GANGGUAN MENTAL

Pagi itu, tanpa berlama-lama mereka lekas kembali melanjutkan perjalanan. Perjalanan yang bisa dibilang memiliki secercah harapan sebab, sejauh ini, tidak mereka temui tanda sayatan khusus di pohon. Tanda yang sengaja mereka buat. Ini artinya, mereka bertiga tidak berputar-putar di tempat yang sama. Secercah harapan inilah yang akhirnya memompa semangat mereka sedikit demi sedikit. Keyakinan semakin tinggi untuk dapat segera pulang ke rumah.

Waktu berlalu, pagi pun usai dan siang segera menyapa. Meski keadaan masih tetap teduh layaknya sore tapi, jam di tangan telah menunjukkan pukul dua belas siang. Namun, kali ini mereka masih terus berjalan. Tak ada satu pun yang meminta untuk beristirahat. Bukan karena egois tapi memang, tak ada satu pun dari mereka yang merasa kelelahan. Tentu saja hal yang bagus hingga kemudian, sore menjelang. Barulah Rizal yang pertama kali menyadari keanehan ini.

"Bentar deh! kalian merasa capek gak sih?" tanya Rizal membuat kedua temannya turut berhenti.

"Hemm.. enggak, badan enteng-enteng saja nih. Langkah ringan, gak capek sama sekali," jawab Adnan.

"Kalau kamu Lang?"

"Sama, aku juga gak capek kok."

"Duh celaka!" pekik Rizal.

"Kenapa Zal?" tanya Adnan.

"Gak tahu juga sih aku tapi ini tidak masuk akal. Kita ini manusia loh, kodratnya ngrasain capek dan lapar. Kemarin-kemarin juga kita kecapean, kelaparan. Lah sekarang, seharian kita jalan, gak ada berhentinya tapi badan baik-baik saja. Gak mungkin! kalau dinalar, fisik kita harusnya sudah sangat lemah. Gak ada makanan dan minuman pun dihemat."

...Deg.....

"Oh iya ya Zal, kita kenapa ya?" tanya Adnan dengan polosnya.

Sementara itu, Galang hanya diam.

"Apa kita sedang mimpi Zal?"

"Mimpi? kita sadar kok. Tuh, dicubit sakit tanganku."

"Pernah dengar istilah Lucid Dream gak kamu? itu istilah untuk orang yang sedang bermimpi tapi dia sadar kalau sedang berada di alam mimpi."

"Tapi aku gak sedang sadar dalam mimpi Nan. Aku ini sadar dalam keadaan nyata, bukan di dalam mimpi. Aku sama sekali tidak menganggap kalau kita sedang berada di alam mimpi," kilah Rizal.

"Em.. benar juga, rasanya nyata sekali."

Ketika Rizal dan Adnan tengah berpikir, tiba-tiba Galang bersuara yang lekas membuat kedua temannya terperanjat.

"Namanya juga sudah mati, mana bisa ngerasain capek dan lapar," celetuk Galang.

...Deg.....

Rizal dan Adnan sontak menatap ke arah Galang.

"Kita ini sudah mati, gak perlu heran!" imbuh Galang.

"Lang..."

"Kita sudah mati Nan, kamu gak percaya? wajar kok kalau gak percaya. Kan emang orang mati gak langsung sadar kalau dirinya udah mati. Sampai empat puluh hari apa gimana itu ya batu sadarnya?"

"Galang cukup!" bentak Rizal.

"Kenyataan, mau dielak gimana juga, udah begini adanya."

"Cukup Lang! kamu mulai melantur lagi," sahut Adnan.

Adnan pun diam.

"Kita istirahat saja di sini. Untuk sementara, masalah mimpi atau bukan, tidak perlu kita pusingkan dulu Zal!"

"Iya Nan."

...🍁🍁🍁...

Malam kian pekat seiring angin yang berembus pelan. Ranting bergoyang tanpa menjatuhkan dedaunan. Jangkrik dan tonggeret meramaikan suasana. Selebihnya, hanya ada nuansa mencekam yang terselimuti tipis seolah tengah bersiap untuk menakuti mereka. Badan bersikap normal tapi jantung berdegup tak beraturan. Api unggun dinyalakan dan ketiga pemuda duduk mengitarinya.

Di langit, bintang terlihat begitu indah. Lebih indah dari biasanya. Ataukah mereka saja yang selama ini tidak memperhatian kilauan. Yah, agenda pendakian yang harusnya menyenangkan. Malah hancur berantakan oleh sebab yang masih tak mereka ketahui. Mungkin benar, mereka telah melakukan kesalahan tapi hukuman disesatkan ini, sungguh sudah keterlaluan. Ketiga pemuda sudah tak bisa mengingat dengan jelas berapa lama semua ini berlangsungnya. Namun, jika dipikir dengan tenang. Kira-kira sudah lebih dari seminggu, mereka berada di hutan. Rasanya, sudah sangat rindu pada keluarga, rindu rumah, kasur empuk dan semuanya. Ketiga pemuda hanya bisa menghela napas pasrah sembari kembali mengingat hari-hari menyenangkan mereka bersama keluarga hingga tanpa terasa, air mata terkumpul di pelupuk lalu jatuh tanpa bisa ditahan. Adnan dan Rizal menitikan air mata. Namun, Galang melakukan hal yang berbeda. Galang berteriak lantang-lantang membuat kedua temannya merasa heran.

"Tolong! Tolong! Tolong! saya Galang Frimawan, saya tersesat bersama dua teman saya, Adnan dan Rizal. Tolong! tolong!" teriak Galang meminta pertolongan.

Entah apa yang ada di pikiran Galang tapi jelas, hal ini tentu lah sia-sia saja. Tak ada siapa pun di hutan, kecuali mereka.

"Tolong! tolong kami! kami akan benar-benar mati kalau kalian tidak segera datang."

"Lang kamu ini kenapa? jangan teriak-teriak! hemat energi!" pinta Adnan.

Namun, Galang seolah tak menggubris ucapan temannya dan kembali berteriak.

"Tolong! tolong saya! sudah berhari-hari kami tersesat. Kami tidak tahu sedang berada di mana. Tolong kami!"

Rizal membuang muka bukan karena kesal tapi ia sengaja menyembunyikan tangisnya dari Adnan dan Galang.

"Siapa pun tolong kami! saya Galang Frimawan dengan dua teman saya, Adnan dan Rizal, telah hilang selama beberapa hari, tolong kami!"

"Sudah Lang sudah!" pinta Adnan.

Galang masih terus berteriak membuat Adnan tidak mampu lagi untuk bertahan. Alhasil ia menarik tubuh Galang lalu memeluknya untuk menenangkannya.

"Cukup Lang cukup! jangan begini! kita ini teman, kita sahabat. Kita bertiga sama sekali tidak tahu kalau musibah ini akan menimpa kita tapi kamu, jangan terus menerus terpuruk. Kita harus saling menguatkan dan terus berusaha. Kita hilang, kita tersesat dan kita ingin kembali pulang. Aku tahu kamu mulai putus asa. Kami juga sama Lang, aku juga sama, Rizal pun sama juga. Meski begitu, pilihan kita hanyalah satu, berusaha. Entah selamat atau mati, tidak akan ada penyesalan."

Galang menatap Adnan lekat-lekat lalu menangis hingga terisak. Ketiga pemuda meluapkan seluruh emosi yang terpendam di dalam dada. Tekanan, rasa sedih, amarah dan keputus asaan mengeliat dengan cepat. Kian deras sederas air mata yang berlinang. Akankah mereka selamat? ataukah hanya tinggal nama? malam ini, detik ini, mereka tengah menyiapkan diri masing-masing untuk menerima akhir apa pun yang akan mereka alami.

"Ibuk, maafkan Adnan! kalau Adnan benar-benar tidak bisa pulang.. Adnan sungguh.."

Adnan tidak mampu melanjutkan ucapannya. Beberapa hari yang lalu, ia sempat menolak ajakan Rizal dan Galang untuk mendaki gunung ini tapi, Adnan tidak menyalahkan teman-temannya. Sebaliknya, ia menyalahkan dirinya sendiri. Andai waktu itu, Adnan bisa bersikap lebih tegas. Mungkin hari ini tidak akan datang. Jika Adnan berhasil mengajak kedua temannya mendaki ke gunung yang lain. Mungkin dua hari setelahnya, mereka telah berada di rumah bersama keluarga masing-masing. Namun kini sudah tak ada yang bisa diperbaiki. Nasi telah menjadi bubur. Penyesalan hanya kian menambah kesedihan.

...🍁 Bersambung... 🍁...

Terpopuler

Comments

IG: _anipri

IG: _anipri

jangan-jangan mereka udah ...

2023-01-26

0

Rinisa

Rinisa

Kasihan mereka, tp tetep kompak yg buat mereka jd best...👍🏻🤗

2022-10-17

0

Putrii Marfuah

Putrii Marfuah

semoga bisa lekas pulang..

2022-10-14

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!