DIBURU

Hari berikutnya, Adnan, Galang dan Rizal kembali berdiskusi. Ketiganya meyakini kalau selama ini tidak berputar-putar. Namun, mereka juga berpikir kalau mereka telah melenceng jauh dari jalur pendakian yang seharusnya alias sudah sangat jauh tersesatnya. Berdasarkan hal itu, ketiganya sepakat untuk beralih ke jalur sungai. Mereka akan menyusuri jalur sungai sampai ke bawah sana. Ketiganya juga telah berdiskusi perihal medan sulit yang mungkin saja akan mereka temui. Seperti tebing dan air terjun. Ketiganya cukup memahami dan telah membulatkan tekad kalau semua rintangan akan mereka hadapi bersama. Akan terus berusaha hingga Tuhan benar-benar menghentikan usaha mereka.

"Bismillah kita berangkat!" seru Adnan.

"Bismillah."

"Bismillah."

Ketiga pemuda berjalan menuju sungai. Berhenti sesaat di tepian untuk melihat sekitar lalu membasuh muka. Barulah setelah itu, mereka melanjutkan perjalanan. Apa pun yang terjadi, mereka telah siap dengan segala macam hasil di akhir nanti. Entah itu gagal ataukah berhasil.

Benar saja, jalur sungai memanglah tak mulus seperti yang telah mereka duga. Kadang lebar, kadang juga sempit. Seringkali, mereka harus naik, mengambil jalan memutar karena tepian sungai yang terlalu licin atau terlalu terjal. Tak sedikit juga bebatuan ditumbuhi lumut yang jelas sangat berbahaya jika digunakan sebagai pijakan. Mereka harus sangat berhati-hati dalam melangkah.

Tanpa terasa, mereka berjalan hingga sore menjelang. Galang yang sedari tadi hanya diam, tiba-tiba meminta kedua temannya untuk beristirahat. Tanpa bertanya panjang lebar, Rizal dan Adnan mengiyakannya. Mereka pun duduk di tepian sungai sebelum kemudian merebahkan diri sembari memejamkan mata sesaat. Rasanya baru dua detik saat tiba-tiba suara gaduh mengganggu istirahat mereka.

Entah dari mana datangnya dan kapan mereka datang. Ketika mata dibuka, sudah ada enam orang laki-laki bertubuh tambun mengerumuni ketiga pemuda. Tanpa banyak bicara, ketiga pemuda diangkat tubuhnya lalu dilemparkan begitu saja ke dalam gerobak kayu yang juga sudah ada di sana. Rizal, Adnan dan Galang dimasukkan ke dalam gerobak yang berbeda.

Tentu saja hal ini membuat ketiga pemuda bingung, panik sekaligus tak mengerti. Ketiga pemuda sama sekali tidak mengenal, siapa enam lelaki tambun tersebut. Kenapa juga, keenam orang tersebut bersikap sedemikian kasar terhadap mereka? Alhasil, ketiga pemuda berusaha untuk kabur. Sayangnya, gerobak kayu seolah memiliki perisai pelindung yang membuat segala macam usaha Rizal, Adnan dan Galang menjadi sia-sia. Tubuh ketiga pemuda selalu kembali terpental ke dalam gerobak setiap kali berusaha untuk melompat.

Tanpa menghiraukan ketiga pemuda yang meminta untuk dilepaskan, keenam lelaki tambun mulai mendorong gerobak. Anehnya, gerobak bisa berjalan dengan sangat mulus. Seolah sedang melewati permukaan jalan aspal yang rata. Padahal, keadaan tepian sungai tidaklah begitu. Hal yang aneh berikutnya adalah. Mereka semua dapat melintasi sungai tanpa terjebur. Setelah dilihat dengan jelas. Ternyata, mereka semua melayang rendah dan sama sekali tidak menyentuh air atau pun tanah.

...Deg.....

Adnan terdiam seketika menyadari bahwa orang-orang yang membawanya, bukanlah manusia.

"Siapa kalian? kenapa kalian membawa kami seperti ini? apa salah kami?" cerca Rizal.

Tak ada jawaban.

Sementara Galang mulai menangis meratapi dirinya yang tak ubahnya seperti hewan buruan. Diangkat dan dilempar begitu saja.

"Jangan diam saja!" bentak Rizal.

"Lepaskan kami! apa salah kami?"

Adnan hanya bisa diam tanpa berani mengatakan apa pun kepada Rizal.

...🍁🍁🍁...

Dalam perjalanan ini juga lah, Rizal, Adnan dan Galang kembali melihat keanehan. Kondisi hutan yang tadinya gelap dan rapat pepohonan. Kini menjadi lebih terang dengan adanya perkampungan di sana. Perkampungan yang tiba-tiba saja muncul. Ketiga pemuda ingat betul kalau tadi, sama sekali tidak ada perkampungan di situ.

Selain perkampungan, ada juga pasar yang sangat ramai. Aktivitas jual beli seperti pasar pada umumnya. Pasar tradisional lebih tepatnya. Para penjual dan pembeli mengenakan pakaian yang masih terlihat kuno. Para laki-laki menggunakan celana obrong panjang dan bertelanjang dada. Sementara para perempuan menggunakan kemben dipadu rok jarik sepanjang mata kaki.

Banyak sekali yang dijajakan. Mulai dari buah, sayuran hingga lauk pauk makan yang lengkap. Ada warung-warung kecil juga di sana. Tertulis soto ayam dan di sebelahnya ada warung sate ayam. Sungguh sama dengan warung pada umumnya. Melihat fenomena semacam ini membuat perut ketiga pemuda keroncongan. Liur menetes tanpa bisa ditahan. Lapar, seketika datang membuat ketiganya membayangkan betapa nikmatnya soto dan sate ayam tersebut. Belum lagi, banyaknya jajan pasar yang diperjual belikan.

Seolah mengerti perihal apa yang ada di benak ketiga pemuda. Para lelaki tambun mendorong gerobaknya ke warung yang ada di pasar. Mereka dituntun untuk masuk ke dalam sana. Ketiga pemuda sama sekali tidak meronta atau pun menolak. Mereka menurut karena perut sudah sangat kelaparan.

Baru juga duduk sebentar, soto, gule sate ayam telah tersaji di meja. Lengkap dengan kerupuk, teh hangat beserta jajanan ringannya. Buah juga ada, sebagai pencuci mulut usai makan. Salah seorang dari enam lelaki tambun meminta ketiga pemuda untuk segera makan. Rizal, Adnan dan Galang pun menurutinya.

..."Hap..Hap.. Nyamm.. Nyam.. Nyamm.."...

"Enak, benar-benar enak," benak ketiga pemuda.

Dalam waktu singkat, semua makan dilahap. Ketiga pemuda pun bersendawa, kenyang.

"Sudah kenyang kalian?" tanya salah seorang dari enam lelaki tambun.

Rizal, Adnan dan Galang hanya menganggukkan kepala.

"Bagus, kita lanjut!"

"Ke mana?"

"Ke tempat yang seharusnya kalian berada."

Ketiga pemuda kembali dituntun masuk ke dalam gerobak dan kemudian kembali di dorong. Ketiga pemuda sama sekali tidak tahu hendak dibawa ke mana. Hendak menolak juga tidak bisa. Di sana, mereka hanya bisa menurut sebab perlawanan apa pun akan sia-sia. Mereka kembali melayang rendah melewati sungai dan jalan setapak.

"Hutan? ya, harusnya ini hutan tapi suasananya kok ramai begini?" benak Adnan.

"Dari mana asal orang-orang ini?"

...Deg.....

"Astaghfirulloh! kok aku makan sih?"

Adnan baru menyadari hal ini seraya berusaha memuntahkan apa yang telah ia makan tapi, tak ada apa pun yang keluar. Adnan baru ingat kalau makanan makhluk jin pasti barang-barang yang menjijikkan. Adnan menjadi mual ketika membayangkan bangkai-bangkai binatang yang tak seharusnya ia makan. Memanglah tadi terlihat seperti soto, gule dan sate. Namun, apakah itu benar-benar makanan seperti yang ia lihat ataukah sekedar tipu muslihat saja.

"Ya Alloh bagaimana ini?"

Seolah tahu perihal yang Adnan pikirkan. Seorang lelaki tambun menatap Adnan seraya mengulas senyum yang sinis.

...🍁 Bersambung... 🍁...

Terpopuler

Comments

IG: _anipri

IG: _anipri

mereka BKN manusia

2023-01-26

0

Putrii Marfuah

Putrii Marfuah

dikasih makan abis itu dijadiin makanan

2022-10-14

0

⍣⃝ꉣꉣAndini Andana

⍣⃝ꉣꉣAndini Andana

biasanya sih dikasih yg manis2 dulu,, baru dah terakhirnya dikasih yg paiiittt.. 😝😝

2022-10-13

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!