"Gak ngapa-ngapain mbah. Tadi lagi jalan-jalan saja lalu sampai ke sini," jawab Adnan.
"Ya sudah ayo! balik ke rumah! gak enak kalau mengendap-endap begini. Takutnya disangka yang tidak-tidak nanti."
"Lah memangnya lagi ngapain mereka? mereka siapa ya?" tanya Rizal.
Mbah Nanik menoleh ke arah bapak-bapak yang tadi mendorong gerobak lalu menjawab kalau keduanya ada orang yang biasa mengirimkan pasokan makanan ke desa.
"Oh begitu," gumam Rizal.
"Pulang dulu ya! kita obrolin di rumah!" ajak mbah Nanik.
"Iya mbah."
Sesampainya di rumah, obrolan itu pun dilanjutkan. Ketiganya masih penasaran tentang keanehan dua bapak si pengantar pasokan makanan. Namun, mbah Nanik menegaskan kalau tidak ada yang aneh tentang hal itu. Rutinitas seperti ini telah berlangsung puluhan tahun.
"Namanya juga di gunung. Desa kami jauh dari keramaian. Jauh dari kota, jauh dari pasar. Selain hasil bercocok tanam, kami harus berbelanja ke kota kalau ingin membeli kebutuhan. Pakaian juga belinya di kota tapi, rata-rata pemuda di desa merantau. Kami yang tua-tua mana kuat kalau harus naik turun gunung. Tenaganya sudah jauh berkurang dibandingkan zaman muda dulu. Akhirnya, munculnya si pengantar pasokan tersebut," jelas mbah Nanik.
"Kok malam datangnya?" tanya Rizal.
"Sama dengan kalian lah. Bisa pagi, bisa siang, bisa juga malam. Namanya juga jalan kaki, mendaki ke gunung, kadang istirahatnya lama, kadang cepat. Datangnya tidak bisa dipastikan harus pagi terus."
"Iya nih Rizal, ada-ada saja," timpal Galang.
"Lalu, kenapa mbah Nanik tidak ke sana? beli apa gitu biar gak kehabisan barang."
"Tenang saja nak Rizal, semua telah diatur kepala desa. Semua warga akan kebagian rata. Lagi pula, pasokannya banyak, tidak akan kekurangan."
"Bayar berapa mbah?"
"Saya? saya tidak bayar. Justru mereka yang bayar ke kami," jawab mbah Nanik di susul tawa khasnya.
"Hah? kok bisa malah mereka yang bayar mbah? mereka ini siapa? sedekahnya para agen sembako besar?"
"Yang benar saja Zal, masak iya sedekah sebanyak itu tiap bulan? bisa bangkrut lama-lama," sahut Galang lagi.
Mbah Nanik kembali tertawa lalu meminta Rizal untuk tidak terlalu memikirkannya. Yang jelas, dua orang bapak-bapak yang tadi mereka lihat, bukanlah ancaman. Mereka memang sudah biasa datang dan memang, itulah tugas mereka, sebagai pengantar pasokan makanan. Meski demikian, Rizal masih merasa aneh tentang alasan dibalik pengiriman itu.
"Kalian tidur ya! saya juga mau tidur. Sudah tua, mudah lelah."
"Iya mbah."
Ketiga pemuda pun masuk ke dalam kamar lalu melanjutkan perbincangan yang tak lain masih tentang pasokan makanan. Entah kenapa, batin Rizal masih merasa janggal.
"Menurut kalian, siapa yang ngasih warga desa ini secara gratis?" tanya Rizal membuka kembali obrolan.
"Ngapain dipikirin sih Zal?"
"Memang gak penting Lang tapi kok aku merasa ada yang janggal ya?"
"Mungkin itu dari pemerintah setempat," timpal Adnan.
"Nah, masuk akal itu," sahut Galang.
"Masak sih?"
"Lah gak percaya, tanya ke kepala desa langsung sana!" pinta Galang seraya meringkukkan badannya lalu menutup mata.
Satu persatu dari mereka pun terlelap. Dalam tidurnya, seolah Adnan mendengar suara yang sedang berbisik-bisik di dekatnya. Bukan berbisik ke telinganya melainkan, seperti berbicara dengan suara yang lirih pada orang lain. Samar-samar Adnan mendengar kalau suara itu berasal dari beberapa orang yang saling bersahut-sahutan. Sepertinya, lebih dari tiga orang.
"Gimana?"
Suara dari salah satu orang yang berbisik pada yang lain.
"Bagus sih, boleh ini," sahut satu suara yang lainnya.
"Iya nih cocok."
"Ambil ini saja ya?"
"Semua?"
"Satu-satu saja dulu!"
"Nanggung lah, semua saja sekalian!"
"Jangan sembarangan! Tunggu keputusannya dulu!"
"Iya-iya."
