MENCURIGAKAN

"Heh, kapan kita pamit?" tanya Adnan.

"Bentar lagi Nan, main-main dulu lah di sini. Kita jalan-jalan yuk! lihat-lihat aja, pemandangan desa, lumayan, seger di mata."

"Ayo Zal!" sahut Galang.

Mau tak mau, Adnan pun mengikuti keinginan kedua temannya. Mereka lantas berpamitan kepada mbah Nanik lalu berjalan-jalan di dalam desa itu. Melihat orang asing, para penduduk bersikap biasa saja. Sesekali ada yang tersenyum ramah ketika disapa. Sementara yang lain memilih untuk diam saja. Meski demikian, Rizal, Adnan dan Galang tidak terlalu memusingkannya. Bagi mereka, hanya ingin berjalan-jalan sebelum melanjutkan pendakian. Dalam jalan-jalan santai inilah, mereka menyadari sesuatu yang janggal. Mereka menyadari kalau para penduduk di sana, tidak ada yang bekerja. Semua orang hanya bersantai saja di rumahnya. Cukup aneh tapi tetap bisa disanggah dengan hipotesa kalau mereka mendapatkan kiriman uang dari anak-anak mereka yang bekerja di kota. Sama seperti mbah Nanik tapi, jika satu desa begitu semua, apakah wajar?

"Udah, balik yuk! lanjut ke atas!" ajak Rizal.

"Masih mau lanjut? kemarin saja kita gak nemu pos satunya?" tanya balik Adnan.

"Lah gimana, mau turun?"

"Aku sih mending turun Zal, kamu gimana Lang?"

"Hemm..."

Galang mengerutkan dahi seraya berpikir keras.

"Turun deh, kemarin hampir mati juga karena hipo. Pulang sajalah yang aman!"

Rizal menghela napas panjang lalu menyetujui saran kedua temannya.

"Ya sudah, pamit dulu ke mbah Nanik!"

"Iya Zal," jawab Adnan dan Galang serentak.

🍁🍁🍁

Sesampainya di rumah mbah Nanik, entah kenapa kantuk menyerang dengan hebatnya hingga ketiga pemuda itu tak kuasa menahan dan akhirnya terlelap. Ketika bangun, hari sudah malam. Rencana untuk kembali turun pun ditunda. Untuk semalam lagi, mereka menginap di rumah yang sama.

Di desa itu, listrik belum ada. Hanya lampu petromax sebagai penerangannya. Kondisi di luar rumah begitu gelap. Hanya ada cahaya-cahaya samar di setiap rumah warga yang memang sengaja meletakkan petromax di teras rumahnya. Suara jangkrik dan tonggeret menemani kegelapan malam.

Rizal, Adnan dan Galang duduk bersama di atas dipan yang berada dalam teras rumah mbah Nanik. Ketiganya menyeduh kopi sembari menikmati kesyahduan malam yang tenang. Di sela-sela obrolan mereka, terdengar suara suatu yang berjalan, melindas ranting dan dedaunan yang kering.

"Krees.. Krees.. Kress.."

Kiranya seperti itu yang terdengar oleh mereka.

"Eh, denger sesuatu gak?" tanya Adnan.

"Apaan?"

"Dengerin dulu Lang! kayak ada yang nglindes ranting dan dedaunan kering."

Rizal dan Galang pun menajamkan oendengarannya.

"Eh iya nih ada. Apaan ya? apa ada orang jalan?"

"Bisa jadi, kita tungguin deh!"

"Iya."

Kian lama kian terdengar jelas suaranya. Rizal, Adnan dan Galang masih diam dalam posisinya. Satu menit, dua menit hingga lima menit kemudian, terlihat sebuah bayangan dari kejauhan. Masih belum terlihat dengan jelas hingga bayangan itu semakin mendekat. Pada jarak tertentu akhirnya, mereka dapat melihatnya. Ternyata, ada dua orang laki-laki yang sedang mendorong sebuah gerobak. Entah apa yang dibawanya. Ketiga pemuda itu berpindah posisi agar lebih jelas melihat.

"Pasti mereka warga desa ini juga," celetuk Adnan.

"Apa yang mereka bawa?" tanya Rizal.

Galang lantas berinisiatif untuk bertanya.

"Permisi bapak-bapak, dari mana pak kok sampai malam begini baru pulang?"

Kedua bapak-bapak tersebut hanya diam. Berhenti sejenak tanpa memberikan jawaban lalu kembali mendorong gerobaknya melewati Rizal, Adnan dan Galang. Galang bingung sedangkan Adnan berpikir kalau apa yang Galang lakukan, dianggap tidak sopan oleh kedua bapak-bapak tadi.

"Gak sopan gimana? aku bilang permisi kok. Masak iya, nyapa ramah gitu dianggap gak sopan?" kilah Galang.

"Dianggap terlalu ikut campur mungkin."

"Nanya gitu doang..."

"Udah-udah jangan berdebat! lihat tuh! mereka bawa apa? aku kok jadi penasaran," timpal Rizal.

"Kita ikuti saja Zal!" ajak Galang.

Rizal dan Adnan pun menganggukkan kepalanya. Pelan-pelan mereka mengikuti langkah kedua bapak-bapak. Dengan jarak yang tidak begitu dekat tapi masih terlihat. Ternyata, bapak-bapak itu berjalan ke sebuah bangunan yang ada di tengah pemukiman.

"Itu kan balai desa," gumam Adnan.

"Iya," sahut Galang.

"Sssttt jangan berisik kalian!"

"Iya-iya."

Rizal, Adnan dan Galang kembali mengamati. Bapak-bapak itu terlihat berusaha mengeluarkan sesuatu dari dalam gerobak.

"Dag.. Dig.. Dug.. Dag dig dug.. Dag.. Dig.. Dug.."

Entah kenapa, jantung berdegup lebih kencang, adrenalin terpompa dengan cepat. Sialnya, ketika sedikit lagi akan terlihat, mbah Nanik menepuk pundak Rizal yang reflek membuatnya terjingkat seraya berteriak. Galang dan Adnan pun menoleh ke belakang, Konsentrasi buyar seketika.

"Sedang apa kalian mengendap-endap?" tanya mbah Nanik.

"Kami.."

Rizal lekas menoleh kembali ke depan. Sayangnya, kedua bapak-bapak telah menghilang. Gerobak yang mereka dorong pun juga, sudah tidak ada.

"Duh! sialan! padahal dikit lagi ketahuan," umpat Rizal di dalam hati.

...🍁Bersambung... 🍁...

Terpopuler

Comments

IG: _anipri

IG: _anipri

tentu tidak wajar kawan

2023-01-23

0

Fitri wardhana

Fitri wardhana

bawa tubuh mereka kayaknya tuh

2022-10-23

3

buk e irul

buk e irul

kek nya kampung masa lalu deh 🤭

2022-10-01

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!