Malam Hari
Pukul 20.00 Wib. Diana baru sampai di rumah neneknya. Seperti biasanya ia mengetuk pintu Dan membukanya untuk masuk.
Tidak seperti biasanya, Kali ini Diana tidak berhasil membuka pintu rumah Neneknya. Pintu itu terkunci.
Tok... Tok... Tok...
“Lho... Kenapa pintunya di kunci? Bukankah Nenek tidak pernah mengunci pintu sebelum aku pulang saat ia sendiri menunggu kepulangan ku.” Kebingungan Diana di luar
Diana tengah berusaha membuka pintu dari gagangnya di naik turunkan yang dipaksakan untuk terbuka. Ia pikir pintunya macet sampai sulit untuk dibuka, namun slotnya memang mengunci.
“Nenek, Apa nenek ada di dalam? Ini aku Diana. Aku sudah pulang. Tolong buka pintunya, Nek.” Teriak Diana memanggil di luar
Sudah sangat lama tidak ada sahutan Neneknya dari dalam. Nampaknya Diana sendiri merasakan suasana di dalam sangat sepi. Terdengar keheningan dari luar yang menyeruak kedinginan.
“Apa Nenek belum pulang, Ya. Mungkin saja atasan ditempat Nenek bekerja sedang mengadakan acara dan memintanya untuk memasak banyak seperti biasanya.” Dugaan Diana berkata
Di sana Diana tidak menyerah. Ia berusaha mencari kunci untuk membuka pintu rumahnya yang siapa tahu Neneknya menyelipkan kunci di suatu tempat.
Dan tetap saja setelah lama mencari di sekitar luar rumah. Diana tidak dapat menemukan kuncinya.
“Kiranya di mana Nenek sering menyimpan kuncinya. Atau Nenek sering membawanya? Tidak biasanya Nenek tidak ada di rumah selarut ini.” Ucap Diana semakin kebingungan
Tak berselang lama, sosok pemilik rumah tetangga yang berada di samping rumah Nek Ira keluar. Ia berjalan menghampiri Diana.
“Diana, kau belum masuk ke rumah ya.” Tekan Tetangga memulai pembicaraan
“Iya Bu... Nenek sepertinya belum pulang bekerja.” Balas Diana ramah
“Nenek mu memang tidak ada di rumah, Diana. Tapi dia juga tidak sedang bekerja sampai larut malam.” Jelas tetangga
“Tidak sampai larut malam? Saya pikir majikannya sedang membuat acara besar dan seperti biasa Nenek yang memasak.” Pekik Diana
“Jangan sedih, Ya. Tadi ada ambulance yang membawa Nenek mu ke rumah sakit. Saat bekerja, Nek Ira ditemukan pingsan di dapur. Dan dari siang Nenek mu bersama majikannya sudah ada di rumah sakit.” Jelas tetangga yang mengetahui keberadaan Nek Ira
Sontak Diana sangat terkejut. Ia terhenyak dengan membuka mulut lebar-lebar yang tertutup oleh kedua tangannya.
“Apaa?? Dilarikan ke rumah sakit!” Pekik Diana
“Iya Diana... Nenek mu di bawa ke Rumah Sakit Pelita Harapan.”
Diana sangat syok. Ia masih tidak menyangka dalam keadaan ini.
Rumah sakit adalah tempat yang sangat ia takuti. Tempat yang selalu menjadi saksi masuknya orang sakit, pulang atau perginya mereka ke rumah masing-masing ataupun ke tempat baru yang tidak pernah dijangkau sebelumnya.
“Apa yang terjadi pada Nenek? Kenapa dia dibawa ke rumah sakit? Penyakit apa yang dia derita?” Tanya kalang kabut Diana ketakutan yang takut terjadi sesuatu pada Neneknya
“Saya juga tidak tahu bagaimana kabar Nek Ira selanjutnya. Majikannya saja belum pulang dari sejak siang. Mungkin saat ini dia sedang menunggu mu datang, Diana.”
“Iya Bu... Terima Kasih atas informasinya. Sekarang saya akan pergi ke rumah sakit untuk melihat keadaan Nenek.” Pamit Diana
“Iya Diana... Hati-hati di jalannya. Apalagi kau wanita sendirian dan ini sudah malam.” Mewanti-wanti tetangga
Setelah mendapatkan kabar kurang mengenakkan mengenai Neneknya yang masuk rumah sakit. Diana bergegas menuju jalan raya untuk mencari taksi dan membawanya untuk diantarkan ke rumah sakit keberadaan Neneknya di rawat.
Saat sampai di rumah sakit. Diana pun langsung bertemu di luar dengan majikan rumah Nek Ira bekerja sebagai asisten rumah tangga. Majikan menceritakan kronologi yang menyebabkan Nek Ira bisa masuk rumah sakit.
