Dari tampang Hanna bicara, membuat Ryan penasaran dan ingin membuktikan ucapan Hanna.
Hanna pun mulai beraksi, terus terang ia sama sekali tidak bisa memasak, hanya memasak ramen saja ia harus melihat YouTube.
Tidak butuh waktu lama, ramennya pun kini siap untuk disajikan. Hanna membawa dua mangkok ke ruang tamunya, lalu menghias dengan potongan telur.
Setelah meletakkan di meja, Hanna kembali mengambil dupa listrik lalu meletakkan di dekat ramen, agar Ryan bisa memakan ramen tersebut.
"Silahkan dicicipi, Kak. Ramen buatan Hanna tidak akan mengecewakan," ucap Hanna penuh percaya diri. Dari penampilan ramennya membuat Ryan sedikit yakin. Ryan pun langsung meraih sendok dan garpu dan mulai menyicipi kuah ramen itu.
"Asin banget!" ketus Ryan dalam hati. Ryan tidak ingin mengatakannya, ia menunggu Hanna mengatakan sendiri.
Dengan penuh percaya diri, Hanna pun juga melakukan hal yang sama. Ia mulai mengambil sedikit kuah, lalu mencicipinya. Tiba-tiba wajah yang penuh percaya diri itu, langsung berubah kecut, Ryan yang menyadari itu, sekuat hati untuk menahan tawanya.
"Sial, asin banget!" ucap Hanna dalam hati, ingin rasanya ia membuangnya, namun Hanna merasa malu. Ia juga tidak memiliki keberanian menatap Ryan, Hanna tahu Ryan juga merasakan hal yang sama. Hanna sangat merasa menyesal, sudah memuji diri secara berlebihan di depan Ryan.
"Apa rasa ramen zaman sekarang juga sudah berubah," ucap Ryan menyindir dengan halus, mendengar itu membuat Hanna kaget sampai ia batuk tersedak.
"Kamu tidak kenapa-napa, Hanna?" tanya Ryan panik.
Hanna pun langsung meneguk air putih, ia sungguh sangat merasa malu, kehormatannya kini sudah tercoreng. Sehingga ia tidak dapat mengatakan apa-apa. Apalagi melihat wajah Ryan.
Hanna pun langsung mengambil mangkuk Ryan lalu membawanya ke dapur.
"Apa yang kamu lakukan?" tanya Ryan kebingungan. Ryan pun mengikuti Hanna ke dapur.
"Kita makan yang lain saja," jawab Hanna yang berusaha menutupi rasa malunya.
Tidak ingin membuat Hanna semakin merasa malu, Ryan pun hanya bisa menyetujui perkataan Hanna.
Hanna pun mengeluarkan ponselnya, dan langsung memesan makanan.
"Apa yang ingin, Kakak, makan? Aku akan memesan makanan online," tanya Hanna lagi.
Ryan pun langsung melihat menu dari layar ponsel Hanna, saat Ryan mendekatkan wajahnya, Hanna bisa melihat wajah Ryan dengan jelas. Pipi Ryan yang sedikit chubby, hidung mancung, alis yang rapi, bulu matanya lentik dan juga bibir merah Ryan yang ****.
"Sial!" batin Hanna, ia seakan mengumpat diri sendiri yang terpana dengan seorang arwah.
"Aku ingin makan ayam goreng," jawab Ryan, namun Hanna masih terpana atas arwah Ryan.
"Hanna .."
Ryan pun mendengus, ia tidak menyangka Hanna masih punya waktu untuk melamun.
"Aku ingin makan ayam goreng," kata Ryan lagi, dan Hanna pun langsung menekan tombol untuk memesan.
Ryan terus memperhatikan Hanna, Ryan tidak tahu apa yang sedang ada di dalam pikiran Hanna. Hanna yang langsung sadar atas tatapan Ryan membuat ia jadi salah tingkah.
"Kenapa aku jadi salah tingkah begini sih," gumam Hanna dalam hati. Hanna pun langsung menggaruk kepalanya yang tidak terasa gatal, Hanna yang ingin mengalihkan tatapan Ryan dengan cepat mengajak Ryan ke ruang tamu.
Hanna merasa ada yang aneh, ia langsung membalikkan badan, sehingga membuat Ryan terkejut dan hampir jatuh. Hanna ingin menangkap tubuh Ryan tapi justru ia yang jatuh tersungkur.
"Hahaha," suara tawa Ryan pecah, Hanna sungguh sangat merasa lucu, melihat kebahagiaan yang tersirat di wajah Ryan, Hanna pun berpura-pura merasa sakit, lalu pura-pura jalan seperti orang pincang.
