BERTAPA

"Hayuk lah kita mulai cari sekarang!" ajak Rizal.

"Cari ke mana Zal?"

"Ke mana saja Lang, kita jalan-jalan saja dulu. Jalan santai menikmati suasana desa sembari mengamati situasi. Kalau dirasa sudah pas, kita menyelinap ke mana saja yang sekiranya membuat kita penasaran. Pokoknya harus dapat hasil hari ini, udah nanggung begini."

"Iya deh ayo!"

Ketiga pemuda pun keluar rumah untuk berjalan-jalan. Berpapasan dengan para warga pun, tentu tak terelakkan. Yang mereka lakukan hanyalah menebar senyum seolah tidak terjadi apa pun. Mereka juga bercengkerama hangat di sepanjang perjalanan hingga saat Adnan mengucapkan sesuatu yang membuat kedua temannya menjadi diam.

"Zal.. Lang.. kalian sadar gak sih kalau kita ini makin betah di sini?"

...Deg.....

"Kita itu punya rumah loh, punya keluarga tapi kok malah berlama-lama di sini? rasanya, aku sadar betul kalau ini bukan rumahku, ini asing bagiku tapi kok.. gimana ya jelasinnya?" imbuh Adnan.

"Iya-iya Nan, aku ngerti maksud kamu. Kalau dipikir lagi, memang aneh sih. Aku juga sadar betul kalau di rumah, ada orang tuaku yang sedang menunggu aku pulang tapi, hatiku ini seperti membiarkan untuk tetap tinggal di sini. Seolah hal ini wajar-wajar saja," sahut Rizal.

Galang yang tadinya diam, kini turut bersuara.

"Benar juga ya? wah gak beres ini,"desah Galang.

"Kita harus segera pergi deh! jangan tunggu nanti-nanti! khawatirnya akan berubah pikiran lagi. Aku kok merasa, hari ini sedang waras ya? kemarin-kemarin seperti ada yang mengendalikan pikiranku untuk tidak pulang."

Rizal dan Galang terlihat tengah berpikir keras dalam diam. Ketika Galang hendak menjawab, ia melihat ada sebuah gua di samping pohon flamboyan besar. Ia yang awalnya hendak menyahuti ucapan Adnan, kini beralih menunjuk ke gua itu seraya memberitahukannya kepada Adnan dan Rizal.

"Ada gua, kayaknya perlu diperiksa," seru Galang.

Adnan dan Rizal menoleh ke arah yang Galang tunjukkan lalu mengangguk bersamaan.

"Iya-iya, ayo ke sana!" ajak Rizal.

Ketiganya pun berjalan mendekat dengan nyaris tak mengeluarkan suara. Hal ini dikarenakan mereka menduga kalau di dalam sana nanti, akan bertemu orang-orang yang sedang mereka cari. Ketiga pemuda tak ingin membuat orang-orang itu waspada yang mana akhirnya malah membuat aksi mereka ketahuan.

Ternyata memang benar, mereka melihat ada beberapa orang yang sedang duduk bersila sembari memejamkan mata. Kiranya itulah para peziarah yang tengah bertapa. Ketiga pemuda hanya mengamati tanpa mengeluarkan suara. Meski otak seakan ribut, bergerumuh, berbicara dengan batin sendiri. Terlebih ketika ketiga pemuda melihat sosok-sosok yang seharusnya tak kasat mata bermunculan di dalam gua. Lebih dari sepuluh sosok makhluk astral yang mereka lihat. Yang mana semuanya seolah mengitari para peziarah yang sedang bertapa.

Para makhluk astral itu menampakkan diri dengan rupa sempurna meski wajahnya pucat. Karena itulah, ketiga pemuda masih kuat bertahan. Selanjutnya, perhatian tertuju pada seorang pertama di sudut barat. Entah apa yang tengah terjadi, ia manggut-manggut beberapa kali.

"Ngapain sih? apa dia sedang bertransaksi dalam pertapaannya?" benak Adnan.

Tak lama kemudian, pertapa yang lain berbicara dengan kondisi mata yang masih terpejam

"Iya, saya bersedia menumbalkan anak-anak saya," ujarnya.

...Deg.....

"Gimana-gimana, beneran numbalin anak nih?" benak Adnan lagi yang seolah sulit mempercayai.

Pertapa yang lain menyepakati kalau ia akan menumbalkan orang dewasa, entah dari saudaranya sendiri atau orang lain. Ada juga yang menyepakati untuk mengabdi hingga akhir nanti. Dalam artian, dia tidak menumbalkan apa pun sepanjang hidupnya alias hanya melakukan pemujaan saja. Namun, ketika usia di dunianya telah habis, ia sepakat untuk menjadi pengikut junjungan iblisnya. Melihat fenomena tersebut, Adnan dan kedua temannya, sungguh tak bisa berkata-kata. Jika dinalar dengan otak yang waras, kesepakatan ini sungguhlah hal yang besar dan termasuk kebodohan di atas kebodohan apa pun. Menggadaikan jiwa demi kekayaan yang bersifat tidak kekal. Gelap mata untuk sesaat yang menjerumuskan dalam kesesatan.

Sungguh benar, rumor yang mereka dengar. Gunung ini memanglah tempat bagi para manusia serakah dan gelap mata. Berpikiran sempit hingga menghancurkan dirinya sendiri. Adnan dan ketiga temannya masih mengendap-endap. Bersembunyi dan mengamati dari posisi yang sama. Mereka pikir, tunggu dulu saja hingga satu atau dua pertapa terbangun. Mereka ingin melihat, apa lagi yang akan mereka lakukan? sialnya, satu sosok tinggi besar bermata merah tiba-tiba muncul dan mengarahkan pandangannya tepat kepada Adnan, Rizal dan Galang.

Ketiga pemuda mulai gemetar tapi, mereka mencoba untuk bertahan. Berusaha membohongi diri dengan menganggap kalau sosok itu, tidak tahu keberadaan mereka. Namun ternyata, mereka salah. Sosok besar bermata merah mulai melayang rendah menghampiri persembunyian ketiga pemuda hingga akhirnya, membuat ketiga pemuda berlarian. Berusaha kabur, melarikan diri kembali ke rumah mbah Nanik. Tentu saja karena tidak ada tempat lain yang bisa mereka tuju. Selain itu, rumah mbah Nanik dianggap paling aman untuk mereka.

"Astaghfirullohhaladzim!"

Ketiga pemuda mulai mengingat sang pencipta. Tentu saja karena nalar mereka seolah mulai kembali normal. Rasa takut mulai ada. Ditambah rasa aneh yang sebelumnya Adnan katakan. Ia telah menyadari keanehan pada dirinya dan kedua temannya yang seolah menjadi kian betah. Yang mana seharusnya, mereka akan segera mencari jalan pulang dan bukannya berlama-lama di sana.

"Sepertinya kamu benar Nan. Ada yang aneh dengan kita, dengan semua orang dan dengan desa ini," celetuk Rizal.

"Benar.. benar.. benar-benar tidak wajar," sahut Galang.

...Deg.....

"Kalau begitu, kita harus segera pergi dari sini!" ajak Adnan.

"Iya-iya. Apalagi sekarang, kita sudah tahu tentang rahasia besar di sini," timpal Galang.

"Kita kemasi barang-barang!"

"Iya Nan ayo!"

Ketiga pemuda bergegas masuk ke kamar. menyambar ransel masing-masing lalu segera mengemasi barang-barang milik mereka. Terlalu terburu-buru dan tidak tenang membuat gelagat ketiganya terendus oleh mbah Nanik. Ketiga pemuda sama sekali tak mendengar suara pintu kamar dibuka. Namun, mbah Nanik telah berada di dalam kamar.

"Kalian sedang apa?" tanya mbah Nanik mengagetkan semuanya.

Kegiatan mengemas barang, terhenti sejenak.

"Emm ini mbah, kami berencana untuk pulang. Terima kasih, karena bantuan para warga desa dan juga mbah Nanik sehingga kami semua selamat dari ancaman hipotermia. Selama beberapa hari ini juga, mbah Nanik telah merawat kami. Kami sangat berterima kasih. Sudah saatnya kami kembali karena keluarga di rumah pasti sedang mencari-cari," ucap Rizal.

"Kenapa, apa yang sudah kalian lihat di dalam gua?"

...Deg .....

Jantung ketiga pemuda berdetak lebih kencang.

...🍁 Bersambung 🍁...

Terpopuler

Comments

IG: _anipri

IG: _anipri

curiga aku sama Mbah Nanik nih jadinya

2023-01-25

0

IG: _anipri

IG: _anipri

mengucap istighfar lebih baik daripada mengumpat

2023-01-25

0

IG: _anipri

IG: _anipri

gila! ini semacam pesugihan ya

2023-01-25

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!