Elang tertawa kecil melihat Vivian mendekatkan tubuhnya, mendongak dan menatapnya dengan ekspresi meminta. "Kirain kamu serius kangen sama Arga! Dia cerita kalau kamu …."
Wajah Vivian memucat, "Bang Arga cerita apa, Kak?"
Arrgghh … Vivian terlalu semangat untuk membuat Elang cemburu hingga menggoda Arga sebagai umpan, dan tidak hanya dilakukan satu kali. Saat sarapan bersama di kamar Arga beberapa waktu lalu, Vivian bertingkah seperti perempuan yang sedang tertarik dengan pesona Arga. Menggodanya dengan sedikit kenakalan kata.
Kedua, saat Vivian mengantarkan makanan untuk Elang dan pemuda itu tidak ada, Vivian memberikan makanan itu pada Arga dengan bonus beberapa ciuman. Memang hanya di pipi, dengan tujuan memancing Arga agar merespon balik dan bisa diajak ini itu untuk memanasi Elang.
Sayangnya kedua usaha itu gagal total. Arga dingin-dingin saja menanggapi sikap gatalnya. Bahkan cenderung menertawakan keagresifannya.
Elang semakin terkekeh menyadari Vivian panik dan pias, "Dia bilang makanan yang kamu bawa enak-enak, nggak nolak kalau misal dikasih lagi! Maklum anak kost!"
"Cuma cerita itu, yang lain apalagi?" Vivian mengerjap tak percaya. Makanan yang dimaksud Arga enak semoga bukan dirinya.
"Udah nggak usah dibahas," kata Elang santai. Tangannya merangkul bahu Vivian agar ikut duduk di depan televisi. "Kamu serius nggak mau makan? Ada nasi kok di bawah, masakan sederhana ala anak kost. Ayo makan dibawah!"
"Diet, Kak El!" Vivin menggeleng ringan lalu menyandarkan kepalanya di bahu Elang, "Kamu sahabatan dekat sama Bang Arga ya, Kak?"
Elang menoleh, mengambil dagu Vivian dan memberinya kecupan singkat. "Ya, kami berteman baik, bisa dibilang bersaudara. Dalam keluarga mapala ada hal-hal yang tidak dilakukan untuk menjaga hubungan sehat dua orang sahabat agar tetap terjaga. Salah satunya umum disebut dengan 'tidak makan tulang kawan'."
Vivian tercekat, kalimat Elang memberikan jawaban dari pertanyaannya mengenai sikap Arga padanya. "Maksudnya gimana itu, Kak?"
Elang memperhatikan Vivian yang hanya berjarak satu jengkal dari wajahnya, "Maksudnya … selama aku belum mengumumkan kalau status kamu ada di zona hijau, Arga atau siapapun yang tergabung dalam satu organisasi, tidak akan mau mendekati kamu atau kamu dekati."
"Oh jadi selama aku masih jalan sama kamu, aku nggak mungkin berhasil menggoda Arga?" tanya Vivian keceplosan. Wajahnya semakin runyam karena merasa ketauan.
"Ya, bisa dibilang begitu. Tapi kalau kamu memang mau sama Arga ya nggak masalah juga, Vi. Santai aja sama aku!"
Ditinggalkan pacar itu sudah biasa bagi Elang. Bukan sesuatu yang menakutkan atau membuatnya sakit hati. Elang menanggapi hal seperti itu dengan mencari lagi yang baru. Tidak sulit, toh hubungan yang terjalin selama ini hanya berdasar suka dan sayang. Jauh dari kata cinta.
Vivian mendekatkan tubuhnya lebih rapat, tangannya merangkul leher Elang agar kembali menciumnya "Vivi sayangnya sama Kak Elang! Vivi dekat-dekat Bang Arga cuma mau bikin kamu cemburu!"
Mendengar ungkapan Vivian, Elang teringat Nindya. Perempuan keras kepala itu sedikit pun tidak mau mengakui perasaannya. Tidak seperti Vivian dan semua mantan pacarnya yang dengan mudah mengatakan suka, sayang dan cinta padanya.
"Bukan sayang sama Arga?" sindir Elang dengan wajah mengejek jenaka.
Bagaimana Elang tidak tertawa mendengar cerita Arga kalau Vivian coba-coba menggodanya? Vivian terlalu percaya diri jika bisa mendapatkan keduanya. Vivian tidak tau, bagi Elang dan Arga, memakan buah segar milik temannya itu haram hukumnya.
Vivian mencium bibir Elang sekilas sebelum menjawab, "Nggak, Vivi nggak bohong, aku lovenya sama kakak, serius. I love you …."
Elang membiarkan Vivian menciumnya, tidak menolak tapi membalas dengan malas. Hatinya tidak bergetar seperti saat dia berciuman dengan Nindya. Dan entah mengapa Elang sulit tersulut birahi kali ini. Buah segar kualitas super di depannya kurang membangkitkan minat bercintanya.
Elang merindukan Nindya, merindukan getaran dan gelenyar yang terjadi di seluruh tubuhnya saat bersentuhan dengan wanita itu. Elang masih mengingat rasa manis dan malu yang ditunjukkan Nindya padanya ketika ciuman diperdalam olehnya. Ah ya, Elang juga ingin sekali mendengar nafas Nindya yang terengah, bercampur d*sah gairah yang terpercik dari tiap tautan bibir mereka.
Vivian memperdalam ciumannya dengan cepat, dan Elang larut dalam bayang-bayang dosen pembimbingnya. Elang memilih ikut memejamkan mata agar Nindya hadir lebih nyata dalam fantasinya. Dan memang nyata, bermodalkan pikiran kotor bersama Nindya, darah Elang terbakar dengan cepat.
Elang membalas kecupan Vivian dengan panas, liar dan penuh godaan nakal. Undangan yang disambut Vivian dengan senyum tertahan. Bangga karena bisa meluluhkan Elang yang semula malas meladeninya.
Benarkah? Sepertinya Vivian salah paham dengan perubahan sikap Elang yang mendadak menginginkannya.
Vivian mengarahkan tangan Elang ke dadanya, seirama dengan bibir Elang yang sudah berpindah ke leher bawah telinga. Membawa mereka satu tingkat lebih jauh dari sekedar ciuman.
Elang suka atraksi necking, apalagi jika itu dilakukan untuk menggoda Nindya. Ya ampun, Nindya lagi yang ada di kepala Elang. Betapa Nindya memiliki tingkat sensitif yang tinggi di leher bagian belakang hingga bawah telinga, dan dosennya itu akan memekik lirih jika Elang menggigit pelan di area sensitifnya itu.
Berapa kali Elang meninggalkan cap bibirnya di sana? Hanya sekali, tapi Elang ingat betul tempatnya dimana. Iya sekali, dan memang hanya satu di leher karena Elang lebih banyak meninggalkan bekas gigitannya di dada Nindya. Leher terlalu terbuka, tidak aman bagi Nindya dan profesinya jika sampai terlihat oleh mahasiswanya.
Oh Shi* … Elang tidak berhenti membayangkan sedang bercumbu dengan Nindya, dengan hangat, romantis dan penuh hasrat.
"Hm … Vivi love you, Kak!" Rintihan manja keluar dari bibir Vivian. Nikmat dan bangga Elang memuja puncak-puncak tubuhnya.
Elang sadar bahwa yang sedang dipermainkan olehnya bukan Nindya, tapi semua sudah kepalang tanggung. Hasratnya ada dalam titik tertinggi, dan sakitnya berfantasi bersama Nindya harus dilepaskan agar kepala atas bawahnya tidak semakin tersiksa.
Dalam satu gerakan cepat, Elang membuka semua pakaian Vivian, memasang lateks pengaman dan dengan liar mengubur dirinya pada kedalaman gadis itu, Afrodit yang ternyata sudah tidak perawan.
Peduli setan, yang penting hasrat tersalurkan!
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
Kenzi Kenzi
jdi tau kan bang,yg bener2 afrodit....hehehehe
2022-10-22
0
Ojjo Gumunan, Getunan, Aleman
di jilid 1 latex gagal dipasang ke vivian
jilid 2 akhirnya latex berfungsi
dan tidak spt ekspetasi elang
wkwkwk
nangkanya sdh bosok lang
2022-10-22
0
Rhiedha Nasrowi
keknya yang sebesar nangka kalah sama yang Segede bisul ya😁😁😁
2022-10-20
0