part 17

Umi Khadijah menatap Aisyah. "Nak, kita pulang yuk, bentar lagi hujan akan turun."

"Aisyah masih pengen disini, Umi." Tatapan Asiyah masih setia memandang gundukan tanah yang ada didepannya.

Tangan Umi Khadijah mengelus kepala Aisyah. "Kita pulang sayang, kamu belum makan sejak semalam."

"Aisyah gak lapar, Umi,"

"Aisyah, dengerin Umi! Kita boleh sedih, tapi jangan terlalu larut dalamnya, itu tidak baik sayang." Tangan Umi Khadijah mengelus kepala Aisyah. "Sekarang kita pulang!"

"Aisyah hiks, hiks, hiks gak mau pulang, Aisyah tidak punya siapa-siapa lagi, Umi,"

"Tidak sayang, kamu tidak sendiri, Umi masih ada, Abi dan yang lainnya masih ada untuk Aisyah, jangan pernah merasa sendirian, Sayang." Umi Khadijah memeluk Aisyah. "Sekarang ... hapus air matamu, jangan menangis lagi, saat ini Ayahmu tidak butuh kesedihanmu, tapi Ayahmu butuh do'a darimu."

Aisyah melepaskan pelukannya, lalu menghapus air matanya. "Terimakasih Umi, Umi selalu ada buat Aisyah."

Umi Khadijah tersenyum. "Umi sudah menganggap Aisyah sebagai putri Umi, jadi, jangan pernah merasa sendiri lagi, Oke."

Aisyah membalas senyuman Umi Khadijah. "In syaa Allah, Umi."

"Mau pulang sekarang?" tanya Umi Khadijah.

"Umi duluan aja, nanti Aisyah nyusul," jawab Aisyah.

"Baiklah, Umi tunggu di mobil." Umi Khadijah mengelus kepala Aisyah. "Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh."

"Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh."

🦋🦋🦋

Gus Hafidz menatap Abi nya. "Abi, bagaimana dengan wasiat terakhir Om Riyan?"

Saat ini mereka sedang berada di mobil untuk menunggu Aisyah dan Umi Khadijah, sedangkan Mifta tidak ikut saat pemakaman.

"Abi juga sedang memikirkan itu, Aa," jawab Kiyai Afnan.

"Apa sebaiknya perjodohan Aku dengan putri Kiyai Rizky dibatalkan aja," ujar Gus Hafidz.

"Tidak bisa Aa, keluarga besar sudah mengetahuinya, dan dua minggu lagi hari pernikahanmu." Kiyai Afnan menatap Hafidz.

"Terus wasiat Om Riyan bagaimana Yah?" tanya Gus Hafidz.

"Jika Aisyah ingin jadi istri ke—" Perkataan Kiyai Afnan terpotong.

"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh," salam Umi Khadijah.

"Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh," jawab Kiyai Afnan dan Gus Hafidz.

"Umi, Aisyah mana?" tanya Gus Hafidz.

Umi Khadijah duduk di samping Kiyai Afnan. "Masih di makam, Aa."

"Aa mau nyusul Aisyah, takut dia kenapa-napa." Gus Hafidz keluar dari mobilnya.

"Aa, biarkan Aisyah sendiri dulu," kata Umi Khadijah.

"Tapi Umi, hujan akan turun, kalau Aisyah kenapa-napa bagaimana?" Raut wajah Gus Hafidz sangat khawatir. "Aa nyusul Aisyah dulu, Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh."

"Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh,"

Umi Khadijah memandang suaminya saat Hafidz tidak terlihat lagi. "Mas, apa yang harus kita lakukan Sekarang? disisi lain, kita sudah melamar putri Kiyai Rizky, dan disisi lainnya ada wasiat terakhir Riyan yang ingin Aa menikah dengan Aisyah."

"Dua minggu lagi pernikahan Hafidz dan putri Kiyai Rizky akan dilaksanakan, ini keputusan kedua belah pihak," ujar Kiyai Afnan.

"Bagaimana dengan Aisyah?" tanya Umi Khadijah.

"Jika dia ingin menjadi istri ke—" perkataan Kiyai Afnan terpotong.

"Umi gak setuju Aisyah jadi istri keduanya Aa, jika Aa menikah dengan putri Kiyai Rizky, Aa gak akan menikah dengan Aisyah, Umi sudah menganggap Aisyah sebagai putri Umi sendiri!" tekan Umi Khadijah.

"Itu jalan satu-satunya untuk menjalankan wasiat terakhir Riyan," ujar Kiyai Afnan.

"Wasiat almarhum Riyan tidak akan terjadi jika Aisyah menjadi istri kedua, aku yakin mas, almarhum Riyan dan alisha tidak akan pernah menginginkan putri nya menjadi istri kedua," lontar Umi Khadijah.

"Jadi, bagaimana sayang?" tanya Kiyai Afnan.

"Umi akan mencarikan laki-laki yang cocok dengan Aisyah, yang bisa menjaga Aisyah dengan baik, dan bisa membimbing Aisyah kejalan yang benar, aku yakin Riyan dan Alisha setuju dengan keputusanku." Umi Khadijah tersenyum.

***

Gus Hafidz berdiri dibelakang Aisyah. "Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, Aisyah."

"Wa– wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh, Gus Ha—" Perkataan Aisyah terpotong saat dirinya hilang kesadaran.

"Astaghfirullah hal'adzim." Tanpa sadar Gus Hafidz mengangkat tubuh Aisyah kedalam gendongannya.

"Alhamdulillah, kamu sudah sadar sayang." Umi Khadijah menatap Aisyah yang sudah membuka matanya.

"Umi, Aisyah dimana?" tanya Aisyah.

"Kamu ada dirumah sakit sayang, tadi kamu pingsan," jawab Umi Khadijah. "tunggu bentar iya, Umi panggil Dokter dulu."

"Gak usah Umi, Ais udah baik-baik aja kok," tutur Aisyah. "Aisyah pengen pulang ke rumah umi."

"Ya sayang, kita akan pulang, tunggu Abi sama Hafids du—" Perkataan Umi Khadijah terpotong.

"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh," salam Kiyai Afnan dan Gus Hafidz.

"Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh," jawab Umi Khadijah. "apa kata Dokter, Mas?"

"Kata dokter, Aisyah gak apa-apa, cuman kecapekan aja," tutur Kiyai Afnan.

"Apa kita boleh pulang?" tanya Umi Khadijah.

"Alhamdulillah boleh." Kiyai Afnan tersenyum.

"Alhamdulillah," ucap Umi Khadijah.

******

12 hari pun berlalu. Keadaan Aisyah semakin membaik setelah kepergian sang Ayah. 5 hari yang lalu, keluarga Kiyai Afnan balik ke pesantren. Sedangkan Aisyah masih tinggal dirumahnya bersama Bibi Ani.

Tok, tok, tok.

"Assalamualaikum, Non Aisyah, Bibi boleh masuk?"

"Masuk aja Bi, gak terkunci kok." Tangan Aisyah sibuk membereskan barang-barangnya untuk dibawah ke pesantren. Iya, hari ini Aisyah berniat akan balik ke pesantren.

Mendengar jawaban Aisyah, Bi Ani pun masuk kedalam kamar. "Non Aisyah sarapan dulu! Bibi udah bawain nasi goreng kesukaan Non Aisyah."

"Makasih Bi Ani." Aisyah tersenyum, lalu mengambil sarapan yang diberikan Bi Ani.

"Makasih kembali Non Ais." Bi Ani ikut tersenyum saat melihat Aisyah tersenyum. Bi Ani sangat bersyukur, akhirnya Aisyah bisa tersenyum lagi.

"Bi, yang handel perusahaan Ayah, Siapa?" tanya Aisyah.

