LELAKI PARUH BAYA

"Sudah Lang, Nan! kita harus tetap waras dan hidup untuk terus berusaha agar bisa kembali pulang ke rumah kita masing-masing!" timpal Rizal mengakhiri racauan Galang.

"Kita lanjut turun!" ajak Rizal kemudian.

"Iya," jawab Adnan.

Sedangkan Galang, hanya mengikuti langkah kedua temannya yang mulai beranjak dari lokasi, tempat mereka bertiga tidur tadi. Selangkah demi langkah mereka tempuh. Kondisi vegetasi hutan masih rapat. Sejauh mata memandang, tak ada manusia lain selain mereka bertiga dan kini, diskusi pun dilakukan.

"Gimana?" tanya Rizal mengawali.

"Gak tahu Zal," jawab Adnan.

"Kita benar-benar tersesat."

"Iya."

"Mau tetap jalan di sini atau cari opsi lain?"

"Opsi lain itu apa?"

"Menyusuri jalur sungai, pasti nanti sampai ke pemukiman di bawah sana."

"Hemm... bisa sih Zal tapi kamu jangan lupa! sungai di gunung pasti bakal ketemu tebing pada titik tertentu. Ini akan menjadi masalah kita yang selanjutnya. Kita harus berusaha keras menuruni tebing yang entah tinggi atau pendek. Entah tebing batu saja atau air terjun."

"Kamu benar Nan, semua ada plus minusnya. Sekarang, kita pilih yang mana?"

..."Wwuuussshhh"...

Mendadak suasana menjadi hening seketika.

"Gimana kalau kita coba jalan di jalur ini dulu dengan cara menandai pohon di jalur yang kita lalui agar kita tahu kalau kita ini hanya berputar-putar saja ataukah tidak. Kita sayat sedikit bagian pohon yang kita lewati dengan bentuk tertentu. Kalau misal kita benar hanya berputar-putar maka, bisa kita coba cara kedua yakni menyusuri jalur sungai seperti saranmu."

"Oke, gimana Lang? kamu setuju?"

"Iya setuju," jawab Galang.

...🍁🍁🍁...

Rizal, Adnan dan Galang pun bergantian menandai pohon dengan pola yang telah disepakati. Besar harapan mereka kalau cara ini akan berhasil. Ratusan detik pun telah berlalu hingga jam di tangan telah menunjukkan pukul lima sore. Badan sangat lelah dan kondisi jalanan sudah mulai petang. Ketiga pemuda memutuskan untuk kembali membuka tenda kemudian bermalam. Ketika ketiga pemuda tengah sibuk memasang tenda, terdengar suara derap langkah dari sisi barat. Sontak ketiga pemuda menghentikan aktifitas mereka seraya menajamkan pendengaran.

"Kalian dengar?" tanya Adnan dengan nada yang lirih.

"Iya dengar, kayak suara orang jalan," jawab Rizal.

"Banyak orang ini, kayaknya sih ada banyak orang yang sedang berjalan," sahut Galang.

"Apa mungkin, mereka itu tim SAR ya?"

"Wah bisa jadi Zal. Kalau benar iya, berarti kita selamat!" seru Galang.

"Bentar Lang! kita jangan senang dulu! kita lihat dulu siapa mereka. Aku sih juga berharap kalau mereka adalah tim SAR yang sedang mencari keberadaan kita tapi, kalau salah, bukankah malah mencurigakan ada begitu banyak orang di hutan?"

"Peziarah, bisa jadi mereka peziarah kalau misal bukan tim SAR. Jangan berpikir negatif lah!"

"Bisa saja sih tapi sebelum benar-benar terbukti, kita sembunyi dulu saja! kita harus waspada!"

"Iya Zal."

Ditunggu lah suara derap langkah itu. Kian lama kian terdengar jelas yang mana artinya, jarak ketiga pemuda dengan suara itu kian dekat.

..."Dag.. dig.. dug.. dag.. dig.. dug.."...

Jantung berdegup kian kencang sebab, membuat otak berpikir positif sungguhlah sulit sekaranh. Terlebih, mereka telah mengalami banyak hal di luar nalar selama pendakian. Beberapa menit kemudian, terlihat lah cahaya berjalan dari kejauhan.

"Cahaya! itu mereka," ucap Galang.

"Iya," sahut Adnan.

Ketiga pemuda masih berdiam dalam persembunyian mereka ketika rombongan itu perlahan mendekat.

"Tuh kan manusia," ucap Galang pelan.

Kedua temannya tidak menyahuti karena fokus mengawasi. Ada sekitar sepuluh orang laki-laki paruh baya yang sedang berjalan membawa obor di tangan. Mereka semua mengenakan celana kain hitam obrong dan bertelanjang dada. Ada seutas kain yang diikatkan di kepala. Di tangan kanan memegang obor. Sementara di tangan kiri memegang sebuah kelapa tua yang kulitnya sudah berwarna coklat.

"Itu manusia, ayo kita minta tolong ke mereka!" ajak Galang yang lekas berdiri.

Melihat hal itu, Adnan dan Rizal segera menariknya kembali.

"Kenapa sih kalian? gak ingin pulang apa?"

"Hussstty! kita lihat dulu! kita belum tahu mereka itu manusia atau bukan."

"Manusia Zal, mereka itu manusia. Gak bisa lihat apa?"

"Kamu kira yang di desa Gringging itu apa? wujudnya memang seperti manusia tapi kenyataannya?"

...Deg.....

Galang terdiam.

"Lihat dulu, jangan gegabah!"

"Hemmm.. ini orang mau ke mana ya? beneran orang atau bukan?" benak Adnan.

Tampaknya, apa yang dicurigai memang benar. Setelah melewati persembunyian ke tiga pemuda. Sekelompok laki-laki paruh baya itu tiba-tiba menghilang. Hanya wujud manusianya saja yang hilang. Sementara obor tetap berjalan, melayang di udara tanpa ada yang memeganginya.

"Astaghfirulloh haladzim!" pekik Adnan.

Tak sampai di sana, buah kelapa yang tadinya dijinjing para lelaki paruh baya, kini berubah menjadi kepala manusia. Pada awalnya, ketiga pemuda sempat merasa tidak yakin sebab, hanya terlihat rambutnya saja dari belakang. Alhasil, ketiganya memutuskan untuk mengikuti mereka diam-diam hingga sampai pada titik di mana semua terlihat sangat jelas. Itu benar-benar kepala manusia. Melayang rendah dengan mata terpejam. Sontak tubuh ketiga pemuda gemetar.

"Ya Alloh!" pekik Adnan lagi.

Hendak berlari tapi tubuh kaku tiba-tiba. Berteriak pun tidak bisa. Waktu seolah terhenti untuk mereka. Suasana yang sungguh mencekam terutama ketika sepuluh kepala yang tadinya memejamkan matanya kini terbuka lebar dan secara serentak menoleh ke arah ketiga pemuda. Rasanya bagai tersambar petir saja. Ingin sekali berlari sejauh yang mereka bisa. Namun, tubuh sama sekali tak bisa digerakkan. Sepuluh kepala dan sepuluh obor diam di posisinya sembari menghadap ke arah Rizal, Adnan dan Galang. Seolah beradu kekuatan yang mana akhirnya, ketiga pemuda lah yang kalah. Rizal, Adnan dan Galang pun pingsan. Ketika mereka terbangun, hari sudah pagi.

"Emm..."

Adnan mengeliat sembari mengerjapkan matanya beberapa kali. Setelahnya, kedua temannya pun turut bangun juga. Ketiganya saling mengingat tentang kejadian yang mereka alami semalam. Adnan lantas bergidik ketika otak kembali mengingat tentang sepuluh kepala manusia yang menatap lurus ke arahnya. Galang sendiri masih meringkuk dengan otak yang juga sama, memikirkan kejadian semalam.

"Kita harus lebih hati-hati lagi!" celetuk Rizal.

"Semalam.. semalam itu benar-benar mengerikan," sahut Adnan.

"Kamu Lang, jangan bertindak gegabah lagi ya!"

"Iya Nan."

Pagi ini, ada keanehan lain yang dirasakan ketiganya yakni, kondisi tubuh yang terasa fit, sehat dan bugar. Rasa letih pun tiba-tiba menghilang. Tidak hanya itu, rasa lapar juga tidak ada. Aneh memang tapi, hal ini merupakan hal yang baik bagi ketiga pemuda. Setidaknya, mereka merasa senang di awal.

...🍁 Bersambung... 🍁...

Terpopuler

Comments

IG: _anipri

IG: _anipri

lihat kakinya coba, Napak atau nggak

2023-01-26

0

IG: _anipri

IG: _anipri

seharusnya ngasih tanda jejak dilakukan dari tadi

2023-01-26

0

Fitri wardhana

Fitri wardhana

wah udah tamat tuh mereka

2022-10-24

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!