“Kok kalian ada di sini?” tanya Hanna dengan raut bingung.
Ryan melirik sosok arwah yang berada di sisi Hanna. Ia juga tidak berniat menjawab pertanyaan Hanna.
“Tadi kami ke rumah kamu, ternyata kamu tidak ada. Tetangga yang bilang, kamu biasanya ke sini,” papar Kaiy.
Hanna manggut-manggut menjawab pertanyaan Kaiy, lalu ia bertanya, “Terus ngapain ke rumahku? Tidak mungkin kan kalau tidak ada tujuan,” selidik Hanna, dengan raut ganar pada teman kelasnya itu.
Kaiy menyenggol lengan Temannya, sedang Temannya menyenggol lengan Kaiy kembali. Begitu terus sampai Hanna bosan.
“Mulai aneh,” ketus Hanna.
Kaiy mengambil napas dalam-dalam lalu berkata, “Aku mau ngomongi mayat yang ada di pohon belakang kampus.” ujar Kaiy, membuat mata Hanna dan Ryan saling menatap.
Hanna pun tercenung, itu adalah kesalahannya saat di rumah sakit. Ia tidak sengaja mengatakan segalanya di depan Kaiy. Hanna menundukkan kepalanya diam sebentar. Arwah di sebelah Hanna menyorot dengan tajam, tanpak lesu.
Ia mengambil napasnya dalam-dalam lalu tersenyum. “Aku beli minum, makanan dulu ya. Nanti kita omongin di rumah aja.”
Kaiy, beranjak dari duduknya, ia berucap, “Biar aku aja, aku juga ada yang mau di beli, Ryan kamu mau apa?”
“Apa aja aku mah,” balas Ryan.
“Kamu kemana?”
Hanna mendongak menatap Kaiy telah kembali dari kantin.
“Yang kayak gini.” Ia menunjuk kue dan minuman yang berada di atas mejanya.
Hanna menatap Kaiy, sebenarnya suasananya sangat canggung. Tetapi Hanna mencoba mencairkannya.
"Lihat mayat dimana? asli yang kamu bilang, itu bukan alibi kan?" tanya Hanna.
“Bukan karena itu. Tapi karena tempat itu, tempat kami bisa nongkrong,” ujar Kaiy,
“Kok bisa-bisanya ada mayat di situ. Seram banget.” Kaiy menggosok kedua lengannya, mengisyaratkan ia merinding.
Hanna terkekeh mendengar perkataan Kaiy.
“Anak yang sering ngerasain hantu di sekitarnya. Masa bisa terasa seram dalam kondisi begitu? Sekarang aja tidak terasa seram.”
“Seramnya itu, karena kami semua tidak sadar kalau di sana ada mayat. Padahal kami kan sering kumpul di sana,” balas Kaiy.
"Tunggu, kalian kenal foto ini gak? ini teman kami, namanya Siska. Di kampus sering kesurupan, kalian tau informasi lagi?" tanya Hanna.
"Hanna, malam lusa lalu, kita ambil skripsi. Tapi suara teriakan perempuan dan laki laki seolah sedang kena bantai. Kita berdua cek pake lampu senter, cuma ga berani bilang. Kalau ada pak dosen jalan kaya nengok kiri kanan, bawa cangkul. Apa jangan jangan ..?" ujar Kaiy.
"Maksud lo, dikampus kita ada kasus dua kematian, melibatkan pak dosen Brody?" lirih Hanna.
"Sssst!! gue ga berani bilang begitu, karena kemarin kita langsung cabut." jelas Kaiy.
Ryan pun ikut mendengar, lalu memberikan satu kotak pada Hanna dan sebuah lilin nama. Hanna meminta Ryan segera membantunya untuk berkomunikasi pada arwah pria dengan serpihan kaca, dibalik punggung Kaiy.
Tbc.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments