"Abra, akhirnya kakek menemukan jalan memejarakan sikap liarmu!" Ujar Fahmi, Abra diam menatap langit malam yang penuh bintang.
Suasana sepi desa, seketika menenangkan hati Abra. Jauh dari keramaian kota, hanya terdengar suara hewan malam. Saling bersahutan menjadi simfoni yang indah di dengar. Angin malam bertiup menyapa pohon-pohon rindang. Menghasilkan gesekan daun yang merdu. Abra larut dalam ketenangan yang tak pernah dia dapatkan di kota. Kesibukan sebagai seorang pengusaha. Nyata membuatnya lupa akan ketenangan. Hidupnya penuh tekanan, sampai akhirnya dunia malam yang menjadi pelariannya.
"Abra!"
"Hmmm!" Sahut Abra dingin.
"Aku rasa kamu sudah nyaman di rumah Embun!" Ujar Fahmi menggoda, Abra langsung menoleh. Dia menatap dingin Fahmi yang tengah terkekeh.
Rumah Embun tidak sebesar rumah Abra. Namun rumah Embun termasuk salah satu rumah yang paling besar di desa. Halaman rumah sangat luas, masih ada halaman belakang yang sengaja ditanami beberapa sayuran. Tepat di depan rumah Embun, dibangun sebuah mushola kecil. Tempat para warga sholat berjamaah. Rumah Embun terlihat indah dari depan dan terasa nyaman saat ditinggali.
"Aku hanya ingin merasakan malam ini. Melupakan mimpi buruk yang baru saja terjadi!"
"Jadi kamu menolak perjodohan ini. Jika kamu menolak, artinya Ibra yang akan menggantikanmu!" Ujar Fahmi santai tanpa beban, sontak Abra menoleh. Dia marah, tapi entah karena alasan apa? Sebab perkataan Fahmi tidak salah, jika bukan Abra artinya Ibra yang akan menikah dengan Embun.
"Diam kamu!" Sahut Abra sinis, Fahmi mengangguk mengerti amarah sesaat Abra. Amarah yang menunjukkan rasa cinta di dalam hatinya. Cinta yang mulai mengusik hatinya.
"Kamu selalu angkuh mengakui cintamu!" Ujar Fahmi, Abra diam seolah tak peduli akan perkataan Fahmi.
"Sangat bodoh jika kita takluk pada satu cinta. Kita harus bisa menjadi laki-laki dengan harga diri tinggi. Laki-laki tak pantas setia pada satu cinta. Sebab laki-laki tercipta dengan sifat tak setianya!" Ujar Abra, Fahmi mengggelengkan kepalanya tak percaya. Abra sang playboy mengakui dirinya memang makhluk tak setia.
"Lalu, kenapa kamu diam saat kakek menjodohkan Embun denganmu?"
"Aku haru apa? Berteriak menentang kakek, lalu hidup tanpa bantuannya. Kamu sendiri mengenal siapa kakek? Keinginannya tidak bisa ditentang. Kita bak pion catur, mengikuti kemana tangannya mengarahkan?"
"Tapi Embun tidak salah. Jika kalian jadi menikah, dia yang akan tersakiti. Jelas kamu takkan pernah setia!"
"Itu salahnya, bukan salahku. Kakek sudah meminta pendapatnya. Dia bisa saja menolak, tapi dia justru menerima perjodohan gila ini. Lantas, kenapa aku yang salah? Dia sendiri yang terlalu polos. Berpikir aku peduli akan pernikahan ini. Selamanya aku hanya peduli akan kesehatan kakek. Jika nanti dia yang paling tersakiti. Itu sudah menjadi resikonya!" Tutur Abra tanpa rasa bersalah. Seakan pernikahan keduanya hanyalah permainan yang tak penting dalam hidupnya.
"Kamu kehilangan akal!" Ujar Fahmi, Abra tersenyum sinis. Abra merasa semua tak lebih dari permainan.
"Kamu benar, aku yang salah. Aku terlalu bodoh dan polos. Menganggap seorang Abra Achmad Abimata bisa setia. Ketampananmu mampu meluluhkan hati wanita. Kekayaanmu membuat kaum hawa tergila-gila. Penampilanmu menghipnotis mata yang menatapmu liar. Namun kamu lupa Abra, di balik kebodohanku. Ada satu hal yang membuatku pintar dan memiliki harga diri. Aku bukan wanita murah yang akan bertekuk lutut, karena fisikmu yang semu!" Ujar Embun lantang dan tegas, Abra dan Fahmi seketika menoleh. Mereka terkejut, sekaligus tidak menyangka Embun berdiri di belakang mereka.
"Sejak kapan kamu disini?"
"Sejak aku mendengar pendapat rendahmu tentangku. Aku memang gadis desa tak berpendidikan. Namun tak pernah aku berpikir mempermainkan kepercayaan Abah. Aku setuju menikah denganmu, bukan karena kamu tampan atau kaya. Semua hanya karena Abah, satu kata darinya bersamamu. Maka aku akan bersamamu. Sebaliknya satu kata aku jauh darimu. Maka detik itu juga aku menjauh darimu. Abah satu-satunya keluarga yang aku punya. Jangan pernah kamu berpikir akan melukai hatinya. Seandainya itu terjadi, akan kupastikan kamu yang paling terluka dalam hubungan ini!" Ujar Embun tegas, lalu berjalan melewati Abra dan Fahmi.
"Apa yang mampu kamu lakukan? Kamu hanya wanita lemah, tak mungkin kamu mampu melawanku!" Ujar Abra lantang, Embun menghentikan langkahnya. Dia menoleh ke arah Abra.
"Kamu tidak pernah mengenal seoarang wanita. Sosok kuat yang selalu berada di belakangmu. Ingatlah Abra, kamu lahir dari rahim seorang wanita. Kelak dalam dekapan wanita kamu akan takluk. Jangan pernah menguji kesucian janjiku pada Abah. Jika tidak, demi Abah akan kubuat kamu mengenal tangis!"
"Kamu!" Ujar Abra kesal, Embun tersenyum sinis.
"Abra, kamu laki-laki tampan penuh kesempurnaan. Namun tak lantas membuat gadis desa sepertiku tergila-gila padamu. Lihatlah sekelilingmu saat ini, gelap dan sunyi tanpa ada keramaian. Cahaya bulan tak mampu menembus gelap. Sama halnya cinta yang akan membuat hatimu gelap dan sunyi. Kita akan menikah, meski bukan dengan cinta. Namun ingatlah Abra, saat cinta itu ada. Mungkin saat itu kita akan terpisah dan saling menyakiti!" Sahut Embun, Abra diam termenung. Fahmi melongo mendengar suara lantang Embun. Tidak ada lagi kelembutan atau kehangatan. Semua terganti dengan kata-kata tegas penuh penekanan.
"Embun, kamu akan menikah?" Ujar Ilham yang tiba-tiba ada di belakang Embun. Dia datang bersama Nur. Sebab Nur akan menginap di rumah Embun. Niat awal Ilham hanya akan mengantar Nur, tapi malah dia mendengar kenyataan yang begitu menyakitkan baginya.
"Bukankah aku sudah mengatakannya tadi pagi. Akhirnya kamu benar-benar terlambat. Lihat malam ini Embun telah menjadi milik orang lain. Meski baru tadi pagi, dia menjadi sahabat kita!" Bisik Nur, Ilham tertunduk lesu. Tak ada kata yang membuatnya bicara. Semia sudah sangat terlambat. Ilham takkan mampu mengatakan cinta pada Embun. Harapannya pupus tak bersisa.
"Dia pewaris pabrik tua, dia yang akan dijodohkan denganku. Sudahlah, lebih bail kita bicara di sana. Daripada bicara tentang dia yang tidak penting!" Ujar Embun, Nur menatap Abra tak berkedip. Nur terpesona dengan ketampanan Abra.
"Tutup mulutmu, sebelum air liurmu menetes. Ketampanannya tak lebih dari sampul dari buku yang usang. Kekagumanmu hanya akan menjadikanmu bodoh dan hina. Seorang laki-laki yang memandang rendah wanita. Tak pantas mendapatkan kekaguman itu. Banyak laki-laki yang jauh lebih pantas untuk itu!" Tutur Embun lantang, suaranya begitu keras. Abra dan Fahmi begitu mudah mendengarnya.
"Tapi dia memang tampan!"
"Apa kamu akan memilih buku hanya karena sampul yang indah? Percuma memiliki tampilan bagus, tapi tak memiliki kepatutan!" Sahut Embun sinis, Fahmi seketika tersenyum sembari menyenggol lengan Abra. Sedangkan Embun menarik tangan Nur menjauh dari Abra dan Fahmi.
"Semua ini benar-benar terjadi. Nyatakah yang aku dengar? Benarkah Embunku telah termiliki. Bening dan suci cintanya tak lagi mampu kuharapkan. Embunku tak lagi mampu kugapai. Mimpikah aku hari ini? Jika iya, bangunkan aku agar mimpi buruk ini tak terlalu menyakitkan!" Batin Ilham pilu.
"Abra, istrimu begitu menarik!" Bisik Fahmi.
"Diam kamu!" Sahut Abra marah.
"Dia membenciku!" Batin Abra.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 237 Episodes
Comments
Puspa Rumaisha
masa iyah abah memelihkan jodoh utk embun tanpa mengetahui dgn baik dan pasti bebet dan bobotnya??? main tembak ajak todong embun gitu aja?? 😆
2022-11-05
0
Vivi Bidadari
Kamu yg memulai Abra dgn kata2 kasar Mu..
2022-10-28
0
Umi Salamah
tak kenal maka tak sayang, jgn songong lo Abra 😤
2022-10-28
0