Si ibu mengajak Rizal, Galang dan Adnan ke ruang tengah. Di sana sudah digelar tikar lebar. Di tengahnya ada meja persegi panjang tempat diletakkannya makanan.
"Silahkan duduk!" ucap si ibu mempersilahkan.
Mereka bertiga menurut.
"Hanya makanan sederhana, semoga kalian berkenan."
"Wah, ini sih lezat buk. Ada tumis kangkung dipadu dengan mujaer goreng. Hemm.. mantap ini!" sahut Galang.
"Ibu senang kalau kalian suka. Ayo silahkan, makan! jangan sungkan!"
"Terima kasih banyak buk!"
"Sama-sama."
Di sela-sela agenda makan. Adnan bertanya tentang apa yang terjadi sebab ingatannya terhenti saat ia dan kedua temannya tidur di tenda. Adnan ingin tahu, bagaimana ia dan kedua temannya bisa berada di rumah si ibu.
"Memang benar kalian sedang tidur di tenda tapi, kalian tidak tahu kalau kalian itu, hampir mati kedinginan. Beruntung ada warga yang tahu. Akhirnya, saya minta agar kalian dibawa ke rumah saya saja dulu. Mengingat masih ada kamar kosong di rumah ini dan anak saya sedang berada di kota. Dua minggu sekali, pulangnya."
"Hipotermia maksud ibu?" tanya Rizal.
"Apa itu hipotermia?"
"Semacam kondisi kedinginan akut yang bisa merenggut nyawa."
"Oh, iya itu mungkin ya? ibuk sih tidak tahu istilahnya, pokoknya badan kalian itu dingin sekali. Di goyang-goyang juga tetap tidak bergerak. "
"Hah? jadi kita hampir mati semalam?" tanya Galang sembari menjejalkan sesuap nasi ke mulutnya.
"Kok aneh ya? aku gak ngerasain apa-apa. Menggigil dulu atau eh, hujan juga enggak loh semalam. Hawanya juga dingin banget kok. Masak sih kita hipo?" tanya Adnan yang masih meragukan keadaannya semalam.
"Nan, kamu lupa ya? ada yang bilang, kalau mati karena hipo itu, kita udah kayak orang tidur aja nih. Gak berasa, tiba-tiba udah mati aja," timpal Rizal.
"Minimal kan menggigil dulu lah Zal. Masak kalau menggigil, gak kebangun kita?"
"Iya juga sih tapi, bagaimana pun, kami tetap berterima kasih kepada ibuk dan para warga yang sudah berkenan menolong kami."
"Iya buk, terima kasih banyak ya buk!" sahut Galang.
"Iya sama-sama, memang sudah seharusnya saling tolong menolong bukan?"
"Saya juga mengucapkan terima kasih buk!" sahut Adnan.
"Iya nak Adnan."
Deg..
"Kok ibuk tahu nama saya? teman saya tadi kan cuma memanggil saya "Nan"?
Si ibu tersenyum.
"Wajar saja kalau ibuk tahu. Di saat kondisi kalian mulai pulih, kalian saling mengigau, saling meneriakkan nama teman-teman kalian, entah sedang mimpi apa kalian. Dari situ kan tinggal mencocokkan saja toh. Nan berarti Adnan, Zal berarti Rizal dan kamu, kamu pasti Galang, iya kan?"
Galang nyengir.
"Iya buk, saya Galang."
"Maaf buk! kalau ibuk ini, namanya siapa?" tanya Adnan.
"Nanik."
"Em, boleh saya panggil mbah Nanik?"
"Boleh."
Obrolan berlanjut hingga ketiganya selesai sarapan. Usai sarapan, Rizal, Adnan dan Galang keluar rumah untuk menghirup udara segar.
"Loh.. ini pagi apa sore sih?" tanya Galang keheranan.
Hal serupa dipikirkan kedua temannya. Mereka bertiga dibuat bingung dengan kondisi langit yang temaram. Sementara si ibuk tadi, mengajak mereka sarapan.
"Harusnya sih pagi tapi kok gini? atau jangan-jangan, mau ada gerhana?"
"Ngawur kamu Nan!" pekik Rizal.
Dari dalam rumah, mbah Nanik menyahuti.
"Masih pagi ini, kondisi langit memang seperti itu. Tidak perlu heran! kalian masih baru, nanti juga akan terbiasa."
"Nanti? kayak bakal tinggal lama saja, orang habis ini mau pamit balik," gumam Galang di dalam hati.
Rumah-rumah di desa itu, semua berdinding bambu. Sama seperti rumah milik mbah Nanik. Ada sekitar sepuluh rumah yang Adnan hitung. Semua rumah memiliki pekarangan yang ditanami beragam tanaman. Sungguh terlihat asri dan tenang. Sangat menyejukkan mata dan pikiran. Ditambah udara segar pegunungan, menambah poin nyaman bagi setiap orang.
"Hemm... segar sekali," ucap Galang sembari menghela napas dalam-dalam.
...🍁Bersambung... 🍁...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments
IG: _anipri
gerhana matahari?
2023-01-23
0
IG: _anipri
enak tuh, mau dong
2023-01-23
0
Putrii Marfuah
jangan2 pada kecemplung di sungai trus jiwanya dibawa mbah nanik
2022-10-12
0