"Apa itu menyakitkan?" tanya Ryan sambil memperhatikan kaki Hanna yang tidak kenapa-napa.
"Hem, lain kali, Kakak, jangan berjalan di belakangku," ucap Hanna.
"Aku suka mengikuti langkah kaki kamu," saut Ryan lagi. Hanna pun menatap Ryan dengan serius, andai Ryan adalah manusia mungkin Hanna sudah berpaling hati.
"Mulai sekarang, Kakak, harus berjalan di sampingku, aku ingin selalu melihat, Kakak, apa, Kakak, mengerti?" ucap Hanna tegas, dan Ryan hanya mengangguk. Hanna bersikap seolah ia jauh lebih dewasa dibandingkan Ryan.
Tidak lama setelah itu, ayam goreng pesanan mereka pun datang.
Hanna langsung menghidangkan ayam goreng di meja. Mereka memilih makan di depan tv, Hanna juga memutar saluran kesukaan Hanna dulu, sehingga Ryan terlihat seperti manusia yang sangat bahagia dan tidak memiliki beban.
Senggang beberapa waktu, Ryan pun sadar, bahwa Hanna kini sedang memperhatikannya. Tatapan mata Hanna yang penuh dengan ketenangan, membuat Ryan terpana.
"Hanna," panggil Ryan dengan lembut.
Hanna pun tersenyum, lalu mencoba menyisihkan tirai jendela, karena mengganggu pemandangan Ryan sedang makan.
Seketika Hanna langsung sadar, saat ia tidak bisa menyentuh Ryan, dengan cepat Ryan pun langsung menyisihkan badannya ke belakang telinganya.
"Maaf, terkadang aku berharap bisa menyentuh, Kakak," kata Hanna. Ryan bisa mengerti perasaan Hanna, karena bagaimanapun ia juga ingin bisa menyentuh Hanna.
"Tidak apa-apa, memang takdirku sudah seperti ini," jawab Ryan.
"Kakak, jangan sedih, aku janji, aku akan membantu, Kakak," Kata Hanna penuh harapan.
Ryan pun langsung tersenyum, andai ia juga manusia, mungkin ia juga sudah luluh dengan Hanna.
Hanna dan Ryan pun melanjutkan makan malam mereka, mereka makan dengan lahap sampai tidak menyisakan satu potong ayam, pun.
Setelah merasa kenyang, Ryan langsung merasa ngantuk. Ia juga sama seperti manusia, terasa ngantuk saat perut sudah kenyang, dengan polosnya Ryan langsung menguap, membuat Hanna semakin merasa gemas.
"Apa, kakak, mengantuk?"
"Hem, aku juga bisa mengantuk, sama seperti kamu," Jawab Ryan sambil mengucek-ucek kedua matanya.
"Tidurlah di kamarku," kata Hanna lagi, dan Ryan pun langsung menolak dengan menggeleng.
"Kenapa? Aku bisa tidur di sofa, jadi, Kakak, bisa tidur di kamarku," ucap Hanna lagi, dan Ryan masih tetap menggeleng.
"Kamu membawa aku ke sini saja sudah lebih dari cukup, biar aku tidur di sofa saja, ini tempat kamu, dan aku tidak berhak akan itu. Ingat, Hanna, aku hanya seorang arwah, di manapun aku bisa tidur, jadi kamu tidak usah kwatir," tutur Ryan dengan lembut. Hanna bisa mengerti maksud Ryan. Hanna pun langsung mengambil bantal dan selimut dari kamarnya, lalu menyusunnya dengan rapi di sofa. Tidak lupa Hanna menghidupkan dupa listrik di sebelah Ryan, agar Ryan bisa memakai semuanya.
"Aku harap, Kakak, mimpi indah," ucap Hanna sambil memandang Ryan dengan serius.
"Jika Hanna terus memandangku seperti ini, lama-lama aku bisa jatuh cinta dengannya," batin Ryan.
"Aku juga berharap yang sama," jawab Hanna lalu memberikan senyum terbaiknya.
Ryan tidak ingin lama-lama memandang Hanna, jika tidak, ia tidak akan bisa mengendalikan diri atas senyuman Hanna yang mematikan.
Ryan pun langsung membaringkan tubuhnya, serta menarik selimut, setelah Ryan sudah dalam posisi nyaman, dengan berat hati Hanna pun meninggalkan Ryan sendiri di ruang tamunya.
'Andai kamu ingat kehidupan pertamamu mas Ryan! Aku tidak perlu terlihat asing.' batin Hanna, yang menatap arwah Ryan tidur.
Tbc.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments