Indira Wijaya

"Turun!" Titah Abra, Embun menggelengkan kepalanya lemah. Embun merasa asing di tempat yang baru.

Sepulang dari restoran, Abra membawa Embun pergi. Abra mengemudikan mobilnya dengan sangat cepat. Abra merasa harus segera sampai di tempat yang diinginkannya. Disinilah mereka berada, sebuah rumah megah nan indah. Rumah besar dengan halaman yang sangat luas. Rumah dengan gaya bangunan klasik nan modern. Rumah megah keluarga Abimata. Tempat tinggal Abra dan tuan besar Ardi.

Embun sekilas melirik keluar jendela mobil Abra. Dia melihat sebuah rumah megah, yang luasnya hampir sama dengan lapangan sepak bola di desanya. Sebuah bangunan besar dengan segala fasilitas megah. Rumah yang hampir bisa dikatakan seperti hotel bintang lima. Tanpa bertanya pada Abra, Embun sudah menduga. Jika rumah yang ada di depannya, tak lain rumah Abra. Calon imam yang dipilihkan sang abah. Meski dia tak pernah membayangkan Abra, walau dalam mimpinya.

"Turun!" Ujar Abra lantang, Embun menggelengkan kepalanya lagi.

Abra menghela napas, dengan emosi yang tertahan Abra turun dari mobilnya. Dia berjalan memutar, Abra berjalan ke sisi kiri. Lebih tepatnya di samping pintu tempat Embun duduk. Perlahan Abra membukakkan pintu untuk Embun. Dengan isyarat mata, Abra meminta Embun turun. Lama Embun diam, Abra merasa kesal. Akhirnya dengan kasar, Abra menarik tangan Embun.

"Lepaskan!" teriak Embun meronta, Abra tak menggubris teriakkan Embun. Abra terus menarik tangan Embun, masuk ke dalam rumah megah Abimata.

"Abra, lepaskan!" Teriak Embun, Abra menoleh ke arah Embun.

Tatapan tajam Abra, jelas menampakkan amarahnya. Embun tertunduk, dia ketakutan saat berhadapan dengan mata elang Abra. Jika ini di desa Embun, mungkin dengan sekuat tenaga. Embun akan melawan Abra. Namun sayangnya, Embun dalam posisi terpojok. Dia berada di tempat yang sangat asing. Jangankan melawan Abra, bisa keluar dari rumah ini. Akan menjadi keberuntungan bagi Embun.

"Bukankah kamu yang ingin menikah denganku. Kemarin aku sudah menginap di rumahmu. Aku sudah mengenal keluarga dan lingkunganmu. Apa salahnya jika hari ini aku memintamu mengenal keluarga dan rumahku? Aku tidak akan melakukan apapun? Aku hanya ingin menunjukkan, siapa keluarga Abimata? Agar keputusanmu tidak salah!" Ujar Abra lantang, Embun terdiam. Perkataan Abra langsung meruntuhkan benteng tinggi yang dijaganya.

Tanpa banyak bicara, Embun melangkah mengikuti langkah kaki Abra. Masuk ke dalam rumah mewah, bak istana megah sang penguasa. Embun berjalan sembari menunduk. Tak satupun bagian rumah yang membuatnya tertarik. Embun berusaha menjaga hati dan pikirannya. Tak ingin Embun menjadi pribadi yang iri akan kenikmatan orang lain.

"Jika kamu berjalan seperti itu. Bukan sampai di dalam rumah, kamu malah akan masuk rumah sakit!" Ujar Abra yang tiba-tiba menghentikan langkah kakinya.

"Awwwsss!" Teriak Embun, tangannya mengelus keningnya yang terbentur keras punggung Abra.

"Kemarikan tanganmu!" Pinta Abra, tangannya terulur menanti tangan Embun. Sontak Embun menggelengkan kepalanya. Dengan sigap Embun menyembunyikan tangannya di dalam hijab panjangnya.

"Bodoh!" Ujar Abra, lalu menarik tangan Embun yang terlapisi hijab. Abra menggenggam erat tangan Embun. Seolah takkan pernah Abra melepaskan tangannya.

"Kelak bukan hanya tangan yang harus kamu serahkan kepadaku. Kesucianmu, harga dirimu, kehormatanmu dan kesetiaanmu. Sepenuhnya akan menjadi milikku. Percuma kamu sembunyikan tanganmu, kelak tubuhmu akan kamu perlihatkan tanpa sehelai benangpun padaku. Jadi mulai hari ini, belajarlah mengenalku dan serahkan dirimu padaku!" Bisik Abra tepat di telinga Embun. Seketika tubuh Embun bergetar, Embun ketakutan mendengar perkataan Abra.

****Gleekkk****

"Tapi bukan sekarang!" Ujar Embun lirih, sesaat setelah menelan ludahnya kasar. Abra tersenyum, sebuah senyum ketulusan yang terutas dari dalam hati Abra. Kepolosan Embun menelisik ke dalam hati Abra yang tak lagi percaya akan ketulusan.

"Terserah!" Ujar Abra final, lalu menarik tangan Embun. Keduanya berjalan menuju ruang tamu rumah Abimata.

Embun tak lagi meronta, dia pasrah akan sikap Abra. Selama sikap Abra tak melebihi batas. Embun mengikuti langkah tegak Abra. Tepat di dalam ruang tamu, Embun mendongak menatap ke seluruh ruangan. Ada rasa tak percaya dengan yang dilihatnya. Sebuah kemewahan yang tak pernah dilihatnya. Kemewahan yang hanya dimiliki oleh orang-orang yang benar-benar kaya.

"Ada apa?" Sahut Abra lirih, tatkala dia merasakan Embun menarik tangannya pelan.

"Kemana kamu akan membawaku?"

"Belajarlah percaya padaku mulai dari sekarang!" Ujar Abra singkat, Embun mengangguk pasrah. Tak ada lagi jalan baginya mundur. Jika bersama Abra menjadi harapan abahnya, Embun ikhlas menjalani semua ini.

"Duduklah, aku harus pergi ke ruang kerja!" Ujar Abra, meminta Embun duduk di ruang tengah.

Embun mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan. Nampak perabotan mewah nan mahal, terpajang di setiap sudut. Perlahan Embun duduk di atas sofa. Entah kenapa ada rasa rendah diri? Sofa ruang tengah Abra, seolah ingin menunjukkan perbedaan dunia yang mereka tinggali. Embun tak pernah membayangkan, akan hidup dengan orang yang sangat berbeda dengannya.

"Siapa kamu?" Sapa Indira heran, sontak Embun berdiri. Dia menatap Indira, wanita anggun yang jelas menunjukkan kelasnya sebagai wanita terhormat.

"Saya teman Abra!"

"Tidak mungkin, sejak kapan Abra mengenal wanita kampung sepertimu!" Sahut Naura sinis, Embun menunduk. Ada rasa nyeri di dadanya. Perkataan Naura menunjukkan, status yang berbeda dengan Abra.

"Naura, jaga bicaramu. Jika memang dia teman kakakmu. Akan fatal bagimu, seandainya perkataanmu tadi di dengar olehnya!"

"Dia memang kampungan, tak selevel dengan keluarga kita. Pakaiannya kumuh dan kucel, seperti lap lantai rumah kita. Lihat tas yang dipakainya, sudah usang dan berlumut. Jelas aku tak percaya, jika dia teman kak Abra!" Tutur Naura sinis, Indira menggelengkan kepalanya.

"Cukup Naura, kakakmu bisa mendengarnya!" Ujar Indira tegas, Naura tak menggubris perkataan Indira.

Indira Wijaya istri kedua Haykal Putra Abimata, ibu sambung Abra Achmad Abimata. Ibu yang tak pernah diakui oleh Abra, meski Indira menganggap Abra layaknya anak kandung sendiri. Wanita dengan status sosial yang sama dengan keluarga Abimata. Menantu pilihan keluarga Abimata yang sejajar. Jauh berbeda dengan Embun yang sederhana dan polos.

"Tapi dia memang kampungan, lihat saja penampilannya. Dia tidak pantas menginjakkan kaki di rumah kita!"

"Naura, sekali lagi mama ingatkan. Jaga bicaramu, jangan sampai kakakmu mendengarnya!" Ujar Indira, Naura mengerucutkan bibirnya. Dia marah akan peringatan Indira.

"Siapapun kamu? Aku harap kedatanganmu bukan untuk menciptakan keributan. Aku sudah mengenal Abra sejak lama. Sejauh aku mengenalnya, dia tidak pernah jalan dengan wanita sepertimu. Seandainya kamu sadar diri, lebih baik kamu mundur. Sebelum kamu terluka dan akhirnya membuat keributan dalam keluarga ini!" Ujar Indira tegas, Embun mengangguk pelan. Seutas senyum tersungging di bibir mungilnya.

"Sebelumnya saya meminta maaf, mungkin kedatangan saya mengganggu anda sekeluarga. Namun percayalah, kedatangan saya bukan untuk menciptakan keributan. Jika anda merasa keberatan dengan kedatangan saya. Silahkan tanya pada Abra atau tuan besar Ardi dan tolong izinkan pada mereka. Agar saya bisa pulang!"

"Siapa kamu? Sampai kamu merasa kedatanganmu begitu penting. Cara kamu memanggil kakek dan kak Abra. Seolah-olah kamu begitu diharapkan oleh mereka!" Sahut Naura sinis, Embun hanya tersenyum mendengar sikap sinis Naura.

"Aku tidak mengenalmu, jadi lebih baik kamu keluar. Sikap Naura akan semakin tak pantas. Sebagai ibu, aku tidak ingin dia dan kakaknya bertengkar hanya karena salah paham!"

"Sekali lagi saya minta maaf. Saya datang bersama Abra dan akan pulang bersamanya. Jika anda tidak keberatan, tolong tanyakan pada Abra. Kapan dia akan mengantar saya pulang!" Sahut Embun ramah, Naura tersenyum sinis. Lalu berjalan menghampiri Embun, Naura menatap seluruh bagian tubuh Embun.

"Kamu wanita kampung dan rendah. Tak pantas kamu berharap akan kebaikan kak Abra. Jangankan mengantarmu pulang, duduk di kursi mobilnya saja kamu tidak pantas!"

"Mungkin saya tidak pantas, tapi kenyataannya saya wanita pertama yang dibawa Abra ke rumah ini!"

"Kamu!" Ujar Naura, sembari menahan amarah. Indira menahan tangan Naura yang sempat terangkat.

"Sekali lagi, aku mohon keluarlah!" Pinta Indira memelas.

"Nyonya Abimata yang terhormat, bukan seperti ini cara anda memperlakukan tamu. Bukankah tamu itu rejeki yang datang ke dalam sebuah rumah. Namun sepertinya, seluruh anggota keluarga Abimata memandang rendah orang lain. Tidak terkecuali anda yang anggun dan bijak!"

"Kamu mengajari mamaku, wanita rendah tanpa martabat sepertimu. Tidak pantas mengatakan hal seperti itu!" Ujar Naura, sembari mengangkat tangannya.

"Sejak aku kecil, abah tidak pernah menamparku. Jadi tidak ada hak nona menamparku. Jika orang yang membesarkanku saja tidak pernah menamparku. Belajarlah menghargai orang lain, agar mereka segan menatapmu. Penampilanku memang kampungan, tapi aku tidak murah sepertimu!" Ujar Embun lantang, sembari menahan tangan Naura.

"Lepaskan!" Teriak Naura emosi, Embun menghempaskan kasar tangan Naura.

"Sejak tadi aku berusaha menghargai kalian. Namun sepertinya keramahan dan kesopananku tak pantas kalian dapatkan!"

"Jaga bicaramu!" Ujar Indira, Naura mendekat hendak menampar Embun lagi. Namun langkahnya terhenti, ketika Embun menunjuk ke arah kedua mata Naura.

"Jangan pernah berusaha menamparku lagi. Jika tidak ingin melihat sifat asliku!" Ujar Embun sinis, Naura terdiam dan Indira berdiri mematung tepat di samping Naura.

"Abra, turun!" Teriak Embun lantang. Indira dan Naura menatap tajam Embun. Teriakan Embun jelas menggema di seluruh bagian rumah.

"Diam kamu!" Ujar Naura marah, Embun meletakkan telunjuknya tepat di tengah bibirnya. Isyarat meminta Naura diam dan tidak ikut campur urusannya.

"Abra turun!"

"Abraaaaaaaa!" Teriak Embun lebih keras.

"Ada apa? Kenapa berteriak?" Sahut Abra santai, Embun menghampiri Abra. Dia berdiri tepat di depan Abra.

"Aku ingin pulang!"

"Kenapa?"

"Aku ingin pulang!" Rengek Embun, Abra tersenyum melihat sikap manja Embun.

Abra mengalungkan kedua tangannya tepat dipundak Embun. Abra menempelkan keningnya tepat di kening Embun. Keduanya sangat dekat, kedekatan yang membuat Naura dan Indira terdiam.

"Mereka orang-orang yang harus kamu temui. Jika kelak kamu menikah denganku. Sekarang katakan padaku, masihkah kamu yakin menikah denganku!" Ujar Abra lirih, Embun mengangguk pelan.

"Bukan mereka yang akan menjadi bagian hidupku. Melainkan kamu yang menjadi imamku. Jika mereka menindasku, kewajibanmu melindungiku!"

"Kamu yakin aku akan melindungimu!"

"Jika kamu tidak peduli padaku. Bukan hari ini kamu membawaku ke rumahmu, tapi nanti setelah menikah. Agar aku tak bisa mundur dari pernikahan!" Ujar Embun lirih, lalu menarik tangan Abra. Melepaskan diri dari kurungan Abra.

"Antar aku pulang!" Pinta Embun, Abra menggelengkan kepalanya pelan.

"Aku lelah, aku ingin pulang!"

"Istirahatlah di kamarku!"

"Tidak!" Sahut Embun lantang dan tegas. Abra langsung menarik tangan Embun, dia tidak peduli akan penolakan Embun.

"Abra!" Ujar Embun kesal.

"Tidak ada yang meminta pendapatmu!" Ujar Abra, lalu menarik tangan Embun. Keduanya berjalan melewati Naura dan Indira.

"Abra!" Panggil Indira, Abra menoleh ke arah Indira.

"Dia Embun, calon istriku!" Ujar Abra dingin.

"Kakak bercanda!"

"Tidak ada yang butuh pendapatmu!" Sahut Abra dingin.

"Apa lagi?" Sahut Abra, ketika tangan Embun menarik ujung bajunya.

"Dimana aku sholat? Aku tidak membawa baju ganti!" Ujar Embun polos, Abra menghela napas panjang.

"Akan kusiapkan tuan putri!" Sahut Abra kesal.

Terpopuler

Comments

Sugiharti Rusli

Sugiharti Rusli

mulai naik tensi ketegangan ceritanyanya nih

2023-06-09

1

Itha Fitra

Itha Fitra

kt ny fanatik ama laki" walau pun calon suami,tp di rangkul n minap di rmh calon suami udh mau

2023-02-18

0

Puspa Rumaisha

Puspa Rumaisha

What?? dan embun diam saja? tdk berusaha menghindar menjauh ato berontak??? jilban yg besar dan gamis yg longgar tapi tdk menjaga batasan interaksi dgn lawan jenis???? padahal ini aturan baku bagi seorang muslimah.

2022-11-05

0

lihat semua
Episodes
1 Embun Khafifah Fauziah
2 Pabrik Tua
3 Janji
4 Abrar Ahmad Abimata
5 Kecelakaan
6 Pertemuan
7 Tuan Ardi Abimata
8 Perdebatan
9 Kesucian Embun
10 Restoran
11 Indira Wijaya
12 Haykal Putra Abimata
13 Makan Siang
14 Waktu Berdua
15 Pertengkaran
16 Sarapan Pagi
17 Di Bawah Hujan
18 Keputusan
19 Nafis Naufal Farzan
20 Kejujuran
21 Tengah Malam yang Hangat
22 Hadiah Berharga
23 Permintaan Kecil
24 Ibrahim Dwi Abimata
25 Halaman Belakang
26 BUlan Purnama
27 Bunga Tulip
28 Hari Pernikahan
29 Sang Fajar
30 Rumahmu, Istanaku
31 Malam yang Tertunda
32 Tenangku hanya Bersamamu
33 Clara Lexa Viviana
34 Makan Malam
35 Bintang Pesta
36 Arshan Arya Adiputra
37 Amarah Abra
38 Sakit
39 Taman
40 Keinginan
41 Dua mangkok bakso
42 Amarah Arya
43 Ibu
44 Cinta Embun
45 Trauma
46 Sarapan Sederhana
47 Aulia Nur Hikmah
48 Ayam Goreng dan Sambal Pedas
49 Dia bukan siapa-siapa?
50 Makan Siang
51 Almaira Adijaya dan Sofia Adijaya
52 Ayah
53 Ibra yang Patah Hati
54 Maaf
55 Tamparan
56 CCTV
57 Belanja
58 Dewangga Adijaya
59 Iman Ayyun Khumanni
60 Pelukan
61 Afifah Khayra
62 Hukuman
63 Sarapan pagi
64 Perdebatan
65 Janji Ibu
66 Embun Sakit
67 Tidur di Lantai
68 Kegelisahan Ibra
69 Keputusan
70 Cemburu itu Sakit
71 Makan malam
72 Salah paham
73 Senja
74 Pulang Tengah Malam
75 Mama Almaira
76 Belanja Berdua
77 Mutiara Desa
78 Cetak Biru
79 Jodoh
80 Malam di Bukit
81 Khairunnisa Azka Saniya
82 Kantin Kantor
83 Mengantar Pulang
84 Alvia Maulida Zahro
85 Kejujuran
86 Makan malam
87 Arti Cinta
88 Acara Pinangan
89 Kejutan di tengah gerimis
90 Cafe Resort
91 Rapat
92 Rumah Sakit
93 Makan malam yang hangat
94 Amarah Gunawan
95 Tamu di malam hari
96 Bertamu
97 Hangat yang tercipta
98 Tiga Laki-laki Hebat
99 Fitri Hanum Fauziyah
100 Keputusan Besar
101 Operasi
102 Fakta yang Terucap
103 Malam Panjang
104 Trauma
105 Sadarkan Diri
106 Pilihan
107 Liontin yang Patah
108 Dekapan Hangat
109 Rafan Ghifarri Abdullah
110 Kejadian di Dapur
111 Pulang Tengah Malam
112 Dirgantara Dwi Sanjaya dan Mira Putri Abiyaksa
113 Rahasia Terpendam
114 Pagi yang Ribut
115 Berjuang
116 Presentasi
117 Kakek
118 Harta Warisan
119 Kabar Bahagia
120 Sarapan Bersama
121 Rapat
122 Perdebatan
123 Mengadu
124 Keputusan Abra
125 Cinta Embun
126 Sahabat Terbaik
127 Kata Maaf
128 Embun sakit
129 Fahmi bimbang
130 Rencana Fahmi
131 Pernikahan
132 Embun Putriku
133 Berita Bahagia
134 Penyatuan Cinta
135 Arti Mimpi
136 Rindu yang terbayar
137 Pergi ke Kantor
138 Di Bawah Gerimis Malam
139 Rencana Pembatalan Kontrak
140 Fakta mengejutkan
141 Wijaya Eka Nugraha
142 Sabrina Salsabilla
143 Dua Bulan
144 Rembulan Saksi Cinta
145 Kebahagian Nur
146 Pulang Terlambat
147 Kasih Sayang yang Berbeda
148 Sujud dan Doa
149 Firasat Indira
150 Amarah Seorang Ayah
151 Kanaya Fauziah Abimata
152 PAPA
153 Pergi ke Rumah Sakit
154 Hangat Kasih Sayang Rafan
155 Tanah Lapang
156 Malam Pertemuan
157 Adinda Hanna Zahira
158 Hanif Eka Adijaya
159 Permintaan Seorang Ayah
160 Hanna Sakit
161 Kantin Rumah Sakit
162 Makan Malam
163 Khumaira Nabila Ikhsani
164 Lamunan Rafan
165 KASIH SAYANG
166 PEMAKAMAN
167 HANGAT AYAH dan ANAK
168 Dasar Hubungan
169 Di Bawah Guyuran Hujan
170 PULANG BERSAMA
171 PERGI KE KAMPUS
172 ANTARA CINTA dan KASIH SAYANG
173 KECEMASAN RAFAN
174 RINDU YANG MENYIKSA
175 PILIHAN
176 KEINDAHAN LAUT MALAM
177 Haykal Anzari Ansa
178 Hangat Suami-Istri
179 Hangat di waktu Subuh
180 Sisi Lain Kanaya
181 Pertanggungjawaban
182 Tiga Sahabat
183 Gedung Pernikahan
184 Abil Daffa muwaffaq
185 Rasa Penasaran Haykal
186 Sang Pengasuh
187 Gadis Sederhana
188 Awal Kehancuran
189 Bukti Kasih Sayang Embun
190 Kesedihan Afifah
191 Kejujuran Haykal
192 Keputusan Kanaya
193 Persetujuan
194 Persetujuan
195 Masa Kelam Kanaya
196 Malam Acara
197 Hakikat Pernikahan
198 Pertemuan
199 Abdul Rizal Saputra
200 Dia Adikku
201 Rumah Sakit
202 Pertemanan
203 Rencana Besar
204 Rencana Makan Malam
205 Imam Sholat
206 Senja yang Indah
207 Dengan Bismillahhirohmanirrohim
208 Keraguan yang Terucap
209 Pertemuan Kedua
210 Rasa Bersalah
211 Akhirnya...
212 Zahra Fauziah
213 proyek
214 Kebenaran
215 Bertamu
216 Talak
217 Pengumuman
218 Fakta
219 Mama
220 Aqeel Faiz Ellyas
221 Rintik Gerimis
222 Pernikahan
223 Undangan
224 Mengajar
225 Galuh Putra Kusuma
226 Adi Putra Kusuma
227 Kekaguman
228 Sholat Bersama
229 Nasi Goreng
230 Suara Hati
231 Manja
232 Jalan Takdir
233 Perselisihan
234 Akhir kesalahpahaman
235 Ibu...
236 Keluarga Terbaik
237 Pengumuman
Episodes

Updated 237 Episodes

1
Embun Khafifah Fauziah
2
Pabrik Tua
3
Janji
4
Abrar Ahmad Abimata
5
Kecelakaan
6
Pertemuan
7
Tuan Ardi Abimata
8
Perdebatan
9
Kesucian Embun
10
Restoran
11
Indira Wijaya
12
Haykal Putra Abimata
13
Makan Siang
14
Waktu Berdua
15
Pertengkaran
16
Sarapan Pagi
17
Di Bawah Hujan
18
Keputusan
19
Nafis Naufal Farzan
20
Kejujuran
21
Tengah Malam yang Hangat
22
Hadiah Berharga
23
Permintaan Kecil
24
Ibrahim Dwi Abimata
25
Halaman Belakang
26
BUlan Purnama
27
Bunga Tulip
28
Hari Pernikahan
29
Sang Fajar
30
Rumahmu, Istanaku
31
Malam yang Tertunda
32
Tenangku hanya Bersamamu
33
Clara Lexa Viviana
34
Makan Malam
35
Bintang Pesta
36
Arshan Arya Adiputra
37
Amarah Abra
38
Sakit
39
Taman
40
Keinginan
41
Dua mangkok bakso
42
Amarah Arya
43
Ibu
44
Cinta Embun
45
Trauma
46
Sarapan Sederhana
47
Aulia Nur Hikmah
48
Ayam Goreng dan Sambal Pedas
49
Dia bukan siapa-siapa?
50
Makan Siang
51
Almaira Adijaya dan Sofia Adijaya
52
Ayah
53
Ibra yang Patah Hati
54
Maaf
55
Tamparan
56
CCTV
57
Belanja
58
Dewangga Adijaya
59
Iman Ayyun Khumanni
60
Pelukan
61
Afifah Khayra
62
Hukuman
63
Sarapan pagi
64
Perdebatan
65
Janji Ibu
66
Embun Sakit
67
Tidur di Lantai
68
Kegelisahan Ibra
69
Keputusan
70
Cemburu itu Sakit
71
Makan malam
72
Salah paham
73
Senja
74
Pulang Tengah Malam
75
Mama Almaira
76
Belanja Berdua
77
Mutiara Desa
78
Cetak Biru
79
Jodoh
80
Malam di Bukit
81
Khairunnisa Azka Saniya
82
Kantin Kantor
83
Mengantar Pulang
84
Alvia Maulida Zahro
85
Kejujuran
86
Makan malam
87
Arti Cinta
88
Acara Pinangan
89
Kejutan di tengah gerimis
90
Cafe Resort
91
Rapat
92
Rumah Sakit
93
Makan malam yang hangat
94
Amarah Gunawan
95
Tamu di malam hari
96
Bertamu
97
Hangat yang tercipta
98
Tiga Laki-laki Hebat
99
Fitri Hanum Fauziyah
100
Keputusan Besar
101
Operasi
102
Fakta yang Terucap
103
Malam Panjang
104
Trauma
105
Sadarkan Diri
106
Pilihan
107
Liontin yang Patah
108
Dekapan Hangat
109
Rafan Ghifarri Abdullah
110
Kejadian di Dapur
111
Pulang Tengah Malam
112
Dirgantara Dwi Sanjaya dan Mira Putri Abiyaksa
113
Rahasia Terpendam
114
Pagi yang Ribut
115
Berjuang
116
Presentasi
117
Kakek
118
Harta Warisan
119
Kabar Bahagia
120
Sarapan Bersama
121
Rapat
122
Perdebatan
123
Mengadu
124
Keputusan Abra
125
Cinta Embun
126
Sahabat Terbaik
127
Kata Maaf
128
Embun sakit
129
Fahmi bimbang
130
Rencana Fahmi
131
Pernikahan
132
Embun Putriku
133
Berita Bahagia
134
Penyatuan Cinta
135
Arti Mimpi
136
Rindu yang terbayar
137
Pergi ke Kantor
138
Di Bawah Gerimis Malam
139
Rencana Pembatalan Kontrak
140
Fakta mengejutkan
141
Wijaya Eka Nugraha
142
Sabrina Salsabilla
143
Dua Bulan
144
Rembulan Saksi Cinta
145
Kebahagian Nur
146
Pulang Terlambat
147
Kasih Sayang yang Berbeda
148
Sujud dan Doa
149
Firasat Indira
150
Amarah Seorang Ayah
151
Kanaya Fauziah Abimata
152
PAPA
153
Pergi ke Rumah Sakit
154
Hangat Kasih Sayang Rafan
155
Tanah Lapang
156
Malam Pertemuan
157
Adinda Hanna Zahira
158
Hanif Eka Adijaya
159
Permintaan Seorang Ayah
160
Hanna Sakit
161
Kantin Rumah Sakit
162
Makan Malam
163
Khumaira Nabila Ikhsani
164
Lamunan Rafan
165
KASIH SAYANG
166
PEMAKAMAN
167
HANGAT AYAH dan ANAK
168
Dasar Hubungan
169
Di Bawah Guyuran Hujan
170
PULANG BERSAMA
171
PERGI KE KAMPUS
172
ANTARA CINTA dan KASIH SAYANG
173
KECEMASAN RAFAN
174
RINDU YANG MENYIKSA
175
PILIHAN
176
KEINDAHAN LAUT MALAM
177
Haykal Anzari Ansa
178
Hangat Suami-Istri
179
Hangat di waktu Subuh
180
Sisi Lain Kanaya
181
Pertanggungjawaban
182
Tiga Sahabat
183
Gedung Pernikahan
184
Abil Daffa muwaffaq
185
Rasa Penasaran Haykal
186
Sang Pengasuh
187
Gadis Sederhana
188
Awal Kehancuran
189
Bukti Kasih Sayang Embun
190
Kesedihan Afifah
191
Kejujuran Haykal
192
Keputusan Kanaya
193
Persetujuan
194
Persetujuan
195
Masa Kelam Kanaya
196
Malam Acara
197
Hakikat Pernikahan
198
Pertemuan
199
Abdul Rizal Saputra
200
Dia Adikku
201
Rumah Sakit
202
Pertemanan
203
Rencana Besar
204
Rencana Makan Malam
205
Imam Sholat
206
Senja yang Indah
207
Dengan Bismillahhirohmanirrohim
208
Keraguan yang Terucap
209
Pertemuan Kedua
210
Rasa Bersalah
211
Akhirnya...
212
Zahra Fauziah
213
proyek
214
Kebenaran
215
Bertamu
216
Talak
217
Pengumuman
218
Fakta
219
Mama
220
Aqeel Faiz Ellyas
221
Rintik Gerimis
222
Pernikahan
223
Undangan
224
Mengajar
225
Galuh Putra Kusuma
226
Adi Putra Kusuma
227
Kekaguman
228
Sholat Bersama
229
Nasi Goreng
230
Suara Hati
231
Manja
232
Jalan Takdir
233
Perselisihan
234
Akhir kesalahpahaman
235
Ibu...
236
Keluarga Terbaik
237
Pengumuman

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!