Diana sangat menyayangkan setelah mendengarkan penjelasan dari sang majikan Neneknya. Hatinya jadi resah dan sedih.
Setelah kedatangan Diana sampai, sang majikan yang sudah menemani dari siang, memutuskan untuk pulang. Sedangkan, Diana memutuskan untuk masuk lebih dalam.
Di suatu malam yang sangat dingin, seorang gadis berambut hitam panjang sedang berlarian di koridor rumah sakit dengan peluh yang mengucur deras dari dahinya.
“Dokter, Bagaimana keadaan Nenek Saya?” Tanya Diana kepada seorang dokter yang baru saja keluar dari ruang rawat Neneknya
Dokter itu tampak lesu memegang pundak Diana. Mereka sudah kenal sangat lama. Dulu ibunya sering berobat ke rumah sakit ini Daan bahkan selalu ditangani oleh dokter yang berada dihadapannya saat ini. Beliau juga yang bahkan menjadi saksi bagaimana ganasnya kecelakaan itu sampai saat ibu Diana ia tangani hingga bisa mengembuskan napas terakhirnya dihadapan Dokter itu.
“Tenangkan dirimu Diana, Nenek mu sudah baik baik saja.” Jawab Dokter
Diana berjalan menuju pintu ruang rawat Nek Ira, ia memperhatikan Neneknya yang sedang terlelap dengan tenang dari balik kaca pintu dengan selang infus yang terpasang.
“Diana, ikutlah denganku ke ruangan Saya sebentar, ada yang perlu Saya bicarakan denganmu.”
Seketika jantung Diana berdetak lebih cepat, entah kenapa perasaannya tak enak. Tidak... tidak, ia harus optimis, tidak akan terjadi apa-apa dengan Neneknya bukan?
Diana menatap Neneknya sekali lagi sebelum ia pergi menuju ruangan dokter.
Diana melangkahkan kakinya memasuki ruangan dokter dengan perasaan yang campur aduk. Diana duduk di kursi tepat di depan meja dokter.
Tangan Diana mengulur mengambil kertas yang baru saja dokter berikan padanya, tangannya sedikit bergetar saat ia membaca isi kertas tersebut, ia tak tahu apapun tentang ilmu kedokteran. Ia juga tak tahu istilah medis yang tertulis di sana, tapi yang ia tahu hanyalah jika kondisi Neneknya semakin memburuk.
“Kondisi jantung Nenek mu semakin memburuk. Dari hasil check yang baru saja keluar Nenek mu juga menderita kardiomiopati, yaitu kondisi di mana otot kardiaknya terganggu dan itu membuat jantung kesusahan untuk memompa darah agar bisa masuk, oleh karena itu Nenek mu pingsan tadi.” Jelas Dokter
Mata Diana berubah sayu mendengar penjelasan dokter tentang kondisi Neneknya.
“Lalu apakah Nenek bisa sembuh?” Lirih Diana
"Jalan satu-satunya adalah transplantasi jantung. Saya sudah mengusahakan banyak cara untuk membantu Nenekmu tapi semua usaha itu tidak berguna. Saya takut jika kita terus menggunakan metode biasanya organ lain akan ikut terganggu.”
Diana menunduk sembari meremas tangannya. Tranplantasi jantung katanya?!
“Untuk saat ini Nenekmu masih bisa bernapas tanpa bantuan alat, tapi kita tidak tahu ini bisa bertahan berapa lama.”
“Lakukan saja transplantasinya Dokter, lakukan apapun asal Nenek sembuh.” Diana menatap Dokter dengan pandangan berkaca-kaca
Dokter menghela napas, lalu ia menuturkan.
“Tapi biayanya sangat mahal, Diana.” Dokter mengambil beberapa lembar berkas yang tersimpan di samping kanannya, lalu memberikannya pada Diana.
“Kau bisa membayar menyicil terlebih dahulu sebagai jaminan, karena kau harus menunggu antriannya, selama itu kau bisa mencari tambahan uang untuk melunasi karena jika sudah ada pendonor yang cocok dengan Nenek mu operasi baru bisa di lakukan setelah semua biaya sudah lunas.”
Diana menatap kertas itu dengan pandangan shock, melihat berapa banyak jumlah nol di belakang angka 8 yang tertera di sana.
8 Milyar Rupiah bukanlah uang yang sedikit. Jika ia harus membayar dengan cicilan pun tidak akan sanggup. Darimana ia mendapatkannya?
Hanya ada 12 juta yang sudah dikantong. Itulah adalah hasil gajinya kemarin.
Biaya operasi transplantasi jantung bisa mencapai USD 1,38 juta atau sekitar Rp19,96 miliar. Rincian biaya itu berasal dari pengadaan organ yang cocok, persiapan yang lama dan mahal, hingga risiko yang begitu tinggi!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments