"Alhamdulillah, kamu sudah sadar sayang." Umi Khadijah menatap Aisyah yang sudah membuka matanya.
"Umi, Aisyah dimana?" tanya Aisyah.
"Kamu ada dirumah sakit sayang, tadi kamu pingsan," jawab Umi Khadijah. "tunggu bentar iya, Umi panggil Dokter dulu."
"Gak usah Umi, Ais udah baik-baik aja kok," tutur Aisyah. "Aisyah pengen pulang ke rumah umi."
"Ya sayang, kita akan pulang, tunggu Abi sama Hafids du—" Perkataan Umi Khadijah terpotong.
"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh," salam Kiyai Afnan dan Gus Hafidz.
"Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh," jawab Umi Khadijah. "apa kata Dokter, Mas?"
"Kata dokter, Aisyah gak apa-apa, cuman kecapekan aja," tutur Kiyai Afnan.
"Apa kita boleh pulang?" tanya Umi Khadijah.
"Alhamdulillah boleh." Kiyai Afnan tersenyum.
"Alhamdulillah," ucap Umi Khadijah.
******
12 hari pun berlalu. Keadaan Aisyah semakin membaik setelah kepergian sang Ayah. 5 hari yang lalu, keluarga Kiyai Afnan balik ke pesantren. Sedangkan Aisyah masih tinggal dirumahnya bersama Bibi Ani.
Tok, tok, tok.
"Assalamualaikum, Non Aisyah, Bibi boleh masuk?"
"Masuk aja Bi, gak terkunci kok." Tangan Aisyah sibuk membereskan barang-barangnya untuk dibawah ke pesantren. Iya, hari ini Aisyah berniat akan balik ke pesantren.
Mendengar jawaban Aisyah, Bi Ani pun masuk kedalam kamar. "Non Aisyah sarapan dulu! Bibi udah bawain nasi goreng kesukaan Non Aisyah."
"Makasih Bi Ani." Aisyah tersenyum, lalu mengambil sarapan yang diberikan Bi Ani.
"Makasih kembali Non Ais." Bi Ani ikut tersenyum saat melihat Aisyah tersenyum. Bi Ani sangat bersyukur, akhirnya Aisyah bisa tersenyum lagi.
"Bi, yang handel perusahaan Ayah, Siapa?" tanya Aisyah.
"Kepercayaan almarhum Ayahnya non Aisyah, Nak Abi," jawab Bi Ani.
"Kok aku ndk perna ketemu ama Kak Abi selama Ayah meninggal?"
"Nak Abi beberapa kali datang, Non, tapi Non Aisyah ndk ketemu, non kan beberapa hari ini selalu dikamar,"
"Aisyah bersyukur Bi, Aisyah masih memiliki orang-orang yang sangat baik,"
"Ya Non, Allah sangat baik kepada hamba-Nya,"
"Alhamdulillah." Aisyah menyelesaikan sarapannya.
"Oh ya Non, semalam Umi Khadijah nelpon, nanyain keadaan Non, sama tanya, kapan Non Aisyah balik ke pesantren, Bibi jawab kalau Non Aisyah mau berangkat besok,"
Aisyah tersenyum. "Umi sangat baik pada Aisyah."
Aisyah terdiam, ucapan terakhir Ayahnya masih terekam dalam pikirannya. Entah apa yang akan terjadi kedepannya.
"Non Aisyah, jam berapa berangkatnya ke pesantren?"
"Jam 9 Bi,"
"Apa sebaiknya, Non Aisyah sekolah disini lagi? sambil belajar soal kantor,"
"Kalau Aisyah udah lulus dari pesantren, Aisyah akan belajar bisnis Bi." Aisyah tersenyum. "Kalau Aisyah balik ke pesantren, Bibi tinggal di rumah iya."
"In syaa Allah, Non." Bi Ani ikut tersenyum.
"Aisyah sangat ber—" Perkataan Aisyah terpotong saat handphone berdering.
Aisyah tersenyum, saat tau siapa yang menelfon. "Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, Umi."
"Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh, Aisyah," jawab Umi Khadijah diseberang sana.
"Apa kabar Umi?"
"Alhamdulillah baik sayang,"
"Alhamdulillah,"
"Kalau Aisyah apa kabar?"
"Alhamdulillah, baik umi,"
"Jam berapa berangkatnya Nak?"
"Jam 9 pagi, Umi,"
"Umi tunggu, semoga selamat sampai tujuan iya, jangan lupa baca do'a sebelum berangkat,"
"In syaa Allah, Umi,"
"Ya udah sayang, Umi matiin dulu iya, assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,"
"Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh." Aisyah tersenyum saat sambungan telepon sudah terputus.
****
Setelah melakukan perjalanan terbilang cukup jauh. Akhirnya Aisyah sampai juga di pesantren.
"Akhirnya sampai juga," Aisyah keluar dari mobilnya.
"Non Ais, Mamang langsung balik iya," ucap Mamang—supir Aisyah— saat selesai mengeluarkan barang Aisyah dari bagasi mobil.
"Gak istirahat dulu Mang?"
"Gak usah Non, pekerjaan dirumah masih banyak,"
"Iya udah mang, hati-hati iya!"
"Pasti Non, Mamang balik dulu Non, assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh." Mamang masuk kedalam mobil.
"Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh,"
***
Aisyah sudah berdiri didepan rumah Kiyai Afnan. "Kok rame iya? ada acara apa iya?"
Aisyah mengetuk pintu rumah Kiyai Afnan. "Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh."
Umi Khadijah yang baru saja keluar dari dapur langsung menghampiri Aisyah. "Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh Aisyah."
Aisyah menyalami tangan Umi Khadijah.
"Ayo masuk sayang." Umi Khadijah membawa Aisyah duduk ke sofa. "Ais istirahat di sini aja iya, jangan ke asrama dulu."
"Tapi Umi, Aisy—" Perkataan Aisyah terpotong.
"Gak ada penolak, Sayang." Umi Khadijah tersenyum.
"Umi, kok rame banget iy? apa ada acara?" tanya Aisyah.
"Kan dua hari lagi, Hafidz Nikah, Nak,"
DUARRR ....
Hati Aisyah hancur berkeping-keping saat mendengar perkataan Umi Khadijah. Bibirnya tersenyum kecil saat tau, nama yang susah beberapa bulan dia langit kan, akan bersanding dengan wanita lain.
"Nak Aisyah?" panggil Umi Khadijah.
"Hah ... Iya umi, kenapa?"
"Kok bengong, apa ada masalah, sayang?"
"Ndk kok, umi." Aisyah menatap Umi Khadijah lalu tersenyum. "Umi, Ning Mifta mana?"
"Mifta lagi keluar sayang, bentar lagi pasti akan pula—" perkataan Umi Khadijah terpotong.
"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh," salam Ning Mifta dan Gus Hafidz.
"Nah, itu mereka." Umi Khadijah tersenyum. "Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh."
Gus Hafidz dan Mifta duduk di sofa saat selesai menyalami tangan Umi Khadijah,
"Kak Aisyah, jam berapa nyampenya?" tanya Miftah.
"Belum lama kok, Ning." jawab Aisyah.
"Kak Aisyah ndk usah ke asrama dulu! Kakak nginap disini aja sampai acara Aa selesai," ujar Ning Mifta.
"Ndk bisa Ning, banyak yang harus saya kerjakan." Aisyah tersenyum kearah Ning Mifta.
"Nak Ais disini dulu sampai pernikahan Hafidz!" perintah Umi Khadijah. "sekarang, Ais istirahat dikamar Mifta,"
"Tapi Umi, Ais—" perkataan Aisyah terpotong.
"Gak ada tapi-tapian Sayang!" putus Umi Khadijah. "Miftah, ajal Aisyah istirahat dikamar mu,"
"Mari kak, Mifta temenin," ujar Ning Mifta.
"Istirahat lah, Nak, nanti malam Abi sama Umi ada yang ingin kami sampaikan kepadamu." Tangan Umi Khadijah mengelus kepala Aisyah.
" Tentang apa, Umi?" tanya Aisyah.
"Ini tentang wasiat terakhir Ayahmu, sayang," jawab Umi Khadijah.
Aisyah dan Gus Hafidz saling memandang saat mendengar ucapan Umi Khadijah. Hati Aisyah berdetak dengan cepat saat memandang mata Gus Hafidz, yang seakan-akan ingin menyampaikan sesuatu.
"Nak Ais?"
Mendengar suara Uminya, Gus Hafidz langsung mengalihkan pandangannya.
"Astaghfirullah hal'adzim," batin Gus Hafidz.
"Aisyah?" sekali lagi Umi Khadijah memanggil nama Aisyah.
"Hah ... ada apa Umi?"
"Nanti malam, Abi dan Umi ingin membicarakan tentang wasiat Ayah kamu, sayang!" ulang Umi Khadijah. "jadi, Aisya disini aja, ndk usah ke asrama dulu, oke!"
"Hmmm ... i–iya, Umi." Aisyah tersenyum kaku.
"Mifta, ajak Aisyah ke kamar untuk istirahat!" tutur Umi Khadijah.
"Mari kak, saya antar," ujar Ning Mifta.
"Aisyah istirahat dulu, Umi," ujar Aisyah.
Umi Khadijah tersenyum. "Iya Sayang."
Aisyah dan Miftah pamit undur diri dari hadapan Umi Khadijah dan Gus Hafidz.
"Umi?" panggil Hafids saat Aisyah dan Mifta sudah tak terlihat lagi.
"Ada apa, Aa?"
"Aa ingin bicara sebentar!"
"Mau bicara apa, Aa?"
"Ini tentang Aku dan Aisyah, Umi,"
"Ya udah, mau bicara apa?"
"Jangan disini, Umi!"
"Lalu dimana, Aa?"
"Dikamar Aa aja, Umi,"
"Ya udah, ayo."
Gus Hafidz dan Umi Khadijah berjalan ke arah kamar Hafidz.
"Mau bicara apa, Aa?" tanya Umi Khadijah saat sudah berada di dalam kamar Hafidz.
"U–umi, Aa i–ingin ngomong se–sesuatu ke U–umi." Gus Hafidz memainkan jari-jarinya karena gugup.
"Mau ngomong apa, Aa? bicara yang jelas." Umi Khadijah memegang lengan Putranya.
"U–umi Aa ndk ma–mau menikah dengan Putri Kiyai Rizky!"
Umi Khadijah menutup mulutnya saat mendengar perkataan putranya. "Aa, dua hari lagi pernikahan kamu akan di laksanakan."
"U–umi Aa ndk suka sama dia, Aa cuman suka sama Ai—" Perkataan Hafidz terpotong.
PLAK ....
Tamparan keras mengenai pipi Hafids. "Kamu jangan membuat keluarga malu, pernikahan kamu akan dilaksanakan dua hari lagi."
Hafidz memegang pipinya yang baru saja ditampar oleh Abi nya. "Abi, wasiat Om Riyan lebih penting."
"Keluarga kita tidak penting?" tanya Kiyai Afnan.
"Tapi, Aa ndk suka sama dia, Bi! Aa ndk cinta sama dia, Aa cuman cintanya sama A—" lagi dan lagi perkataan Hafids terpotong.
"Cinta akan datang dengan seiringnya waktu, Aa," ujar Kiyai Afnan.
"Umi, bilang ke Abi kalau aku ndk mau." Tangan Gus Hafidz memegang lengan Uminya. "Selama ini kan, Umi tau perasaan Aa."
"Kenapa baru sekarang, Aa? kenapa tidak menolak waktu Umi meminta persetujuan Aa?" tanya Umi Khadijah.
Hafidz terdiam saat mendengar ucapan Uminya. bibirnya tersenyum kecut seakan-akan menertawakan dirinya sendiri yang terlihat bodoh.
FLAS BACK
"Aa, mau tau sesuatu gak?" tanya Miftah.
"Tentang apa?" Gus Hafidz menatap Adeknya. Saat ini mereka sedang berada di toko buku.
"Tentang perasaan Kak Aisyah," jawab Miftah tanpa menatap Hafidz.
"Gak penting, cepat pilih bukunya!"
"Yakin gak mau dengar? padahal ini sangat penting lo," ucap Mifta.
"Udahlah Mifta, nanti Umi nyariin kit—"
"Apa Aa tidak perna merasakan perasaan Kak Aisyah untuk Aa?" Mifta memotong perkataan Hafidz.
Hafidz menatap Mifta saat mendengar pertanyaan yang keluar dari mulut sang Adik.
Miftah tertawa kecil. "Kak Aisyah juga gak perna merasakan perasaan Kakak sedikit pun, kalian cocok, sama-sama gak peka."
"Apa maksudmu, Miftah?" tanya hafidz yang belum mengerti perkataan adeknya itu.
"Kak Aisyah suka sama Aa!"
Mata Hafidz menatap Mifta dengan tajam. "Kamu tau dari mana?"
"Kak Aisyah sendiri yang ngomong ke aku,"
"Kenapa baru ngomong sekarang?"
"Baik sekarang maupun sebelumnya, tetap dah telat, Kak Aisyah ngomong kaya gitu setelah lamaran Aa udah selesai." Tangan Mifta sibuk memilih buku yang akan dia beli.
"Ayo kita pulang!"
"Ihh ... kok buruh-buruh sih, Aa?"
"Jangan banyak tanya!"
FLAS OFF.
Gus Hafidz tersenyum menatap Umi dan Abi nya. "Terserah kalian!"
Setelah mengatakan itu, Hafidz pergi meninggalkan Abi dan uminya yang masih berdiri didalam kamar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments