MEMESAN BANYAK DUPA

Hari ini, Hanna ada meeting di kantornya, ia sengaja menyetel alarm sebelum tidur. Alarm berbunyi sesui jam yang sudah ia atur, Hanna yang sangat merasa lelah sama sekali tidak menggubris suara Alarm, dan justru malah membangunkan.

Ryan, pun langsung membuka kedua matanya, ia melakukan hal normal seperti yang manusia lakukan umumnya. Ryan mengucek kedua matanya, lalu melirik jam dinding.

Ryan pun bangun, lalu mencari asal suara alarm itu, ia pun berjalan menuju kamar Hanna.

"Hem, dasar! Apa gunanya setel alarm tapi tidak bangun juga," kata Ryan mengumpat Hanna.

Ryan pun berusaha mencari cara, agar ia bisa membangunkan Hanna.

"Hanna, bangun!" teriak Ryan dan Hanna sama sekali tidak menggubris.

Ryan pun mencoba menyentuh Hanma, namun tidak berhasil, ia layaknya seperti sedang menyentuh angin.

Lalu Ryan pun mendekatkan bibirnya ke telinga Hanna, lalu memanggil nama Hanna dengan keras, "Hanna bangun!"

Hanna pun langsung sadar, ia bisa mendengar suara Ryan memanggil namanya, saat Hanna membuka kedua matanya, wajah sinar Ryan langsung membuat ia terpana.

"Sial, melihat arwah saja kenapa kamu harus iri!" batin Hanna mengumpat sesuatu yang ada di balik celananya.

Hanna pun memutuskan untuk langsung mandi, ia tidak ingin terlihat aneh di depan Ryan.

Melihat sikap aneh Hanna membuat Ryan bingung, sambil menggaruk kepalanya Ryan pun menuju ruang tamu dan menunggu Hanna di sana.

Sudah 30 menit Ryan menunggu, namun Hanna tidak selesai juga.

Tiba-tiba, Ryan merasa sesuatu yang aneh dengan tubuhnya, Ryan mulai merasa takut dan panik. Hanna yang baru selesai langsung keluar menghampiri Ryan. Mata Hanna pun langsung terbelalak saat melihat Ryan yang akan menghilang. Hanna pun langsung mencari penyebabnya, ternyata semua dupa listrik yang ia hidupkan hampir redup karena kehabisan baterai.

Hanna langsung merasa panik, ia tidak ingin Ryan pergi, beruntung ia masih menyimpan dupa di dalam tasnya. Hanna pun langsung menghidupkan dupa dan membawa Ryan kembali.

Melihat Ryan yang kembali muncul, melukis senyum di bibir Hanna. Andai ia bisa menyentuh Ryan, mungkin ia sudah memeluknya. Entah sampai kapan arwah itu ingat, jika mereka pernah menjadi pasangan bahagia.

"Aku minta maaf, aku tidak memperhatikan dupanya," Kata Hanna merasa bersalah.

"Kamu tidak salah, dupanya habis baterai, jadi kamu tidak salah apapun," jawab Ryan.

Hanna pun kembali berdiri, ia langsung menghubungi Aini, untuk menunda rapat, ia harus menyiapkan dupa yang banyak, agar kejadian ini tidak terulang lagi.

Robi adalah orang yang paling bisa ia percaya. Masih pagi sekali, Hanna pun menghubungi Robi untuk membeli dupa yang banyak serta sekaligus membeli baterai cadangnya.

Mendengar titah Hanna, membuat Robi menggaruk kepala, Robi pun mulai merasa aneh dengan temannya itu. Untuk apa Hanna menyuruhnya membeli banyak dupa, sementara Hanna saja jarang sembahyang.

"Kamu tidak harus melakukan ini," kata Ryan. Jujur saja Ryan sangat takut menyusahkan Hanna.

Dengan senyumnya Hanna pun berusaha menyakinkan Ryan, bahwa ia sama sekali tidak keberatan melakukan ini. Dan Ryan juga berusaha mengerti, bahwa Hanna memang sama sekali tidak merasa susah atas keberadaan dirinya.

Sembari menunggu Robi, Hanna pun langsung menyiapkan sarapan. Biasanya ia hanya menyiapkan untuk dirinya saja, dan kini ia harus menyiapkan untuk Ryan juga.

Hanna memang sudah terbiasa sarapan dengan roti dan susu hangat saja, jadi tidak ada halangan baginya untuk menyiapkan sarapan dengan mereka.

Hanna pun kembali menggulung lengan bajunya, dan kembali melepas dasinya. Setelah selesai, Hanna pun menghidangkan dua gelas susu hangat dengan dua potong roti di meja.

"Sarapannya datang," kata Hanna, layaknya seorang pramusaji. Ryan yang sudah duduk manis pun langsung menyambut sarapannya, sebab ia juga sudah sangat merasa lapar.

Hanna dan Ryan pun kini menyantap sarapan, lalu, bel apartemennya pun berbunyi dan Hanna langsung bergegas untuk membuka pintu.

Setelah Hanna membuka pintu, Robi pun langsung menerobos masuk. Robi masih merasa penasaran, apa yang akan Hanna lakukan dengan dupa sebanyak ini.

Hanna hanya bisa pasrah, ingin mengusir Robi pun sudah tidak bisa.

"Sekarang Lo katakan, apa yang akan Lo lakukan dengan dupa sebanyak ini?" tanya Robi menyerang, Hanna pun langsung melirik Ryan yang masih duduk di meja makan.

"Selain sembahyang apa lagi yang bisa dilakukan dengan dupa ini," jawab Hanna santai, namun tetap tidak bisa membuat Robi percaya.

"Gue yakin, ada sesuatu yang Lo sembunyikan. Apa lo sedang memuja setan, hidup Lo kurang apa lagi, Hanna, kaya sudah, karier cemerlang juga sudah," kata Robi yang semakin ngawur. Hanna hanya geleng-geleng, lalu melanjutkan sarapannya. Namun, tiba-tiba mata Robi langsung tertuju dengan 2 piring dan 2 gelas susu di meja makan.

Robi pun langsung bangkit dan menghampiri Hanna di meja makan. Hanna sudah bisa menebak apa yang sedang Robi pikirkan saat itu juga. Hanna pun melirik Ryan dan mencoba untuk bersikap tenang.

"Sekarang apa yang ingin Lo katakan ke gue?" tanya Robi menyindir. Namun Hanna masih tetap dalam pendiriannya, ia masih meneguk susu hangatnya dan menguyah rotinya.

"Emang apa yang harus gue katakan? Dan tidak semua masalah pribadi gue harus gue katakan dengan Lo?" jawab Hanna, lalu membersihkan mulutnya dengan tisu.

Robi merasa ada yang aneh, ia pun melakukan hal yang sama. Robi langsung memeriksa setiap sudut apartemen Hanna, berharap ia bisa menemukan yang Hanna sembunyikan.

Hanna pun hanya geleng-geleng, ia lalu memberikan isyarat kepada Ryan untuk mengikutinya. Robi yang melihat Hanna berkemas lalu menghentikan aksinya dan memilih ikut keluar dari dalam apartemen.

Melihat Hanna membawa dupa keluar semakin memancing rasa penasaran Robi.

"Lo mau kemana bawa dupa begini?" tanya Robi.

"Gue mau ke pemakaman, sudah lama gue tidak ziarah," jawab Hanna, padahal ia berbohong dan kali ini jawabannya masih mampu membuat Robi percaya.

Mereka pun tiba di parkiran, lagi-lagi Hanna memberikan kode untuk Ryan memasuki mobil. Ryan hanya bisa mengikuti perintah Hanna, karena bagaimanapun, Hanna melakukan ini semua demi dirinya.

"Terimakasih. Gue berangkat ke kantor dulu. Oh iya, sekarang ini, Aini dan Lo Robi jangan datang ke apartemen gue dulu, gue tidak mau diganggu," kata Hanna, membuat Robi semakin merasa pusing. Belum sempat Robi menjawab, Hanna pun memasuki mobil lalu melajukan mobilnya.

"Hanna tunggu!" panggil Robi teriak, namun Hanna sama sekali tidak mendengar. Masih dengan rasa penasarannya, Robi pun memutuskan pergi menuju kantornya.

Sepanjang perjalanan, Hanna dan Ryan pun tertawa, melihat tingkah teman-temannya membuat Hanna sangat merasa lucu hingga ia tidak bisa mengendalikan tawanya.

Tanpa Hanna sadari, Ryan ternyata memandanginya, membuat Ryan semakin sadar bahwa Hanna benar-benar sangat cantik.

Tbc.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!