Di sebuah meja yang berisi dua orang pria muda yang tampan. Sejak pasangan pengantin memasuki venue, keduanya terus memperhatikan pasangan itu.
"Sepertinya itu bukan Steffi. Apa aku salah lihat sih?" Arkan, salah satu teman Rafael menyipitkan matanya saat memperhatikan pasangan pengantin yang sedang berdansa di tengah aula.
"Tidak. Itu Memang bukan Steffi." Jawab Darius santai. Ia memperhatikan Rafael dan Lissa yang tampak serasi.
"What the...! Apakah kamu juga sakit mata?" Arkan berteriak keras sehingga membuat tamu di sekitar mereka menatap mereka dengan aneh.
"Hehehe... maaf-maaf. Abaikan saja aku abaikan. Anggap saja aku tidak ada. Hehe." Arkan melambaikan tangannya menyapa semua orang.
"Bodoh." Umpat Darius dengan suara pelan.
"Darius jangan berbohong padaku. Apakah benar itu bukan Steffi? Kali ini jangan bercanda lagi." Arkan kembali memfokuskan diri pada Darius.
"Aku tidak pernah bercanda untuk apapun." jawab Darius datar.
"Benar juga. Diantara kita bertiga yang selalu bercanda kan aku?" Arkan menganggukkan kepalanya. "Jadi itu memang bukan Steffi. Tapi siapa gadis itu? Apa kamu tahu?"
"Tidak."
"Ternyata ada juga yang tidak kamu ketahui."
"Diamlah. Acara akan segera dimulai. Jika kamu tidak segera menutup mulutmu yang terlalu banyak bicara itu, mungkin di detik berikutnya keamanan hotel akan datang untuk menyeretmu pergi."
"Tidak tidak bagaimana bisa mereka menyeretnya pergi? aku ini adalah teman dekat mempelai pria."
"Diamlah atau itu benar-benar akan terjadi."
"Oke oke. Aku menutup mulutku." Arkan menggerakkan tangannya seperti sedang menarik retsleting di depan bibirnya.
Darius terlihat dingin dan acuh. Tetapi dia sebenarnya adalah seorang yang sanagt perhatian. Apalagi ia telah mengangkat Rafael sejak mereka masih kecil. Ia mengetahui apa yang pernah dialami Rafael di masa lalu. Ia tentu saja lebih memperhatikan gadis yang akhirnya menjadi istri teman masa kecilnya itu. Ia ingin memastikan bahwa gadis itu memang baik dan layak untuk Rafael.
Tentang Steffi, sama seperti Matheo yang tidak memiliki kesan baik terhadap gadis itu. Darius juga sama. Tetapi selama Steffi tidak membuat Rafael bersedih, ia akan membiarkan dia tinggal di sisi Rafael.
Tidak lama kemudian pasangan pengantin yang mereka perhatikan Sejak awal akhirnya berjalan ke arah mereka. Semakin dekat semakin terlihat berbeda antara Lissa dan Steffi.
"Hai bro selamat ya." Arkan berdiri dan menghampiri Rafael. Menarik tangan nya dan Menabrakkan bahunya dengan bahu Rafael. Salam antar pria.
"Terima kasih. Gimana pestanya?"
"Bagus."
"Selamat bro." Darius juga melakukan hal yang sama dengan Arkan.
"Terima kasih. Oh ya kenalin ini Lissa. Sa, mereka ini adalah teman-temanku. Arkan dan Darius." Rafael memperkenalkan keduanya.
"Hai Lissa kamu sungguh cantik malam ini." Arkan mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan dengan Lissa. Lissa menyambutnya dengan ragu. Tersenyum dan menjawab, "Terima kasih."
"Aku Arkan teman terbaik nomer satunya Rafael. Kalau membutuhkan sesuatu jangan sungkan untuk meminta bantuanku. Ini adalah kartu namaku. Jangan lupa hubungi aku nanti." Sudah menjadi kebiasaan Arkan yang selalu bertingkah genit dan menggoda para gadis. Jadi dia reflek memberikan kartu namanya pada Lissa.
Lissa menerimanya dengan enggan Dan Tersenyum canghung. "Terima kasih banyak."
"Heheh. Maaf. Kebiasaan." Arkan yang baru menyadari tindakan bodohnya menggaruk kepalanya dengan canggung.
"Tidak apa-apa. Aku mengerti." Lissa tersenyum. Lalu ia menatap Darius yang berdiri di samping Arkan.
"Kalau ini Darius. Kamu jangan lihat wajahnya yang dingin. Dia sebenarnya baik hati dan perhatian." Arkan berinisiatif memperkenalkan Darius yang tampak cuek.
"Tidak apa-apa."
Tidak ada satu pun orang yang berasal dari pihak Lissa karena pernikahan ini adalah pernikahan yang disembunyikan. Lissa juga tidak memberitahu keluarganya jika ia menikah, keluarga Lissa memandang tinggi sebuah pernikahan dan akan marah jika mengetahui bahwa pernikahan yang ia jalani hanyalah pernikahan sebatas kontrak.
Sedangkan untuk teman-teman Lissa, gadis itu tidak memiliki banyak teman karena ia selalu dijauhi dan dikucilkan oleh teman-teman di kelasnya karena ia adalah satu-satunya mahasiswi yang berasal dari kampung dan memiliki penampilan culun yang tidak menonjol selain prestasinya yang membiayai orang iri.
Jadi tidak ada sama sekali yang Lissa kenal di dalam pesta pernikahannya sendiri. Ia hanya berjalan mengikuti kemana Rafael membawanya. Saat ini Rafael membawanya menemui teman-temannya. Lebih baik daripada sendirian seperti orang hilang.
"Hem. Tidak masalah."
Tidak ada acara resmi setelah dansa dan perjamuan. Jadi para tamu segera pulang setelah mereka selesai menyapa dan berbincang dengan kenalan mereka. Sedangkan yang tertinggal di sana adalah para anak muda.
"Baiklah. Kita harus minum malam ini untuk merayakan pernikahan ini. Lissa, kamu akan takjub dengan kemampuan Rafael minum. Ia adalah pria terkuat diantara kami." Arkan menepuk bahu Rafael dengan bangga setengah jam sebelum pada akhirnya Rafael tergeletak di atas meja tak berdaya. Bibirnya rusak meracau tidak jelas.
"Hehehe... biasanya Rafael tidak seperti ini." Ucap Arkan canggung karena dia telah menyombongkan Rafael sebelumnya.
"Tidak apa-apa."
"Sudah larut. Biarkan aku mengantarmu kembali ke karena terlebih dahulu. Untuk urusan Rafael serahkan pada kami." Darius memberi isyarat pada Arkan untuk menyetujuinya.
"Kalau begitu terima kasih." Lissa tidak menolak. Lagipula ia juga tidak mengetahui dimana kamar mereka nanti. MUA yang meriasnya tadi mengatakan bahwa kamar yang mereka gunakan tadi bukanlah kamar pengantin dan dia pasti akan tersesat jika ia harus kembali sendirian.
Darius berjalan dalam diam dengan Lissa berjalan di sampingnya. Keduanya melewati lorong dan memasuki lift dalam diam. Malam sudah larut. Hanya ketukan sepatu mereka yang terdengar bergema di lorong hotel yang panjang.
Kamar Presidential suit yang dipersiapkan untuk kamar pernikahan Rafael dan Lissa berada di lantai paling atas. Bersebelahan dengan kamar yang biasanya dipakai oleh Abrahan. Hanya satu kamar di samping Lift.
"Sudah sampai. Ini adalah kunci kamar ini. Rafael sudah memiliki satu." Darius meminta kunci dari petugas hotel saat ia mengantar Lissa.
"Terima kasih tuan Darius." Lissa menerima kunci itu dan mengucapkan terima kasih dengan mata yang mengantuk. Saat ini yang ia inginkan adalah tidur karena sepanjang hari sudah penuh dengan aktivitas yang menguras tenaganya.
Darius telah memperhatikan Lissa sejak mereka meninggalkan aula dan sesuatu, tetapi pada akhirnya tidak ia ucapkan setelah kejadian ini dan menghela napas. Sebagai seorang sahabat yang mengetahui Rafael luar dan dalam, tentu saja ia mengetahui bahwa pernihakan sahabatnya ini tidak sesederhana yang terlihat. Apalagi ia juga mengetahui bahwa Steffi yang masih saja enggan untuk menikah.
"Hem. Kalau begitu aku pergi dulu." Lissa hanya mengangguk saat melihat tubuh Darius berbalik dan menampakkan punggungnya yang kokoh namun tampak kesepian dan tak bernyawa.
Lissa membuka pintu kamar dengan perlahan. Matanya yang mengantuk terjaga seketika saat melihat apa yang ada di diam kamar. Kamar itu sudah ditata dengan sangat indah dengan lilin dan ribuan kelopak bunga mawar merah yang menutupi setiap permukaan lantai dan ranjang pengantin. Disempurnakan dengan penataan lilin dan lampu hiasan yang redup.
Pemandangan ini seharusnya adalah sesuatu yang diharapkan setiap pengantin begitu mereka baru dimana ketika mereka mendapati kamar pernikahan mereka yang indah. Tetapi karena baik Lissa maupun Rafael menikah, mereka tidak memiliki pendapat mengenai ini dan dengan tanpa perasaan mendudukkan tubuhnya di atas ranjang yang penuh dengan kelopak mawar
*
*
*
~♡Kupilih Penggantimu_12♡~
Tolong sempatkan waktu untuk menyentuh tanda Like ya....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments
Whatea Sala
Kakeknya rafael..tidak mempertanyakan keluarga dari lissa ya..🤔🤔???
2023-03-25
0
Rhesinta Saipul
next...
2022-10-07
1