Ucapan-ucapan lirih ini membuat Adnan merasa tidak nyaman. Rasanya seperti sedang dikerumuni banyak orang. Ditambah bunyi percakapan mereka yang sedang mempertimbangkan sesuatu yang memancing rasa penasaran Adnan. Akhirnya, Adnan membuka matanya. Sayangnya, tak ada apa pun yang ia lihat. Kecuali kedua temannya yang tengah tidur sambil mendengkur.
"Siapa yang ngobrol tadi ya?" benak Adnan.
"Masak iya salah dengar? kalau mimpi sih, gak mungkin. Kalau beneran ada orang, mana sekarang? mereka sedang ngobrolin apa ya tadi?"
Adnan yang terlanjur penasaran, memilih untuk mengintip ke luar kamar. Pelan-pelan ia berjalan lalu membuka pintu kamar dan kemudian melongok ke kiri dan ke kanan. Sepi, remang-remang dan tak terlihat ada orang. Sedetik kemudian Adnan tersadar kalau mbah Nanik tinggal sendirian. Tidak mungkin ada orang lain di rumah. Kecuali jika anaknya datang. Namun, melihat kondisi saat ini, sepertinya anak mbah Nanik belum pulang. Adnan menutup kembali pintu kamar lalu merebahkan diri di ranjang.
"Gak ada apa-apa kok. Bodoh amat! tidur lagi ah," ucap Adnan.
Sialnya, ketika setengah tertidur, Adnan kembali mendengar hal yang sama. Meski yang diucapkan tidak sama. Namun, suaranya sama, Adnan yakin kalau yang sedang berbicara adalah orang yang tadi, Adnan dengar. Kali ini, ia tak langsung membuka matanya. Melainkan bersandiwara seolah sudah tidur dengan lelap. Dengan posisi yang pas, ia buka sedikit matanya tapi, lekas ia pejamkan lagi.
Entah nyata atau sekedar halusinasi. Ia melihat ada banyak sekali orang di dalam kamar. Sesuai dengan yang ia dengar. Mereka memang sedang berbincang. Anehnya, semua orang menatap dirinya beserta kedua temannya yang sedang terlelap. Hal ini memunculkan dugaan kalau memang mereka lah yang sedang diperbincangkan.
"Sialan! ada apa ini? siapa mereka?"
Dengan segala keberanian yang ada, Adnan kembali membuka sedikit matanya. Saat itu ia melihat kerumunan yang menurut pandangannya adalah manusia. Terlihat normal, sama seperti para warga desa lainnya. Hanya saja, ia tidak mengerti, kenapa mereka berkumpul di sini?"
Dalam hatinya berteriak agar lekas bangun dan bertanya langsung. Namun, sudut hatinya yang lain meminta untuk diam dan berpura-pura tidak tahu. Kian lama, Adnan kian tidak mengerti sebab, obrolan mereka berubah menjadi bahasa yang tidak Adnan kenali. Adnan mulai risih dan berniat untuk membubarkan mereka tapi ketika baru membalik badan, semua orang telah lenyap.
...Deg.....
"Ke mana mereka?"
Adnan yang ketakutan lekas membuat keributan hingga membuat kedua temannya terbangun.
"Ada apa Nan?" tanya Rizal.
"Adnan kenapa sih? ganggu tahu?" keluh Galang.
"Zal, tadi ada banyak orang di sini. Sumpah aku gak bohong! mereka lagi ngobrol sambil nglihatin kita. Kita dikerumuni banyak orang di sini tapi saat aku balik badan, tiba-tiba semuanya hilang."
"Itu namanya mimpi Nan. Udah deh jangan bikin kegaduhan! masih malem loh ini, ngantuk," timpal Galang.
"Aku serius, ini bukan mimpi atau pun halusinasi," kilah Adnan.
"Udah Nan, Zal! kamu tidur lagi saja Lang! untuk kamu Nan, aku percaya sama kamu tapi untuk sekarang, kamu harus tenang! kamu gak sendiri, kita bertiga, jangan takut!"
"Tapi mereka ngapain Zal?"
"Udah-udah, jangan dibahas lebih lanjut! tidur ya!"
"Ngeri Zal."
"Iya tahu, kita bertiga, apa pun kita hadapi bersama!"
"Iya."
Ucapan Rizal lumayan dapat meredam ketakutan Adnan. Rizal juga menunggu hingga Adnan benar-benar terlelap. Barulah kemudian, Rizal kembali tidur.
...🍁 Bersambung.. 🍁...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments
Herlina Lina
apa jasad mereka y yg d jd kan makanan
2024-05-14
0
IG: _anipri
Rizal jadi yang tertua dengan kebaikan dan dia jga selalu memperhatikan kedua temannya
2023-01-23
1
IG: _anipri
heh, kok bisa?
2023-01-23
0