"Kepercayaan almarhum Ayahnya non Aisyah, Nak Abi," jawab Bi Ani.

"Kok aku ndk perna ketemu ama Kak Abi selama Ayah meninggal?"

"Nak Abi beberapa kali datang, Non, tapi Non Aisyah ndk ketemu, non kan beberapa hari ini selalu dikamar,"

"Aisyah bersyukur Bi, Aisyah masih memiliki orang-orang yang sangat baik,"

"Ya Non, Allah sangat baik kepada hamba-Nya,"

"Alhamdulillah." Aisyah menyelesaikan sarapannya.

"Oh ya Non, semalam Umi Khadijah nelpon, nanyain keadaan Non, sama tanya, kapan Non Aisyah balik ke pesantren, Bibi jawab kalau Non Aisyah mau berangkat besok,"

Aisyah tersenyum. "Umi sangat baik pada Aisyah."

Aisyah terdiam, ucapan terakhir Ayahnya masih terekam dalam pikirannya. Entah apa yang akan terjadi kedepannya.

"Non Aisyah, jam berapa berangkatnya ke pesantren?"

"Jam 9 Bi,"

"Apa sebaiknya, Non Aisyah sekolah disini lagi? sambil belajar soal kantor,"

"Kalau Aisyah udah lulus dari pesantren, Aisyah akan belajar bisnis Bi." Aisyah tersenyum. "Kalau Aisyah balik ke pesantren, Bibi tinggal di rumah iya."

"In syaa Allah, Non." Bi Ani ikut tersenyum.

"Aisyah sangat ber—" Perkataan Aisyah terpotong saat handphone berdering.

Aisyah tersenyum, saat tau siapa yang menelfon. "Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, Umi."

"Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh, Aisyah," jawab Umi Khadijah diseberang sana.

"Apa kabar Umi?"

"Alhamdulillah baik sayang,"

"Alhamdulillah,"

"Kalau Aisyah apa kabar?"

"Alhamdulillah, baik umi,"

"Jam berapa berangkatnya Nak?"

"Jam 9 pagi, Umi,"

"Umi tunggu, semoga selamat sampai tujuan iya, jangan lupa baca do'a sebelum berangkat,"

"In syaa Allah, Umi,"

"Ya udah sayang, Umi matiin dulu iya, assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,"

"Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh." Aisyah tersenyum saat sambungan telepon sudah terputus.

****

Setelah melakukan perjalanan terbilang cukup jauh. Akhirnya Aisyah sampai juga di pesantren.

"Akhirnya sampai juga," Aisyah keluar dari mobilnya.

"Non Ais, Mamang langsung balik iya," ucap Mamang—supir Aisyah— saat selesai mengeluarkan barang Aisyah dari bagasi mobil.

"Gak istirahat dulu Mang?"

"Gak usah Non, pekerjaan dirumah masih banyak,"

"Iya udah mang, hati-hati iya!"

"Pasti Non, Mamang balik dulu Non, assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh." Mamang masuk kedalam mobil.

"Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh,"

***

Aisyah sudah berdiri didepan rumah Kiyai Afnan. "Kok rame iya? ada acara apa iya?"

Aisyah mengetuk pintu rumah Kiyai Afnan. "Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh."

Umi Khadijah yang baru saja keluar dari dapur langsung menghampiri Aisyah. "Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh Aisyah."

Aisyah menyalami tangan Umi Khadijah.

"Ayo masuk sayang." Umi Khadijah membawa Aisyah duduk ke sofa. "Ais istirahat di sini aja iya, jangan ke asrama dulu."

"Tapi Umi, Aisy—" Perkataan Aisyah terpotong.

"Gak ada penolak, Sayang." Umi Khadijah tersenyum.

"Umi, kok rame banget iy? apa ada acara?" tanya Aisyah.

"Kan dua hari lagi, Hafidz Nikah, Nak,"

DUEAAR ....

BERSAMBUNG

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!