part 15

Azizah bertanya, "Kamu yakin, Ais?"

"In syaa Allah, aku yakin, Ziz," jawab Aisyah.

"Mata kamu bengkak, loh Ais," ujar Dea.

Aisyah melihat pantulan dirinya di cermin. "Gak apa-apa kok."

"Mending kamu gak usah ikut, Ais," ucap Azizah.

"Aku ndk mau Umi Kecewa, Ziz." Tangan Aisyah memasang jilbabnya.

"Kepala kamu udah gak sakit lagi?" tanya Dea.

"Masih, tapi gak jadi masalah, bentar lagi pasti sembuh." Tangan Aisyah memperbaiki letak jilbabnya.

"Kamu ndk usah ikut, Ais," kata Dea.

"Aku takut kamu akan semakin sakit," ucap Azizah.

"Kalian ndk usah khawatir, in syaa allah, ndk akan terjadi apa-apa." Mata Aisyah memandang kedua sahabatnya. "aku ke dalem dulu, pasti Umi dan yang lain udah nungguin, assalamualaikum."

"Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh," jawab Azizah dan Dea bersamaan.

****

Aisyah menarik nafas dalam-dalam, dia merilekskan tubuh dan pikirannya sebelum masuk kedalam rumah Kiyai.

Saat sudah merasa cukup rileks dan tenang, Aisyah mengetuk pintu rumah.

Tok ... tok ... tok ....

"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh."

"Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh," jawab Umi Khadijah dan Ning Mifta yang sedang duduk diruang tamu.

Aisyah menyalimi tangan umi Khadijah, lalu duduk di samping Ning Mifta. "Udah mau berangkat, Umi?"

"Ya sayang, tinggal nunggu Hafidz aja," jawab Umi Khadijah.

"Gus Hafidz kemana? Umi," tanya Aisyah.

"Dia masih siap-siap, sayang," jawab Umi Khadijah.

"Umi, jam berapa acar—" Perkataan Aisyah terpotong.

"Umi, sini bentar!" teriak Gus Hafidz dari arah kamarnya.

"Ya, tunggu Aa," Umi Khadijah berdiri dari duduknya. "Aisyah, Umi ke kamar Hafidz dulu ya."

Aisyah menganggukkan kepalanya. "Ya Umi."

Mifta melirik Asiyah, saat Umi Khadijah sudah masuk ke dalam kamar Gus Hafidz.

Minta bertanya, "Kakak gak apa-apa?"

"Aku gak apa-apa kok, Ning,"

"Wajah Kak Ais, pucat banget," ujar Miftah.

Aisyah tersenyum, "mungkin aku kecapean kali, Ning."

"Astaghfirullah, kak Aisyah panas banget." Miftah memegang kening Aisyah.

Aisyah menarik tangan Miftah yang ada di keningnya. "Gak apa-apa kok, Ning, ini panas biasa."

"Umi, cepat sini!" teriak Mifta

Umi Khadijah yang sibuk membantu Hafidz untuk siap-siap, terkejut mendengar teriakkan Miftah.

Umi Khadijah berjalan ke ruang tamu, "Ada apa Mifta? kenapa kamu teriak-teriak."

"Umi, Kak Aisyah panas banget," ujar Miftah.

Umi Khadijah duduk di samping Aisyah. "Kamu kenapa, Nak?"

"Ndk apa-apa, Umi, ini cuman panas biasa," ucap Aisyah.

"Gak Umi, Kak Aisyah bohong, badannya sangat panas, kalau Umi gak percaya, Umi bisa pegang sendiri," ujar Mifta.

"Astaghfirullah, badanmu panas Aisyah." Tangan Umi Khadijah memegang kening Aisyah.

"Gak apa-apa, Umi," ujar Aisyah.

"Gak apa-apa bagaimana, kamu lagi sakit, Nak." Umi Khadijah mengelus kepala Aisyah. "Mifta, panggil Ustadzah Dila."

"Ya, Umi." Mifta keluar dari rumah tanpa mengucapkan salam.

Gus Hafidz berjalan kearah ruang tamu, dia sudah siap untuk berangkat.

Mata Aisyah berkaca-kaca saat melihat Gus Hafidz duduk di sofa yang ada didepannya.

"Aisyah kenapa? Umi," tanya Gus Hafidz.

"Ais, gak enak badan, kepalanya sakit, Aa," jawab Umi.

Mendengar perkataan Uminya, Gus Hafidz melihat kearah Aisyah. "Udah minum obat?"

"Belum, Gus," jawab Aisyah.

"Aku ambil obat dulu." Gus Hafidz berdiri dari duduknya.

"G–gak usah, Gus," ujar Aisyah.

Langkah kaki Hafidz terhenti saat mendengar perkataan Aisyah. "Tapi kamu butuh obat, Ais."

"Ndak usah, Gus, nanti juga sembuh sendiri," ujar Aisyah.

"Dasar, keras kepala." Gus Hafidz mendudukkan dirinya ke sofa. "Umi, apa acaranya kita tunda dulu?"

Umi Khadijah menatap Putranya. "Ndk bisa Aa, kita udah janji akan datang malam ini."

"Tapi Umi, Aisyah lagi saki—" perkataan Hafidz terpotong.

"Jangan bikin malu keluarga, Hafidz." Kiyai Afnan duduk di samping Hafidz. "Abi udah bicara dengan Kiyai Rizky, dan malam ini juga kita akan berangkat."

Aisyah mendudukkan kepalanya. "Benar, apa kata Abi, Gus."

"Aisyah lebih penting, Bi." Hafidz menatap Abi nya. "Aisyah lagi sakit, Bi."

"Tapi, ini juga lebih penting, Aa," Ujar Umi Khadijah.

"Umi, Abi, kita sudah janji sama Ayahnya Aisyah, kalau kita akan menjaga Aisyah sebaik mungkin," kata Gus Hafidz.

"Di pesantren ada Ustadzah yang akan merawat Aisyah," ujar Kiyai Afnan.

Mendengar perkataan Kiyai Afnan, Aisyah menghapus air mata. "Gus Hafidz gak usah khawatir, benar apa kata Kiyai Afnan, di sini banyak Ustadzah, Ada Azizah dan Dea juga kok, jangan sampai acaranya diundur karna gara-gara aku."

"Tapi Ais, ka—" Perkataan Gus Hafidz terpotong.

"Kalian siap-siap, jangan sampai Keluarga Kiyai Rizky menunggu terlalu lama," ujar Kiyai Afnan.

Mata Gus Hafidz memandang Abi nya dengan tatapan kecewa, sedangkan Umi Khadijah gak bisa berbuat apa-apa.

Asiyah menundukkan kepalanya, air matanya menetes tanpa diminta. "Dasar gadis bodoh, seharusnya kamu gak ada disini, Aisyah," batin Aisyah.

BERSAMBUNG

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!