Saat menuju pulang, Hanna melihat Ryan yang duduk termenung menutup telinga. Tidak terlihat satu pun arwah kekasih Ryan, yang Hanna lihat sebuah benda berjatuhan nampak Ryan mengamuk seolah sedang tidak enak hati.
Tapi ada segumpal arwah hitam, bergumpal bagai gangsing dan menembus pintu rumah Ryan.
“Tempat kamu bukan di sini.” Hanna bersuara dengan raut sedih.
“Kamu mau ikut dengan kami?” tanya dua paruh baya, dengan senyum mengambang di wajahnya. Hanna tetap tidak mengizinkan arwah itu masuk ke rumah Ryan. Hanna segera mengikuti dan menunjuk bagai menyentuh gumpalan arwah tersebut dari jarak empat puluh centi.
Di belakang kedua arwah tersebut terbuka sebuah pintu yang menampilkan padang rumput yang tidak berunjung. Di belakang Ryan ada sebuah pintu yang tidak dapat terbuka dan masih terkunci. Di pintu tersebut bertuliskan 10. Ryan terkejut melihat Hanna, yang mengulurkan tangannya seolah memintanya memejamkan mata dan berpegangan, dan raga Ryan serta Hanna terpental menuju lorong putih.
“Aku belum meninggal kan ya?” tanya Ryan dengan raut sedih.
Hanna mengangguk, ia pun berkata, “Ambil bunga tulip di atas meja kamu Ryan. Kamu harus kembali ke ragamu setelah melihat ini.” Hanna menjelaskan masih dengan raut sedihnya.
Ryan berlari ke arah pintu di belakangnya, ia dapat berlari normal. Namun ia tidak dapat membuka pintu tersebut.
“Aku belum bisa kembali,” ujar Ryan dengan raut sedih pula. Hanna menjerit. “Di kunci?”
“Lebih baik kamu ketemu Mira dulu, dia nyariin kamu tadi. Beberapa arwah memintaku mempertemukanmu Ryan.” Hanna menyarankan.
“Aku bisa keluar dari sini?” tanya Ryan.
Hanna mengangguk. Ia berjalan mendekati sebuah pintu yang berada di sisi kanan mereka. Ryan mengikuti di belakangnya, Hanna pun memilih untuk tinggal di ruang gelap tersebut menunggu kedatangan Ryan kembali.
Cahaya membutakan mata keduanya, Ryan berada tepat di sini raganya. Ia dapat melihat kedua orang tuanya dan Isma sang kakak. Ryan sangat terluka ketika melihat kedua orang tuanya menangis. Tidak lama, ia memutuskan untuk keluar dari dalam ruangan karena tidak sanggup melihat kedua orang tuanya.
Ryan sekarang berada di lorong rumah sakit, ia dapat melihat ketiga orang yang ia kenali. Raut ketiganya sama tetapi di mata Ryan, Mira lebih muram. Ryan seolah melayang untuk mendekati ketiganya, sementara Hanna tidak berada di sisinya entah kemana ia pergi.
“Hey, jadi gini ya rasanya jadi arwah gentayangan.” Ryan bersuara lirih di hadapan ketiganya. Bersamaan keduanya mendongak menatap Ryan. Hanya Mira yang tidak dapat mendengar suara Ryan.
“Ryan!” seru Mira.
Ketiganya berada di tangga darurat di rumah sakit sekarang. Tidak banyak orang yang berada di sekitar sini karena mereka lebih memilih menggunakan lift. Ketiganya menyorot Ryan yang menampilkan sederetan giginya yang terlihat tembus pandang.
“Kamu masih bisa cengar-cengir gitu? Kamu tidak takut?” tanya Isma.
"Aku merindukan kalian, seolah sangat terobati. Bunda benarkah telah tiada, Ryan mendapati kabar pesawat bunda hilang tadi sore, sangat mengejutkan kalian bisa berkumpul dan bertemu. Sementara Ryan seorang diri."
"Maafkan kami nak!" ujar arwah orangtua Ryan.
“Ryan. Kamu tidak seperti kami, pergilah! kamu belum lihat arwah yang seram. Di sini tidak aman, masih banyak arwah yang sedih karena sesuatu yang berat kami tinggalkan."
"Bunda, Ayah! kak Isma. Insyallah Ryan ikhlas, dan Ryan pasti akan selalu merindukan kalian. Ryan janji akan menyatukan makam, ketika makam bunda telah ditemukan."
Isma pun menempuk bahu Ryan, meminta ia pergi untuk tidak berlama lama. Masih banyak proses arwah penasaran, arwah baru meninggal bebeberapa hari akan ada tingkat level, sebelum pintu cahaya kembali terbuka dan menyedot seolah menariknya. Anehnya itu tidak semua arwah, atau itu tergantung amal di dunia, sehingga perjalanan kematian mirip seperti perjalanan umat manusia ketika berada dibumi.
Itulah yang dikatakan arwah Isma, sehingga Ryan senyum pamit melihat keluarganya yang tersenyum lalu menghilang. Sementara Ryan melayang dan tersedot kala sebuah pintu ada uluran tangan Hanna yang kembali menariknya. Anehnya dalam beberapa saat Ryan membuka mata dan ia sekarang di dalam rumahnya.
"Udah sadar?" tanya Hanna, yang memberikan segelas air minum. Beberapa jam Ryan termangu kala Hanna menceritakan hal banyak dan janggal, sehingga ia memainkan kotak blody marry sendiri, tanpa beri tahu Ryan. Semua karena arwah yang datang dan Hanna memberikan surat dari bandara abudhabi lewat pos.
"Gue turut prihatin ya! lo yang sabar Ryan." ujar Hanna, yang kini bicara normal.
"Gue sedih Hanna, kenapa saat gue terima berita bahagia kemarin, nyokap mau pulang dan urus makam kak Isma. Malah hilang di pesawat, anehnya lagi tadi gue liat keluarga gue berkumpul." sedih Ryan.
"Itu adalah kumpulan jin qorin, yang menyerupai! sedikit pembawa pesan, dan juga hanya alibi memutar pikiran kita yang berandai andai." jelas Hanna.
“Aku melihat Mira tadi, dia dalam bentuk roh juga. Mending lo berdoa sekarang!”
Hanna mengingatkan. Ryan melirik Hanna lalu menggeleng menatap Hanna. Gadis itu tidak ingin Hanna mengetahui bahwa kekasihnya yang datang dalam bentuk roh, meminta maaf atas skandal dengan sang dosen di perkemahan camping waktu lalu.
Hanna mengerut dahi, ia tidak pernah menyangka jika Ryan, memiliki hidup yang hampir sama dengan dirinya. Orang tuanya jarang berada di rumah yang berbeda hanyalah Isma, satu satunya ia memiliki seorang kakak, namun nahas ia harus kecelakaan tepat di hari ulang tahunnya. Dan belum lama Hanna melihat pesan gembira jika bunda Ryan akan kembali ke indonesia, tapi sore ini dinyatakan pesawat yang di tumpangi hilang.
“Nginep rumah gue aja!" ujar Hanna untuk mengajak Ryan yang sulit di atasi, karena pikirannya guncang tersebut.
"Enggak." lirih Ryan.
"Kalau gitu gue nginep di rumah lo sekarang! sebagai teman baik, bff. Gue ga mau lo kenapa kenapa." senyum Hanna, bermaksud menghibur.
Tiba-tiba kilat dari langit terlihat dari jendela, disusul dengan gemuruh yang menggelegar. Hanna dan Ryan menutup telinganya.
Sedangkan Hanna hanya terdiam sambil menatap keluar jendela, menikmati keindahan yang Tuhan ciptakan.
Suara air yang mengenai genting dapat membuat Hanna selalu takjub. Hanna selalu mengharapkan hujan itu berkah dan penenang. Sebab itu segala penggiring hujan seperti kilat dan gemuruh sama indahnya dengan hujan.
Kalian tidak akan bisa merasakan dan mendengar keindahannya kalau kalian tutup mata dan telinga. Hanna berpendapat dengan mata yang masih tertuju pada jendela.
Ryan tercenung, mendengar ucapan Hanna yang persis mimpi buruknya selalu berkata demikian.
“Segala hal tentang dia selalu membuat aku terkejut. Semakin dalam aku mengenal dia, semakin aku merasakan kalau dia punya dunia yang berbeda. Padahal kalau dipikir aku punya kemampuan yang sama dengan Hanna. Apakah gue terlalu maksain hidup layaknya manusia biasa?” lirih Ryan, ia mendekat dan merangkul punggung Hanna, seolah memeluk.
"Ryan, lo ngapain?" bermaksud melepas tangan Ryan.
"Ssst..! izinkan gue bersandar sebentar aja Hanna! semakin hari, semakin kita selalu jalani kehidupan berbeda dari manusia umumnya. Apakah gue terlalu nyaman, kita sama sama tidak punya keluarga bukan?" ujar Ryan. Membuat Hanna membeku masih menatap jendela, yang terlihat gelap dan kilat yang menyambar.
Tbc.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments