Bibir Elang lembut, dan Nindya mudah terbakar karenanya. Kecupan Elang juga masih sama manisnya dengan minggu-minggu lalu saat mereka masih bersama.
Nindya tak habis mengerti, kenapa Elang harus kembali menciumnya. Padahal pemuda itu mampu menahan diri kemarin saat di lift. Bahkan saat Nindya sengaja mengundangnya untuk bimbingan dan makan malam, Elang benar-benar hanya makan tanpa memakannya.
"El, udah …." bisik Nindya di sela-sela jeda bernafas.
Elang mengecap bibir Nindya dengan teratur, terampil dan selalu saja penuh rayuan. Memberi janji kenikmatan yang belum Nindya dapatkan. Ah, Nindya benar-benar mabuk kepayang. DP-nya saja begitu nikmat, apalagi menu utamanya? Dan lagi-lagi Nindya menyerah pada bibir sensual Elang dan tangan kasar pemanjat yang sedang mempermainkan rambutnya.
Tangan Nindya yang menempel di dada Elang mulai bergerak gelisah, ingin mengusap dan menjelajah apapun yang bisa dijangkau. Namun, nyali Nindya belum terkumpul sepenuhnya. Padahal dosen muda itu sudah sangat penasaran dengan apa yang dimiliki Elang di balik celana pendeknya.
Elang sendiri tidak bisa menahan diri. Awalnya dia berharap tidak terjadi apapun di antara mereka dalam jangka waktu lama. Dia ingin menyiksa Nindya dengan menggodanya setiap hari hanya lewat penampilan dan kata-kata cinta. Memperhatikan dosennya dengan cara berbeda. Bukan dengan menyentuh seperti sebelumnya.
Tapi siapa yang sabar menghadapi Nindya yang keras kepala dan impulsif dalam segala tindakannya? Nindya memang enam tahun lebih tua darinya, tapi sikapnya kadang lebih konyol daripada Vivian yang jauh lebih muda.
Kedua tangan Elang menangkup rahang Nindya untuk memperdalam ciuman. Sial, Elang memang tidak pernah tahan dengan bibir Nindya. Sekali menempel akan sangat susah untuk dilepas. Tipe bibir yang mudah sekali menciptakan sengatan pada gairah lelakinya.
Semakin lama, Elang semakin tak yakin bisa menjaga kewarasannya, nafasnya mulai memburu saat menjelajahkan lidah makin dalam ke rongga mulut Nindya.
Elang menggila saat menangkap rintihan Nindya yang kewalahan membalas serangannya. Nafas dosen pembimbingnya juga sudah tidak teratur, sesekali gelagapan karena Elang terlalu panjang untuk menjeda ciuman dan memberikan waktu untuk bernafas.
Memperhatikan Nindya yang terpejam dan terhanyut oleh rayuannya, Elang lebih merapatkan dirinya hingga punggung Nindya menempel pada dinding. Menghujani Nindya dengan permainan liar di bibir dan lehernya.
Elang ingin Nindya marah, lalu mendorong dadanya karena sikap kurang ajarnya. Namun, momen yang ditunggu Elang tidak pernah tiba. Yang dirasakannya jari-jari Nindya yang berada di dadanya bergerak ke atas, mengusap bahu, leher dan berakhir di rahangnya.
Nindya juga tidak ingin berhenti, dia ingin rasa rindunya akan Elang terobati meski hanya satu kali, hanya hari ini lalu dia akan melupakan kejadian manis itu untuk fokus menata masa depannya, pernikahannya. Astaga, yang benar saja! Jangan-jangan itu cuma omong kosong yang sedang dicari pembenarannya oleh Nindya.
"El …." Suara Nindya lirih, hampir tak terdengar oleh Elang karena nafas mereka yang berantakan.
Mendapatkan respon positif, Elang menarik Nindya ke arah ranjang, merebahkan dan membayanginya dari atas dengan kedua tangan tepat berada di samping kepala Nindya. Menyoroti wajah Nindya yang kemerahan dan bibir yang sedikit membengkak.
"Jangan gitu lihatnya!" ujar Nindya dengan ekspresi menahan malu.
"Gitu gimana?" tanya Elang dengan suara serak. Dia menangkap tangan Nindya yang akan merangkul lehernya. Menggabungkan keduanya dan meletakkan di atas kepala Nindya.
"El, malu tau! Kalau mau cium ya cium aja nggak usah pake liatin mukaku kayak gitu!" Nindya merengut kesal. Elang membuatnya panas dingin dengan mata kelamnya.
"Kenapa malu? Kita sudah pernah bercinta, sering ciuman, beberapa kali pet**ng dan …."
"El, stop ngomongin itu! Bisa nggak sih kamu nggak bikin orang tambah malu?"
Apa Elang tidak tau kalau Nindya sedang mendambakan sentuhan lebih? Bukan hanya sekedar ciuman, tapi sesuatu yang lebih yang bisa melegakan rasa penasaran. Nindya ingin Elang tanpa memakai apa-apa, dia ingin melihat dan menyentuh kemaskulinan pemuda itu tanpa penghalang. Lebih baik lagi jika pemuda itu tanpa pakaian sambil menindihnya yang juga tanpa selembar benang. Wow!
Elang tersenyum memikat, lalu mencium intens leher Nindya hingga wanita itu melenguh beberapa kali. Kali ini Elang membebaskan kedua tangan Nindya, membiarkan jemari kecil itu berkeliaran di sekitar bahu, leher hingga kepalanya.
Nindya terengah begitu bibir Elang lepas dari lehernya. Pemuda itu sekali lagi memandanginya yang sedang sangat salah tingkah karena gairah yang sudah meluber kemana-mana.
"Ish … jahat! Jangan liatin terus!" rengek Nindya manja. Astaga, Nindya benci mendengar suaranya yang berubah seperti perempuan muda murahan.
Dengan berani, Nindya menarik leher Elang agar kembali menciumnya lebih dalam. Sementara tangannya mulai turun, meraba punggung Elang dengan amat perlahan-lahan hingga sampai ke pinggang. Tangan Nindya berhenti untuk mencari tepian celana Elang, bimbang untuk membuka, malu, mau … tapi ragu.
Merasakan tangan kecil Nindya sudah sampai pinggangnya, Elang mengerang tak tahan. Gairahnya yang tegak semakin menegang. Kepalanya mulai pusing merasakan panas di sekujur tubuh, otaknya sudah meminta sebuah pelepasan.
Nindya mengerjap sebentar, lalu terpejam dan berusaha bernafas. Jantungnya nyaris copot merasakan jari-jari tangannya menyentuh bagian penting di bawah perut Elang. Hanya dari luar, masih berlapis kain, tapi rasanya sudah membuat Nindya gemetar. Nindya mengusapnya perlahan, merasakan betapa keras dan ja*tan milik pemuda yang ada di atasnya.
Well, Nindya memaki dirinya yang berani menggila. Menuruti kerja otaknya yang semakin liar tanpa arah. Hingga akhirnya, semakin lama Nindya semakin menginginkan lebih dari sekedar pegang-pegang saja.
"Sayang …." Elang mendesis nikmat oleh sentuhan ringan di bagian bawah tubuhnya. Hanya usapan, tapi membangkitkan perasaan cinta yang dalam, yang ingin disalurkan Elang dengan cara paling manis dan romantis.
Tangan Elang juga turun, mengusap paha luar Nindya beberapa kali. Semakin turun untuk mendapatkan tepian rok yang dipakai Nindya. Perlahan, Elang menyingkap kain yang jadi penghalang itu hingga naik jauh di atas lutut, selanjutnya Elang mengelus lembut paha Nindya tanpa memutus pagutannya.
Namun, jari-jari Elang kembali menurunkan rok tersebut dengan cekatan karena mendengar suara langkah tergesa. Detik berikutnya suara lantang Arga terdengar di telinganya.
"El, berangkat sekarang apa nanti? Aku mandi sebentar ya! Njirrrr … tutup pintunya woi! Kampret!" Arga mengumpat beberapa kali, suaranya masih terdengar jelas walaupun sudah menyingkir dari depan kamar Elang.
Nindya tercekat, wajahnya seketika pucat, tidak percaya kalau mereka kepergok teman satu kontrakan Elang. Bagaimana bisa dia tidak mendengar ada orang datang? Beruntung pahanya sudah tertutup sempurna. Hanya saja posisi tangannya tadi berada di tempat yang salah saat Arga melihatnya.
Elang turun dari atas Nindya dengan wajah biasa-biasa saja, seolah Arga tidak pernah melihat mereka yang siap bercinta. "Kamu agak berantakan, Manis!"
Nindya bangun, mencari cermin dan merapikan seluruh penampilannya. Wajahnya merah padam merasakan gejolak yang tanggung, juga rasa malu yang tak terbendung. "Aku pulang sekarang aja, El!"
"Nggak boleh!" ujar Elang egois. "Ikut aku teknikal meeting sebentar, setelah itu baru aku antar pulang! TM biasanya cuma satu jam, kamu bisa tetep di mobil atau keliling kampus sambil nunggu aku selesai."
"Kamu nggak bareng temanmu tadi?" tanya Nindya kikuk. Jengah jika harus bertemu Arga yang baru saja melihat kelakuan mereka. "Aku malu!"
"Tadinya iya, tapi kalau kamu ikut, Arga bisa naik motor sendiri."
"Motormu mana? Aku pingin naik motor juga, El! Sekali-kali pingin peluk kamu dari belakang." Nindya merajuk jujur, dia juga ingin seperti Vivian yang bebas memeluk Elang di atas kendaraan. "Boleh?"
Elang menatap rok Nindya sebentar, lalu menggeleng ringan. "Nggak bisa, kapan-kapan aja! Lagian motorku belum dikembalikan sama Dewa."
Nindya melirik Elang yang berganti baju di belakangnya melalui cermin. Mahasiswa bimbingannya itu melepas celana pendek tanpa sungkan, hanya mengenakan kain segitiga dengan tonjolan yang ujungnya menyembul di depan pusar. Pemandangan yang seketika membuat Nindya demam dan panas dalam.
"Aduh, El!" pekik Nindya tertahan. Wajahnya berpaling sebentar untuk kembali melihat lagi.
"Masih mau pegang? Nanti kita lanjut abis TM." Elang menyeringai nakal pada Nindya yang memperhatikannya dari pantulan cermin. Dengan jahil dia berbalik membelakangi Nindya, menutup akses mata dosennya yang ingin melihat lebih jelas kemaskulinan yang sedang tegang karena dilanda asmara.
Nindya mengeluh, matanya menatap pinggang dan bokong Elang sebelum berakhir menatap tangannya sendiri. Dengan ekspresi bodoh jari-jarinya menekuk dan menggenggam, lalu meregang kembali sebesar ukuran Elang, lalu dengan tergesa mengusap telapak tangan itu pada rok seperti sedang mengeringkannya.
Ya ampun! Memangnya Bu Dosen baru saja cuci tangan?
***
Hai kak, mohon bantu rate bintang lima ya? El mau kontrak di Noveltoon demi Nindya. Thanks.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
Sri Bayoe
🙈🙈🙈🙈🙈
2023-04-21
1
Kenzi Kenzi
inget pintu woiiiiiiiiii.......ke gap tetangga sebelah kamar tau rasa
2022-10-22
1
Kenzi Kenzi
makan tanpa memakanmu,😜😜😜
2022-10-22
1