Kupilih Penggantimu

Kupilih Penggantimu

1. Gadis Penjaga Stand Boba

"Mbak aku es bobanya dua cup sedang ya. Topingnya pake coklat sama greentea. Satunya lagi rasa strawbery lava." Seorang gadis berseragam SMA berdiri di depan stand es boba di pinggir jalan.

"Oke. Tunggu sebentar ya." seorang gadis cantik degan celemek bergambar boba berwarna biru lengkap dengan topinya tersenyum ramah. Lalu mulai menyiapkan pesanan gadis SMA dengan cepat.

Penjual es Boba itu adalah Lissa Revana Ayudia. Seorang gadis cantik berusia dua puluh tahun yang berasal dari desa yang mendapatkan beasiswa yang saat ini berada di semester ke enam. Beasiswa tidak mencakup biaya hidupnya selama hidup di kota. Maka dari itu ia bekerja paruh waktu menjadi salah satu penjaga stand es Boba yang sedang menjamur di berbagai daerah.

Lissa hidup dengan sederhana. Dengan gaji yang pas-pasan, ia bahkan bisa mengirim sebagian uangnya ke desa. Membantu kedua orang tuanya mencukupi kebutuhan hidup keluarganya di desa.

Lissa dengan gesit melayani setiap pelanggan. Satu persatu dari mereka mendapatkan es Boba segar yang mereka inginkan. Selain untuk menghilangkan dahaga, Es Boba juga enak dan juga segar. Setiap pelanggan mendapatkan pesanan mereka dengan puas.

Sebagai pekerja di stand tersebut, Lissa juga ikut senang. Semakin banyak pelanggan. Semakin banyak komisi yang akan dia dapatkan. Apalagi saat ini ayahnya di desa baru saja memberitahukan bahwa ibunya masuk rumah sakit dan membutuhkan banyak biaya. Ia harus semangat bekerja.

"Huft akhirnya selesai juga." Lissa mengelap tangannya dengan tisu setelah ia memberikan satu Cup Boba pada pelanggan terakhir.

"Semangat Lissa. Ibu butuh biaya banyak. Aku harus segera mengumpulkan uang." Lissa mengepalkan tangannya erat. Memberi semangat pada dirinya sendiri.

Tiga hari yang lalu, saat ayahnya memberitahu bahwa ibunya masuk rumah sakit karena serangan jantung, ia sangat ingin pulang dan melihat kondisi ibunya dengan mata kepalanya sendiri. Tetapi setelah ia berpikir, ia memutuskan untuk tetap tinggal di kota.

Meskipun ia kembali ke desa, ia juga tidak bisa melakukan apa-apa untuk membantu ayahnya mengumpulkan uang. Paling banyak, ia hanya akan menambah beban.

Di kota, meskipun dia tidak bisa mengumpulkan uang yang cukup, ia masih bisa mengumpulkan sedikit uang untuk membantu ayahnya mencari uang.

"Lis, udah kamu catat hari ini?" Diva, rekan kerjanya yang berganti sift dengannya datang.

"Sudah mbak Diva. Aku balik ke kampus dulu. Ada kuliah sore ini." Lissa melepas celemek bergambar Boba berwarna biru dari tubuhnya. Mengembalikannya ke dalam loker yang ada di salah satu dinding stand.

"Iya. Hati-hati di jalan. Aku ambil alih dari sini." Diva mengacungkan jempolnya pada Lissa. Ia juga seorang mahasiswi, sama seperti Lissa.

Lissa naik sepeda dan pulang ke kamar kosnya untuk bersiap pergi ke kampus. Jarak antara kampus, tempat kerja dan kamar kosnya memang cukup dekat. Jadi dia bisa bolak balik ke sana dengan mudah.

Kriingg Kriingg....

Suara ponsel Lissa berbunyi. Lissa berhenti untuk mengangkatnya. Di layar, nomor ponsel adiknya memanggil.

Beberapa hari ini, setiap kali Lissa mendapatkan telepon dari keluarganya di desa, dia selalu tertekan dan khawatir.

"Pandu, bagaimana kabar ibu?" Lissa mengangkat telepon setelah ia menghirup napas untuk menyiapkan dirinya menerima kabar apapun. Pandu. Adik Lissa yang saat ini masih duduk di bangku SMA kelas dua belas.

"Kak, kata dokter jantung ibu bocor. Dan harus segera dioperasi." Suara Pandu seperti petir yang menyambar di siang hari. Menyambar tubuh Lissa menjadi kaku.

"Kak... kakak masih di sana?" Pandu bertanya setelah dia tidak mendengar suara kakaknya.

"Iya Ndu. Kakak mendengarmu." ujar lissa lesu.

"Kak, biaya operasi ibu sangat banyak. Ayah berencana mau jual sawah kita."

"Jangan. Untuk biaya operasi ibu, aku yang akan memikirkannya. Jangan jual sawah itu. Keluarga kita bergantung dari hasil sawah selama ini. Jika sawah itu dijual, keluarga kita juga tidak akan bisa berbuat apa-apa nanti."

"Aku juga berpikir begitu kak. Tapi biaya operasi ibu sangat besar kak. Bahkan mungkin meskipun dengan menjual sawah saja tidak akan cukup. Bagaimana kakak bisa mendapatkannya?"

"Kamu tenang saja. Tugasmu di sana adalah menjaga ayah dan ibu. Tolong katakan pada ayah untuk tidak banyak berpikir. Aku akan mengurusnya."

"Baik kak. Aku akan melakukan apa yang kakak lakukan."

"Ya sudah. Aku pergi ke kampus dulu. Ada kelas sore ini."

"Iya kak."

Lissa tidak bisa lagi menahan air matanya yang langsung jatuh dengan derasnya tepat setelah ia menutup telepon. Ia hanya penjaga stand Boba paruh waktu. Bagaimana dia bisa mendapatkan uang untuk operasi ibunya dalam waktu singkat? Dia juga tidak memiliki teman dekat yang kaya yang bisa meminjaminya uang. mungkin ia akan meminjam uang dari Bos Owner boba dimana dia bekerja.

Di salah satu ruang CEO di lantai teratas gedung perkantoran PT. AB Mandiri, sepasang kekasih sedang bermesraan melepas rindu. Rafael mengecup dahi Steffi dengan lembut setelah mereka berciuman lama. Ia sangat merindukan kekasihnya yang sudah hampir satu bulan tidak ia temui.

"Aku sangat merindukanmu." Rafael menarik tubuh Steffi ke dalam pelukannya.

"Aku juga rindu tahu. Kenapa kamu tidak jadi menyusulku kemarin?" Steffi mengerucutkan bibirnya. Hampir satu bulan dia mengikuti kontes model di luar negeri. Dan dua hari yang lalu ia meminta Rafael untuk menyusulnya dan berlibur bersamanya. Namun ternyata Rafael tidak dapat pergi karena pekerjaan penting yang tidak bisa dia selesaikan. Steffi pun akhirnya berlibur bersama asistennya.

"Maaf. Kemarin ada klien dari Jerman yang tiba-tiba datang. Aku tidak bisa meninggalkannya begitu saja. Kesepakatan bisnis ini bernilai puluhan Miliyar. Aku janji akan menggantinya lain kali. Oke? Jangan marah lagi ya?" Rafael sangat mencintai Steffi. Dia tidak akan tahan jika Steffi marah dan mengabaikannya.

"Janji ya?" Mata Steffi bersinar. Dia tahu bahwa Rafael sangat mencintainya dari kubur hatinya. Apapun yang ia minta akan diberikan. Bahkan, jika dia mau, Rafael akan mampu menjadikannya model internasional yang menjadi mimpinya. Tetapi egonya tidak mengizinkannya dan menolak segala bantuan dari Rafael. Dia ingin membuktikan dirinya sendiri. Sebagai pacar, Rafael mendukung Steffi mengejar mimpinya.

"Iya. Aku janji." Rafael menundukkan kepalanya. Menatap Steffi dengan lembut. Sangat berbeda dengan caranya menatap orang lain. Bahkan pada kakeknya sendiri.

"Kamu memang yang terbaik. Aku mencintaimu. Emmuach." Steffi sangat bahagia. Dia mengecup bibir Rafael dengan ringan.

"Sayang, ada hal penting yang ingin aku bicarakan padamu." Rafael tiba-tiba menjadi serius. Mengajak Steffi duduk di sofa di dalam ruangan.

"Ada apa? Tolong jangan membuatku takut." Tanya Steffi dengan khawatir.

"Ini mengenai kakek. Dia sudah sering menanyakanmu."

"Aku akan datang mengunjungi kakek besok."

"Tidak semudah itu. kali ini tidak sama."

Steffi mengernyitkan alisnya bingung. Ia memang merasa bahwa kakek Rafael tidak begitu menyukainya. Tetapi selama ini pria tua itu selalu diam melihat hubungannya dengan cucunya. Mereka juga tidak bisa dikatakan dekat sama sekali, kenapa tiba-tiba ingin bertemu?

"Kakek akan segera mewariskan perusahaan ini padaku."

"Itu bagus dong." Mata Steffi semakin bersinar.

"Ya. Tapi untuk itu syaratnya aku harus menikah." Mata bersinar Steffi meredup. Dia langsung diam seribu bahasa. Melihat reaksinya yang enggan, Rafael sudah biasa. Tidak sekali dua kali ia mengajak Steffi menikah. Tetapi kekasihnya itu selalu menolak dengan alasan belum siap karena Dia masih ingin mencapai cita-citanya.

Rafael menghela napas berat. Ia saat ini berada di tengah-tengah. Tapi yang harus dia lakukan sekarang adalah dia harus meyakinkan Steffi untuk bersedia menikah dengannya. Kalau dia tidak menikah bulan ini, kakeknya akan memberikan perusahaan pada yayasan sosial. Dia tidak mau hal itu terjadi.

Dengan tangan yang memegang tangan Steffi dengan lembut, Rafael mencoba untuk meminta pengertian Steffi atas kondisinya yang berat.

"Aku tahu kamu masih belum siap menikah. Aku hargai itu. Tapi sayang, kali ini aku mohon kamu untuk bersedia. Jika aku tidak menikah bulan ini, perusahaan ini tidak akan ada lagi di tanganku. Apa kamu mau hal ini?"

"Tidak. Aku tahu betapa berharganya perusahaan ini untukmu."

"Maka dari itu, aku harap kamu bersedia ya? Jika kamu takut status pernikahan akan menghambat karirmu, kita bisa merahasiakan. Ya sayang. Tolong mengertilah kali ini." Rafael memandang Steffi dengan penuh harap.

"Yang penting menikah kan?" Tiba-tiba ide muncul di kepala Steffi. Matanya yang redup kembali bersinar.

"Ya." Rafael mengangguk dengan bahagia. Ia mengira bahwa Steffi akan bersedia. Dia tidak menyangka jika kata-kata selanjutnya akan merobek hatinya.

"Karena hanya menikah, tidak peduli dengan siapa kamu menikah itu masalah mudah. Kita bisa menemukan gadis lain yang bisa kita bayar untuk menjadi istri kontrak sementara untuk mengamankan posisimu. Setelah aku kembali nanti, aku akan mengambil kembali tempatnya."

"Sayang, apa kamu katakan? Apa kamu mau aku menikahi orang lain? Aku hanya mencintaimu. Itu tidak akan."

"Sudahlah. Aku lelah. Kamu pikirkan saja cara yang aku katakan tadi. Aku pulang dulu." Steffi sangat kesal. Dia benar-benar tidak bisa menikah saat ini. Dia buru-buru mengambil tasnya dan keluar dari ruangan Rafael tanpa berbalik untuk melihat wajah kecewa Rafael atas sikapnya.

...~♡♡♡~...

...~☆Kupilih Penggantimu_1☆~...

Terpopuler

Comments

Rinna Anisa

Rinna Anisa

smangat kk

2022-10-08

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!