Tak ingin memikirkan kemungkinan buruk lebih lanjut, Rizal, Adnan dan Galang memutuskan untuk tidur. Dalam tidur itulah, Adnan memimpikan ibunya. Adnan dan ibunya saling berhadapan. Sama seperti ketika mereka sedang berada di rumah. Hanya saja, kali ini si ibu meminta Adnan untuk segera pulang. Adnan mengangkat sebelah alis, tak mengerti dengan apa yang ibunya ucapkan. Pandangannya berpendar, memandang ke sekeliling ruangan. Adnan tahu betul kalau itu adalah ruang tengah rumahnya. Rumah yang hampir sembilan belas tahun, ia tinggali.
"Adnan, ayo pulang!" ajak ibunya.
"Buk.. kita kan sudah ada di rumah," jawab Adnan.
"Enggak nak, enggak. Ayo pulang!" sekali lagi, ibunya mengajak.
Adnan bingung, sementara ibunya menggenggam erat tangan anaknya seraya berusaha menarik Adnan pelan-pelan. Akan tetapi, untuk melangkah saja, rasanya begitu berat.
"Ayo nak, ayo! ikut ibuk pulang!" ajak ibunya sekali lagi.
"Iya buk tapi kaki Adnan tidak bisa digerakkan."
"Coba lagi! ayo nak!"
Betapa pun Adnan berusaha, kakinya tetap tidak bergeser dari posisi semula.
"Aneh, apa aku lumpuh ya?" benak Adnan.
"Ayo nak, kamu ini sedang tersesat, ayo pulang!"
...Deg.....
"Nan.. bangun Nan! bangun Nan! Bangun!"
Adnan membuka matanya perlahan dan terlihatlah Rizal juga Galang yang sedang mengerumuninya dengan raut khawatir.
"Mimpi apa kamu?" tanya Rizal.
Adnan masih diam, masih mencoba mencerna keadaan.
"Kamu mimpi buruk?"
Sepersekian detik kemudian, Adnan sepenuhnya sadar.
"Oh, aku masih di tenda. Ya Alloh! cuma mimpi," ucap Adnan kemudian.
"Mimpi apa kamu Nan?" tanya Galang yang kian penasaran.
"Ibuku Lang, aku mimpi bertemu ibuku dan ibu meminta aku untuk pulang."
"Hemm..."
Ketiga pemuda mendadak diam. Ketiganya kembali teringat pada keluarga masing-masing di rumah. Berhari-hari mereka pergi, tidak mungkin tidak dicari. Terutama orang tua, pasti sangat mengkhawatirkan ketiganya.
...🍁🍁🍁...
Beberapa menit kemudian, Rizal keluar tenda di susul dengan Galang lalu Adnan. Ketiganya teringat akan sesuatu dan lekas mengarahkan pandangan mereka ke satu titik yang sama, yakni ke lokasi tempat tenda Samsul beserta kedua temannya berdiri.
...Deg.....
"Tendanya benar-benar sudah hilang," benak Galang.
Ketiga pemuda saling memandang penuh arti.
"Sudah paham kan kalian?" tanya Rizal dengan suara pelan namun penuh dengan penekanan.
"Iya," jawab Galang.
"Gimana kalau nanti malam, kita ketemu mereka lagi?"
Pertanyaan Adnan cukup masuk akal. Dua malam sudah mereka bertemu. Saling berkenalan dan berbincang. Bukan tidak mungkin kalau malam ini mereka akan bertemu dengan rombongan Samsul lagi.
"Jangan dipikirkan sekarang! semoga saja gak ketemu. Kalau pun ketemu, kita pura-pura saja tidak tahu," ucap Rizal.
Adnan dan Galang menggut-manggut setuju.
...🍁🍁🍁...
Setelah sarapan dengan makanan seadanya, Adnan mencoba mengecek jaringan di ponselnya tapi nihil. Tak ada satu pun jaringan yang tersedia. Setelah bermimpi demikian, wajar jika Adnan berpikir hendak menghubungi orang tuanya. Menenangkan kekhawatiran mereka sekaligus meminta pertolongan.
"Ya sudah Nan kalau belum ada jaringan. Kita lanjut jalan saja!"
"Iya Zal," jawab Adnan.
...🍁🍁🍁...
Langkah demi langkah menuju basecamp terasa kian mendekati putus asa. Sejauh apa pun mereka melangkah, tak ada tanda-tanda akan sampai di tujuan. Jalan setapak yang mereka lewati terasa berbeda dengan kemarin. Namun, satu hal yang sama yakni, hanya berputar-putar dan entah kapan sampainya. Jam di tangan sudah menunjukkan pukul sebelas lebih lima belas menit. Ketiganya pun merasa lelah dan juga lapar. Alhasil, mereka memilih untuk beristirahat sembari memberi waktu bagi otak untuk berpikir.
Seteguk, dua teguk hingga lima teguk air diminum. Tidak ada lagi makanan yang bisa mereka makan. Perut hanya bisa dikenyangkan dengan air saja. Adnan menghela napas seraya menyandarkan punggungnya ke batang pohon besar. Dari kejauhan lamat-lamat ia melihat seseorang yang berjalan di track pendakian. Adnan hanya diam sembari menunggu orang itu kian mendekat agar bisa melihatnya dengan jelas.
"Astaghfirulloh!" pekik Adnan beberapa saat kemudian.
"Kenapa kamu Nan?" tanya Galang.
"Samsul, itu Samsul dan kedua temannya," jawab Adnan sembari terus menatap ke arah Samsul datang.
Rizal dan Galang pun menoleh ke arah yang sama seraya lekas terkejut karena itu, memang benar Samsul.
"Gimana sekarang?" tanya Galang.
"Kita sembunyi saja ke semak-semak sana! mereka pasti lewat jalanan ini. Setelah mereka lewat, kita balik lagi!"
"Oke Zal."
Ketiga pemuda bersembunyi dengan hati was-was. Sementara Samsul, berjalan kian mendekat. Semakin dekat hingga benar-benar melewati mereka bertiga. Tampaknya, rombongan Samsul memang tidak melihat keberadaan Rizal, Adnan dan Galang sebab, tak ada satu pun dari mereka yang menoleh ke tempat persembunyian Rizal, Adnan dan Galang. Namun, mungkin juga kalau Samsul memang sengaja bersikap demikian. Sekedar membuat jantung berdegup was-was tapi sebenarnya mereka tahu persembunyian Rizal beserta kedua temannya.
"Alhamdulillah! sudah pergi mereka," benak Adnan.
"Lanjut istirahat sebentar lagi ya?"
"Iya Zal. Jantungku juga masih perlu dikondisikan," sahut Galang.
Niat awal yang hanya ingin beristirahat sejenak malah membuat ketiga pemuda ketiduran. Rasa lelah yang begitu hebat, membuat tubuh ketiga pemuda mulai lemah. Alhasil, satu persatu dari mereka pun mulai terlelap. Sebuah mimpi yang sama pun menghampiri ketiganya.
Setelah beberapa saat terlihat tidak tenang, akhirnya mereka terbangun. Saling berpandangan sesaat lalu saling menceritakan mimpi yang dialami masing-masing dari mereka. Meski apa yang di ucapkan di dalam mimpi tidaklah sama persis. Namun, inti dari mimpi ketiga pemuda, tetap sama. Yakni saling bertemu dengan orang tua masing-masing dan diminta untuk segera pulang ke rumah. Raut lesu tergurat jelas di wajah. Ketiga pemuda tentu sangat ingin kembali ke rumah. Namun, apalah daya jika hingga detik ini, masih berputar-putar saja di dalam hutan. Mereka benar-benar tak tahu harus berbuat apa agar bisa selamat.
"Bisa pulang gak sih kita?" tanya Galang dengan nada pelan yang menyiratkan dirinya telah berada di ambang keputus asaan.
"Bisa Lang, pasti bisa!" sahut Adnan.
"Aku pasrah deh kalau memang harus mati di sini."
"Sembarangan kamu! jangan bicara yang tidak-tidak!" bentak Adnan.
Galang menghela napas dalam-dalam.
"Aku doain kalian agar bisa pulang ke rumah dengan selamat tapi, jangan pernah lupain aku ya!"
"Lang! jangan meracau! kita pasti selamat, kita pasti bisa pulang dan apa yang kita alami di sini, akan menjadi kenangan paling berharga bagi kita bertiga."
"Bagus deh kalau kamu dan Rizal akan terus mengenangku."
"Jangan melantur Lang! jangan nyerah! sebentar lagi, kita pasti sampai ke bawah. Kita akan makan enak di warung langgananmu, lanjut nongkrong sampai pagi."
"Iya Nan iya, iya, iya-iya, iya."
Tampaknya, kesadaran Galang sudah mulai terganggu. Dia hanya mengatakan "iya" secara berulang untuk beberapa waktu.
...🍁 Bersambung... 🍁...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments
IG: _anipri
coba deh baca ayat kursi, mungkin itu petunjuknya
2023-01-25
0
IG: _anipri
itu pertanda Nan. pulanglah kawan, cepat!
2023-01-25
0
Putrii Marfuah
jangan2 galang jadi tumbal biar temennya bisa pulang...
2022-10-14
0