Hari pernikahan Lissa dan Rafael akhirnya hanya tinggal dua hari lagi. Lissa juga sudah mulai mengambil cuti mulai kemarin baik di kampus maupun di stand boba untuk mempersiapkan dirinya sendiri terutama mempersiapkan hatinya. Meskipun pernikahan ini hanyalah sekedar kontrak pernikahan, pernikahan adalah sesuatu yang sakral yang akan mengaduk perasaan. Jadi dia butuh untuk menyiapkan hatinya. Tentu saja Lissa tidak memberitahu alasan yang sebenarnya pada siapapun juga. Hanya dia yang tahu bahwa sebenarnya seharian penuh ia hanya berdiam diri di kamar kosnya.
Semalam Petra menghubunginya bahwa sore ini akan dilakukan fitting gaun terakhir sebelum dipakai dua hari lagi. Jadwal yang seharusnya dilakukan besok dimajukan menjadi hari ini karena Rafael sudah memiliki waktu untuk pergi bersama. Ia juga mengambil libur dan membawa pekerjaannya ke rumah.
Lissa sudah bersiap sejak awal dan menunggu di ujung gang karena tempat kos Lissa berada di dalam gang yang cukup merepotkan untuk mobil masuk. Lissa tidak menunggu erlalu lama hingga mobil yang dia kenali berhenti di depannya. Pintu depan mobil terbuka dan Petra keluar saat ia mulai berjalan. Petra membukakan pintu masuk untuknya di kursi belakang.
"Kenapa berdiri di sana?" Tanya Rafael begitu Lissa duduk di sampingnya.
"Hah?" Lissa masih belum fokus. Ia masih terbawa pikirannya sebelum mereka datang.
"Kenapa berdiri di sini dan tidak menunggu di tempat kosmu saja?" Ulang Rafael dengan lebih jelas.
"Ooh...jalan ke dalam sempit. Banyak anak kecil jam segini yang bermain-main di jalanan. Akan repot jika mobil masuk ke sana." Jawab Lissa. Saat itu sore. Dan anak-anak sudah pulang dari sekolah mereka dan mulai bermain bersama dengan teman-teman mereka.
"Tetap saja tidak baik menunggu di tempat seperti itu untuk seorang gadis." Lissa mengernyitkan alisnya. Tempat yang gak dimaksud Rafael bukannya tempat yang sepi dan tidak ada orang di sekitar. Tepat si sebelah kanan ada sebuah warung Tegal yang selalu dipenuhi pengunjung. Di seberangnya ada juga warung pecel lele yang sudah mulai buka di sore hari. Tidak jauh dari sana ada pangkalan ojek. Setelah memikirkannya ia mengira bahwa Rafael mungkin takut mereka akan ketahuan.
"Aku mengerti." Lissa merasa bersalah dan menundukkan kepalanya. Rafael yang duduk di sampingnya melirikya dengan aneh. Kenapa dengan gadis ini?
Petra hanya berani melirik keduanya dari kaca spion dan tidak Berau menyela. Melihat wajah Lissa yang sedih sedangkan wajah Rafael yang tampak bingung, Petra menggurui ujung hidungnya. Tampaknya kedua orang di belakangnya sama-sama masih polos.
Tak lama kemudian mobil yang membawa meraka sampai di butik milik Ema. Ema sudah menunggu mereka dan sangat senang menyambut kedatangan keduanya. Ia langsung memeluk Lissa begitu melihat gadis itu sekali lagi. Sepertinya ia sudah mengenal Lissa sejak lama.
"Sayang akhirnya kamu kembali. Lihat tante sudah mengubah gaun sesuai dengan ukuranmu. Sekarang coba dan lihat apakah itu sudah sesuai." Ema menarik Lissa untuk melihat gaun di maneqin dengan tidak sabar. Rafael yang diabaikan mengikuti keduanya ke ruangan Khusus.
"Mbak tolong bantuin keponakan saya mencoba gaunnya. Coba pakai tiadanya lain kali ini ya." Pinta Ema.
"Tante hari ini tidak perlu dirias lagi. Ini kan hanya mencoba gaun saja." Tolak Lissa. Hari ini ia datang bersama dengan Rafael. Tentu saja ia malu.
"Tidak bisa. Pengantin itu dilihat dari semua sisi. Jadi baik gaun maupun rasanya tidak boleh terlewat. Lagipula ini hanya rasanya sederhana untuk mendukung tampilan saja." Bujuk Ema. "Sudah sana masuk dan segera tunjukkan keindahan itu sekali lagi." Ema menyela sebelum Lissa kembali memprotes. Ia mendorong Lissa ke dalam ruang ganti.
"Kamu sangat beruntung menemukan gadis seperti Lissa." Ema menghampiri Rafael yang duduk di solat tunggu sejak awal.
"Ya. Jadi mana pakaian yang harus aku coba?" Rafael datang untuk mencoba pakaiannya. Jadi dia tidak akan membuang waktu di sini untuk mengobrol dengan tantangan yang cerewet ini.
"Huh!" Ema mendengus kesal. Keponakannya ini sangat kaku. "Di ruang ganti sebelah sana. Kamu pasti bisa memakainya sendiri kan? Apa aku perlu memanggilkan orang untuk membantumu?" Ema menunjuk ruang ganti yang ada di sebelah.
"Tidak perlu." Jawab Rafael singkat sambil melangkah masuk ke dalam ruang ganti.
Rafael hanya berganti baju tanpa dirias. Jadi dia langsung keluar begitu ia sudah berganti dengan kemeja putih yang dibalut dengan tuksedo hitam. Dasi kupu-kupu hitam dan tentu saja celana bahan berwarna hitam juga.
Ema memandang Rafael dari atas ke bawah. Lalu menganggukkan kepalanya. "Sudah pas."
Mendengar tanggapan singkat Ema, Rafael masih diam dan kembali duduk di sofa. Membuka laptopnya untuk bekerja sambil menunggu Lissa siap.
Setelah satu jam berlalu, pintu ruang ganti terbuka. Lissa berjalan dengan kepala tertunduk dibantu oleh asisten Ema masuk ke dalam ruangan. Kali ini riasan Lissa bahkan lebih indah lagi. Wajahnya terlihat lebih cantik dari pada terlahir kali. Penutup kepalanya juga dipakai. Sudah saatnya mirip dengan pengantin yang sesungguhnya. Wajah Lissa yang memerah terlihat bertemu samar di balik penutup kepala transparan. Terlihat sangat menawan.
"Luar biasa. Cantiknya kamu sayang." Suara Ema yang bersemangat menyadarkan Rafael yang tidak sadar bahwa ia tertegun beberapa saat.
"Bagaimana menurutmu Rafael? Calon istrimu cantik kan?" Ema menatap Rafael yang masih terlihat terpesona. Ia pun tersenyum di dalam hatinya.
"Ya. Memang cantik." Tanggapan Rafael singkat tetapi tetap membuat Lissa merasa malu dan Wajahnya semakin bertambah merah karenanya.
"Sekarang coba kalian berdiri berdampingan. Aku ingin mengambil foto kalian." Ema menarik Lissa dan Rafael. Di dalam ruangan khusus memang di sediakan satu sisi yang didekorasi untuk berfoto.
"Tidak perlu. Kami akan kembali." Rafael menolak. Tentu saja.
"Kakekmu memintaku untuk mengambil foto kalian tadi." Ema hanya berkata satu kalimat. Tetapi kalau berhasil membuat langkah Rafael terhenti dan berbalik menarik Lissa untuk segera mengambil foto. Ema tersenyum senang. Yang paling ditakuti Rafael memang masih kakeknya.
Seorang fotografer datang untuk mengambil foto mereka. Karena acara yang terburu-buru juga sebenarnya tidak ingin orang mengenali wajah Lissa dengan seksama, tidak ada foto preweding di dalam undangan yang disebar. Jadi foto ini nantinya akan dipasang di tempat pesta di hotel.
Beberapa foto diambil. Fotografer mengarahkan mereka untuk berpose beberapa kali. Membuat keduanya dengan terpaksa berpose dengan mesra. Ema yang melihatnya tersenyum. Ia diam-diam mengambil foto dari ponselnya dan mengirimkannya pada Matheo.
Di kediaman Abraham, Matheo sedang bermain catur sendirian saat ia melihat foto yang dikirim oleh Ema padanya. Ia pun mengirim pesan pada Rafael agar mengajak Lissa ke rumah setelah kembali dari butik Ema.
*
*
*
~♡Kupilih Penggantimu_9♡~
Tolong sempatkan waktu untuk menyentuh tanda Like ya....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments
Rhesinta Saipul
lanjut up thor😘😘😘😘
2022-10-05
1