🌸Ada banyak bahasa untuk mengungkapkan cinta. Namun, yang paling tulus adalah Do'a🌸
•••🦋🦋🦋•••
"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh," salam Aisyah.
"Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh, dari mana Ais?" tanya Dea.
"Dari musala," jawab Aisyah.
"Habis ngapain?" tanya Dea.
Aisyah menjatuhkan dirinya ketempat tidur. " Solat duha."
Dea melirik Aisyah. "Tumben solat di musala, biasanya kan, solat di kamar."
"Pengen aja." Aisyah menutup matanya. Ucapan terkahir Mifta selalu terlintas di fikiran nya.
"Assalamualaikum." Azizah masuk kedalam kamar.
"Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh," jawab Dea. "dari man Ziz?"
"Dari pasar, bantuin Ustazah belanja keperluan masak," jawab Azizah.
"Oh," ujar Dea.
Mata Dea melirik Aisyah. "Ais kenapa, De?"
"Ndk tau," ujar Dea.
Azizah berjalan ke arah Aisyah. " Ais, kamu kenapa?"
"Gak apa-apa kok," jawab Aisyah tanpa membuka matanya.
"Tadi Aku ketemu Umi Khadijah, kelihatannya, Umi sangat sibuk, kaya menyiapkan sesuatu gitu," ujar Azizah.
Asiyah cuman terdiam, tidak ada niatan untuk menanggapi perkataan Azizah.
''tadi Ara datang, dia diminta Umi memanggilmu," ucap Dea.
Aisyah membuka matanya, yang sedari tadik tertutup. "Ara bilang apa?"
"Ara bilang, kamu diminta Umi ke dalem, selesai solat asar," jawab Dea.
"Cuman itu doang?" tanya Aisyah.
"Iya, cuman gitu doang," jawab Dea.
Aisyah kembali menutup matanya, entah kenapa akhir-akhir ini dirinya merasa lelah, ditambah Gus Hafidz berubah, tidak seperti dulu, sekarang Gus Hafidz cuek dan dingin kepadanya.
***
Aisyah sudah berada di rumah Kiyai Afnan, dia sedang membantu Umi Khadijah dan Ning Mifta, menyiapkan semacam seserahan pernikahan.
Aisyah mendekat ke arah Miftah. "Ning, ini untuk apa ya?"
"Ini, untuk lamaran, Kak," jawab Mifta.
"Siapa yang akan me–" Perkataan Aisyah terpotong, karna tangannya di tarik Mifta.
Melihat kelakuan putrinya, Umi Khadijah hanya menggelengkan kepalanya.
Mifta mengunci pintu kamarnya, lalu berjalan ke arah Aisyah. "Jawab dengan jujur kak, Aku ndk mau mendengar kebohongan."
"Aku harus jawab apa, Ning?" tanya Aisyah.
Mifta duduk didepan Aisyah. "Kak Aisyah suka sama Aa?"
Aisyah sudah tau, pasti pertanyaan ini lagi, yang akan di pertanyaan Mifta padanya.
"Gak, Ning." Aisyah mendudukkan kepalanya.
"Jawab dengan jujur, Kak," ujar Mifta.
"Aku udah jujur, Ning," kata Aisyah.
"Berarti, Kak Aisyah gak suka sama Aa?" tanya Miftah sekali lagi untuk memastikan.
"Aku gak suka sama Gus Hafidz, aku cuman menganggap Gus Hafidz sebagai Kakak aku, dan juga guru yang sudah mengajariku banyak hal," ujar Aisyah.
"Baiklah." Miftah berdiri lalu berjalan ke arah pintu kamarnya. "Ayo, pasti Umi sudah mencari kita."
Saat pintu kamar terbuka, mata Aisyah membulat saat melihat siapa yang berdiri didepan pintu kamar Mifta.
"𝒔𝒚𝒖𝒌𝒖𝒓𝒊 𝒂𝒑𝒂 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒌𝒂𝒎𝒖 𝒎𝒊𝒍𝒊𝒌𝒊, 𝒋𝒂𝒏𝒈𝒂𝒏 𝒊𝒓𝒊 𝒅𝒆𝒏𝒈𝒂𝒏 𝒂𝒑𝒂 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒐𝒓𝒂𝒏𝒈 𝒍𝒂𝒊𝒏 𝒎𝒊𝒍𝒊𝒌𝒊, 𝒎𝒂𝒌𝒂, 𝑨𝒍𝒍𝒂𝒉 𝒂𝒌𝒂𝒏 𝒎𝒆𝒎𝒃𝒆𝒓𝒊𝒌𝒂𝒏 𝒂𝒑𝒂 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒃𝒆𝒍𝒖𝒎 𝒌𝒂𝒖 𝒎𝒊𝒍𝒊𝒌𝒊".
-𝑯𝑨𝑩𝑰𝑩 𝑼𝑴𝑨𝑹 𝑩𝑰𝑵 𝑯𝑨𝑭𝑰𝑫𝒁
•••🦋🦋🦋•••
Dengan langkah cepat Aisyah keluar dari kamar Mifta, melewati Gus Hafidz yang sedang berdiri didepan pintu kamar.
Mifta menatap Hafidz. "Aa dengar?"
Hafidz menganggukkan kepalanya. "Hmmm,"
"Mifta cuman bisa bantu sampai sini, Aa," ujar Mifta.
Hafidz menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.
*****
Aisyah langsung duduk di samping umi Khadijah.
"Umi, ini semua untuk apa iya?"
"Oh, ini untuk lamaran, sayang," jawab Umi Khadijah.
Aisyah menatap Umi Khadijah. "La–lamaran."
"Ya sayang, lamaran," jawab Umi Khadijah.
"L–lamaran siapa? Umi," tanya Aisyah, sekuat tenaga Aisyah menahan suaranya agar tetap terdengar normal.
"Hafidz, sayang." Umi Khadijah tersenyum kearah Aisyah.
Tangan Aisyah gemetar, matanya berkaca-kaca, bibirnya terasah kaku untuk tersenyum. "G–gus Hafidz ya, Umi, de–dengan siapa? Umi."
"Putrinya Kiyai Rizky, sayang," Senyuman dibibir Umi Khadijah tak pernah luntur sedikit pun.
"Ning juga ya Umi, pasti mereka cocok, sama-sama dari anak Kiyai, yang satunya Gus dan yang satunya Ning." Bibir Aisyah tersenyum. Tapi hatinya sangat sakit saat mengucapkan kata-kata itu.
"Umi tidak memandang dia anaknya siapa, yang penting akhlaknya bagus, Umi pasti merestui, semoga mereka berjodoh, dan acaranya dilancarkan sampai hari pernikahan, Aamiin," ujar Umi Khadijah.
Aisyah menundukkan kepalanya, lalu menghapus air matanya. "Aamiin."
"Aisyah mau liat fotonya?" tanya Umi Khadijah.
"Hah, gak usah, Umi," jawab Aisyah.
Percakapan mereka tidak lepas dari pendengaran Gus Hafidz, yang sedang berdiri tak jauh dari mereka.
"U–umi, Ais balik dulu ke asrama, soalnya udah mau magrib," ucap Aisyah.
"Selesai solat isya balik lagi iya, kamu harus ikut ke acara lamaran Hafidz, Umi sudah menganggapmu sebagai putri Umi, jadi, kamu harus ikut," ucap Umi Khadijah.
"In syaa Allah, Umi." Aisyah mendudukkan kepalanya. "Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh."
"Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh," jawab Umi Khadijah.
Aisyah meninggalkan ruang keluarga dengan langkah kaki yang terburu-buru, tanpa dia sadari didepannya ada seseorang yang sedang berdiri.
BRAK ....
"Astaghfirullah, maaf, aku ndk sengaja." Tangan Aisyah mengambil buku yang terjatuh dilantai.
″Ya, gak apa-apa, Ais,″ ujar Gus Hafidz.
Aisyah mengangkat kepalanya, untuk melihat kearah orang yang baru saja dia tabrak. "G–gus Ha–hafidz."
″Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, Aisyah,″ salam Gus Hafidz.
"Wa–wa'alaikumsalam, Gus." Aisyah mendudukkan kepalanya.
"Kamu gak apa-apa?" tanya Gus Hafidz.
"Hah, a–aku gak apa-apa, Gus," jawan Aisyah.
″Kamu kelih—″ Perkataan Gus Hafidz terpotong.
″Maaf Gus, aku pergi dulu, Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh." Aisyah pergi tanpa mendengar jawaban salam sang Gus.
****
Aisyah memasuki kamarnya tanpa mengucapkan salam, air matanya menetes tanpa diminta.
Azizah yang menyadari kedatangan Aisyah, langsung menghampirinya. "Aisyah, kamu kenapa?"
Aisyah diam membisu, tidak ada niatan untuk menjawab pertanyaan Azizah, air matanya semakin banyak mengalir membasahi pipinya.
Azizah memeluk tubuh Aisyah. "Aisyah, jangan diam aja, cerita sama kita, kamu kenapa?"
"D–dia akan melamar seorang wanita, Ziz" ujar Aisyah.
"Dia siapa?" tanya Dea.
"G–gus Hafidz, hiks, hiks, hiks." Tangan Aisyah memeluk tubuh Azizah dengan erat.
Azizah dan Dea terdiam mendengar perkataan Aisyah, sedangkan Aisyah semakin menangis didalam pelukan Azizah.
"D–dia hiks, hiks, akan menikah dengan wanita lain, Ziz," ujar Aisyah
Azizah mengeratkan pelukannya. "Huuuusssstt, semuanya akan baik-baik aja."
"A–aku sudah memintanya hiks, hiks, dari Allah, Tapi, hiks, hiks, Allah gak mengabulkan do'aku, Ziz," Aisyah semakin menangis. "Allah selalu mengambil orang yang kucintai, Allah gak pernah sayang sama aku, Ziz."
"Huuuusssstt, kamu gak boleh ngomong gitu, Ais, Allah sangat menyayangimu, Allah masih memberimu seorang Ayah yang sangat mencintaimu, menyayangimu, Aisyah." Tangan Azizah mengelus punggung Aisyah.
Aisyah semakin terisak mendengar perkataan Azizah, kenapa dirinya bisa berfikir kalau Allah tidak menyayanginya, Allah masih memberinya seorang Ayah yang sangat baik seperti Ayahnya.
"Hiks, hiks, hiks, tapi aku sangat menci—" Perkataan Aisyah terpotong.
"Allah tau, kamu sangat mencintai Gus Hafidz, makanya Allah mengujimu melalui dia," kata Dea.
Tangan Azizah mengelus kepala Aisyah. "Sekuat apapun kita genggam, jika bukan takdir kita, tetap akan terlepas."
"Kita hanyalah perencana, bukan penentu, Aisyah," ujar Dea.
Azizah dan Dea tau, saat ini Aisyah sangat membutuhkan dukungan dari mereka.
"Sekarang, hapus air matamu, kita disini bukan untuk patah hati, Ais. Tapi, kita disini untuk menjadi lebih baik lagi." Azizah melepaskan pelukannya dari Aisyah. "sekarang, siap-siaplah, kita akan ke musala. Atau, kamu mau solat di sini?"
Aisyah menghapus air mata.
"A–aku solat di kamar aja."
Azizah tersenyum. "Baiklah, kita ke musala, assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh."
"Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh," ujar Aisyah.
Saat kedua sahabatnya pergi, Ais kembali menetes air matanya.
"Gus, apa yang aku takutkan, akhirnya terjadi juga." Aisyah menundukkan kepalanya.
BERSAMBUNG
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments